https://malang.times.co.id/
Berita

Wakil Ketua MPR: Transisi Energi Bukan Pilihan, tapi Keharusan

Selasa, 18 Maret 2025 - 19:15
Wakil Ketua MPR: Transisi Energi Bukan Pilihan, tapi Keharusan Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno saat mengisi Seminar di UMM, Selasa (18/3/2025). (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa transisi energi di Indonesia bukan lagi sekadar pilihan, tetapi sebuah keharusan yang harus segera diwujudkan. Hal itu ia sampaikan dalam Seminar Kebangsaan MPR Goes to Campus bertajuk Urgensi Transisi Energi Mencegah Dampak Perubahan Iklim yang digelar di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Selasa (18/3/2025).

Dalam paparannya, Eddy menyoroti pentingnya percepatan penggunaan energi terbarukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil yang saat ini masih mendominasi pemenuhan kebutuhan energi nasional. Menurutnya, tanpa langkah konkret menuju transisi energi, Indonesia akan terus menghadapi permasalahan besar, mulai dari ketahanan energi yang rapuh hingga dampak buruk terhadap lingkungan akibat emisi karbon yang tinggi.

Anggota DPR RI Komisi XII ini menjelaskan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki potensi energi terbarukan yang luar biasa besar, mencapai 3.700 gigawatt (GW). Dari jumlah tersebut, energi matahari menjadi yang paling dominan dengan potensi sekitar 3.300 GW. Selain itu, Indonesia juga memiliki sumber energi lain yang sangat potensial, seperti panas bumi, air, angin, dan arus laut.

“Dengan kekayaan sumber daya yang kita miliki, seharusnya Indonesia bisa beralih ke energi terbarukan lebih cepat. Potensi ini jika dikelola dengan baik akan mampu memenuhi kebutuhan energi nasional tanpa harus bergantung pada impor,” ujar Eddy.

Namun, meskipun memiliki sumber energi terbarukan yang melimpah, implementasi dan pengembangannya masih berjalan lambat. Salah satu penyebabnya adalah minimnya investasi, kurangnya regulasi yang mendukung, serta infrastruktur yang belum memadai untuk mendukung pemanfaatan energi bersih secara luas.

Di sisi lain, Indonesia juga memiliki sumber energi fosil yang melimpah, terutama batu bara dan minyak dan gas bumi (migas). Namun, ketergantungan terhadap energi fosil ini justru menciptakan permasalahan besar, terutama dalam hal ketahanan energi nasional.

Pria yang juga menjabat sebagai Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyoroti paradoks yang terjadi di Indonesia, di mana meskipun memiliki sumber energi yang berlimpah, kebutuhan energi nasional masih sangat bergantung pada impor, terutama untuk bahan bakar minyak (BBM) dan gas LPG. Indonesia harus mengimpor minyak mentah, diesel, gasoline, minyak tanah, hingga LPG dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan domestik.

"Kita memiliki sumber daya energi yang sangat besar, tetapi kenyataannya kita masih mengimpor BBM dan LPG dalam jumlah besar. Ini yang membuat ketahanan energi kita menjadi rentan," ungkapnya.

Menurut Eddy, tingginya ketergantungan terhadap impor energi ini menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi harga energi global. Setiap kenaikan harga minyak dunia akan berdampak langsung pada harga BBM dan LPG di dalam negeri, yang pada akhirnya juga mempengaruhi perekonomian nasional.

Eddy menekankan bahwa ketahanan energi merupakan faktor krusial bagi keberlangsungan pembangunan nasional. Saat ini, ketahanan energi Indonesia berada dalam posisi yang cukup rentan akibat tingginya volume impor energi.

Untuk mengatasi masalah ini, Indonesia harus segera melakukan transisi energi dengan mengoptimalkan sumber energi terbarukan yang tersedia di dalam negeri. Langkah ini tidak hanya akan mengurangi ketergantungan terhadap impor, tetapi juga akan meningkatkan kemandirian energi nasional.

"Sesungguhnya, kita bisa mencapai kemandirian energi nasional melalui transisi energi yang optimal. Ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada impor, tetapi juga menciptakan keberlanjutan dalam pemanfaatan sumber daya energi yang lebih ramah lingkungan," tambahnya.

Eddy juga menyoroti pentingnya kebijakan yang berpihak pada pengembangan energi bersih. Menurutnya, pemerintah harus memberikan insentif bagi para pelaku industri energi terbarukan agar lebih banyak investasi yang masuk ke sektor ini.

“Kita butuh regulasi yang lebih kuat dan mendukung transisi energi. Jika tidak ada kebijakan yang pro terhadap energi terbarukan, maka perkembangan sektor ini akan tetap lambat dan kita akan terus bergantung pada energi fosil,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.