TIMES MALANG, MALANG – Di lereng tinggi Pegunungan Tengger pada ketinggian sekitar 1.900 meter di atas permukaan laut, berdiri Desa Wonokitri desa terakhir sebelum puncak Bromo dari sisi Pasuruan. Wonokitri bukan sekadar titik singgah, melainkan rumah bagi bunga yang melegenda: Edelweiss.
Kerap disebut sebagai Desa Wisata Edelweiss, Wonokitri tidak hanya menjadi tempat bunga sakral ini tumbuh, tetapi juga dibudidayakan secara legal dan berkelanjutan. Izin budidaya ini bukan semata untuk pariwisata, tetapi juga menjadi bagian dari upaya konservasi sekaligus pelestarian budaya Suku Tengger. Bunga edelweiss menjadi elemen penting dalam upacara adat yang hingga kini masih dijunjung tinggi oleh penduduknya.
Antara Kemiringan Curam dan Harapan yang Tumbuh
Wonokitri berdiri di tanah yang curam, membuat lahan datar menjadi sangat terbatas. Risiko longsor terus mengintai, apalagi dengan tekanan deforestasi yang belum sepenuhnya teratasi. Saat musim kemarau tiba, kekeringan jadi rutinitas yang tak diinginkan karena sebagian besar lahan pertanian di desa ini masih mengandalkan tadah hujan. Belum lagi tingginya penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang menyisakan ancaman senyap pada kesehatan dan lingkungan.
Namun, di tengah tantangan tersebut, sekitar 90% masyarakat tetap menggantungkan hidupnya dari hasil bumi, seperti kentang, kubis, dan daun bawang. Peternakan sapi dan babi pun menjadi tambahan penghasilan. Pariwisata hadir sebagai penyambung napas baru, membawa tamu untuk menyaksikan konservasi edelweiss, mencicipi kuliner di Cafe Edelweiss, hingga menyelami kearifan lokal lewat pengalaman hidup sebagai warga Tengger.
Sakral, Sehat, dan Memegang Teguh Tradisi
Sebagai pusat budaya masyarakat Tengger di wilayah Pasuruan, Desa Wonokitri memegang erat warisan leluhurnya. Tak hanya dalam upacara, nilai-nilai adat juga tercermin dalam pilihan hidup,seperti menolak kehadiran investasi yang tak sejalan dengan kearifan lokal.
Di sisi lain, Wonokitri mendapat pengakuan sebagai desa sehat dari pemerintah Kabupaten Pasuruan. Fasilitas dasar seperti Mandi, Cuci, Kakus (MCK) tersedia di setiap rumah, dan mendapatkan dukungan dari Posyandu yang cukup aktif. Namun, tak semuanya mulus. Risiko sejumlah penyakit mulai meningkat, seperti hipertensi yang berkaitan dengan pola makan dan penggunaan pestisida. Sementara itu, kedatangan para wisatawan yang turut menghidupi perekonomian penduduk sekitar juga menyumbang sekitar 1,5 ton sampah per hari yang belum tertangani secara optimal.
Langkah Nyata Bersama Program Desa Bakti BCA
Untuk memperkuat fondasi pembangunan desa, Wonokitri berkolaborasi dengan Program Desa Bakti BCA fokus mengatasi sejumlah masalah utama di kawasan tersebut tanpa meninggalkan identitas lokal. Berbagai program digulirkan bersama, seperti pengelolaan sampah, konservasi edelweiss, pengembangan agroforestri, dan pertanian berkelanjutan.
Program literasi keuangan dan promosi gaya hidup sehat juga diluncurkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Semua dilakukan dengan prinsip keberlanjutan, baik untuk alam, budaya, maupun kesejahteraan warga.
Wonokitri Bukan Sekadar Destinasi, tapi Inspirasi
Desa ini dapat menjadi contoh bahwa pariwisata tak harus mengorbankan kelestarian budaya. Di Wonokitri, keindahan Edelweiss juga menjadi lambang keteguhan dalam menjaga tradisi, dan simbol harapan untuk hidup yang lebih seimbang di tengah tantangan zaman.
Genera-Z Berbakti, Inovasi untuk Menjaga Keindahan Abadi Edelweiss di Wonokitri
Wonokitri tahun ini menjadi salah satu desa tujuan pengabdian masyarakat Program Genera-Z Berbakti. Sebagai bagian dari Desa Bakti BCA, program ini mencari ide terbaik dengan membuka pendaftaran proposal bagi seluruh mahasiswa di Indonesia melalui situs resmi Genera-Z Berbakti bca.id/generazberbakti. Pendaftaran proposal dibuka hingga 30 April 2025. Proposal terbaik akan diseleksi kembali oleh para panelis, yaitu Najwa Shihab, Nicholas Saputra, dan Prof Yohanes Surya pada akhir Mei 2025. Kelompok dengan ide proposal inovasi terbaik untuk desa bakti tujuan akan mendapatkan pendanaan, bimbingan, dan bootcamp sebelum menjalankan pengabdian masyarakat pada Juli 2025. (*)

Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Dhina Chahyanti |