TIMES MALANG, MALANG – Bupati Malang, HM Sanusi menyebut tidak ada lahan sawah hijau atau lahan produktif yang terus menyusut karena beralih fungsi.
"Sementara ini, sesuai laporan dari dinas pertanian (Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, red), lahan sawah kita masih tetap 43 ribu hektar (Ha) lebih atau hampir 44 ribu hektar," kata Bupati Sanusi.
Dari lahan sawah produktif tersebut, menurutnya yang sekarang ini sedang ditanami padi adalah seluas 37 hektare, dan sisanya ditanami jenis tanaman lain.
Disinggung adanya sorotan lahan sawah terus menyusut, Bupati Malang kembali menegaskan, bahwa lahan sawah dilindungi (LSD) tidak mengalami perubahan fungsi untuk kegiatan usaha lain.
"Tidak berubah fungsi, itu berarti tidak ada (penyusutan lahan sawah). Menurut data yang ada seluas itu, yang ngomong itu (lahan sawah susut) tidak berdasarkan data di dinas pertanian," ungkap Abah Sanusi.
Hal ini juga dibenarkan Kepala Dinas TPHP Kabupaten Malang, Avicenna M. Sani Putera. Kepada TIMES Indonesia pihaknya merinci, luas lahan sawah pertanian di Kabupaten Malang saat ini tercatat 46.254 hektar.
Lahan sawah yang ada tersebut, terdiri dari lahan sawah irigasi seluas 44.101 hektare, sawah tadah hujan: 2.125 hektare, dan sawah rawa pasang surut seluas 28 hektar.
"Untuk lahan pertanian di Kabupaten Malang yang ditanami padi mencakup seluas 37.398 hektare. Angka luasan lahan ini memang dinamis, sesuai realisasi tanam petani termasuk alih komoditas," jelas Avicenna.
Untuk alih komoditas tanam, lanjutnya, disebabkan beberapa alasan, baik aspek ekonomis maupun teknis budidayanya.
"Petani kadang memilih komoditas yang punya nilai ekonomis/pasar yang lebih tinggi, bila dibandingkan tanaman padi. Seperti beralih ke komoditas tebu, hortikultura dan buah-buahan, atau lainnya," terang Avicenna.
Pertimbangan lainnya lebih teknis. Di mana, menurutnya komoditas non padi lebih tahan terhadap penyakit tanaman yang disebabkan perubahan dampak iklim.
Resiko puso atau gagal panen pada komoditas non padi juga lebih kecil, dibandingkan dengan padi. Juga, kebutuhan air irigasi komoditas nonpadi jauh lebih kecil.
Disinggung soal alih fungsi lahan, menurut Avi hal tersebut mencakup harus ada perijinannya, dan teknisnya jadi kewenangan OPD teknis lain.
"Kalau dari aspek pertaniannya, perlu persamaan persepsi para stakeholder bahwa pertanian itu investasi masa depan, yang harus dijaga keberlanjutannya. Dan, selayaknya menjadi prioritas pembangunan," demikian Avicenna.
Informasinya, terkait cetak lahan sawah baru akibat alih fungsi lahan sawah sejauh ini totalnya sudah tercatat seluas 145 hektar. Sebaran lokasinya, antara lain di wilayah Desa Wonomulyo Poncokusumo, Desa Tumpukrenteng Keca qtmatanTuren dan beberapa lokasi lainnya.
Sebelumnya, muncul sorotan publik soal lahan sawah untuk padi di Kabupaten Malang yang terus menyusut, dan beralih fungsi untuk pengembangan perumahan dan kegiatan usaha.
Seperti diungkapkan Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarok, yang menyebut telah terjadi penyusutan lahan baku sawah di Kabupaten Malang yang cukup kritis.
Ia juga merujuk data Dinas TPHP Kabupaten Malang, dimana lahan persawahan pada 2019 tercatat seluas 44.375 hektare. Data itu terus turun pada 2024, hingga tersisa 37.398 hektare.
Sehingga, menurutnya dalam kurun lima tahun terjadi penyusutan sawah mencapai 6.977 hektare. Zulham menilai, hal ini terjadi salah satunya karena lemahnya pengawasan pada perizinan pengeringan lahan sawah di Kabupaten Malang. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Imadudin Muhammad |