https://malang.times.co.id/
Berita

Cerita Nelayan Buleleng Meraup Untung dari Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan

Sabtu, 10 Desember 2022 - 06:04
Cerita Nelayan Buleleng Meraup Untung dari Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan 100 spesies ikan yang telah berhasil dianalisis sesuai dengan jenisnya menjadi panduan nelayan Desa Les, Buleleng, Bali. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, DENPASAR – Pengelolaan sumber daya pesisir dan perairan secara lestari menjadi concern Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).  Untuk itu, YKAN menggagas program Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan sebagai upaya melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia.

Membawa misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, YKAN sebagai organisasi nirlaba berbasis ilmiah dari sektor kelautan, menggandeng nelayan, suplier ikan hingga pemerintahan untuk melindungi alam, mendorong praktik berkelanjutan, mendorong kebijakan hingga mendukung pembiayaan inovatif. 

Program Nelayan Peduli adalah bagian dari perikanan berkelanjutan yang tengah digencarkan YKAN kepada nelayan Desa Les, Buleleng, Bali. Mereka yang tergabung dalam kelompok nelayan Segara Gunung dibekali ilmu tentang jenis ikan, manajemen keuangan nelayan hingga pendataan hasil tangkapan atau disebut Crew Operated Data Recording System (CODRS). 

YKAN-Nelayan-Buleleng-2.jpgYKAN mengajak awak media mengunjungi praktik pengelolaan perikanan berkelanjutan di Desa Les, Buleleng, Bali. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

Tak hanya itu, kelompok nelayan tersebut juga dipinjamkan alat-alat pendukung seperti kamera digital, papan ukur ikan hingga Spot Trace Anti-Theft Tracking Device untuk melacak nelayan saat melaut. 

Manajer Senior Perikanan Berkelanjutan YKAN, Glaudy Perdanahardja menyampaikan, upaya tersebut dilakukan guna memastikan tata kelola perikanan di Indonesia dapat berkelanjutan. Data tangkapan ikan yang dikumpulkan oleh nelayan, menjadi informasi penting bagi pemangku kebijakan dalam memahami kondisi perikanan Indonesia. 

"Yang nantinya untuk membuat rencana, program dan kebijakan," kata  Glaudy Perdanahardja beberapa waktu lalu. 

YKAN-Nelayan-Buleleng-3.jpgNelayan Desa Les (kiri-kanan) I Nyoman Sila Sucita Kary, I Gede Sumawas, I Ketut Kertasa, dan I Nyoman Teriada   memperlihatkan alat penunjang program CORDS. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

Cerita Nelayan Desa Les, Buleleng

I Gede Sumawas dan I Ketut Kartasa adalah dua dari 20 nelayan yang tergabung dalam kelompok nelayan Segara Gunung Desa Les, Buleleng yang ditemui oleh wartawan TIMES Indonesia saat media trip bersama YKAN. 

YKAN-Nelayan-Buleleng-4.jpgMemotret dan mendata ikan hasil tangkapan menjadi tugas penting program Nelayan Peduli. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

Sejak umur 12 tahun, I Gede Sumawas sudah menjadi nelayan. Perihal menjadi nelayan, bagi Sumawas dan keluarganya adalah tradisi turun temurun. Pria yang tinggal di Desa Les Buleleng ini melanjutkan perjuangan sebagai pencari ikan yang ditanamkan ayahnya sejak kecil.

Saat ditemui, Sumawas baru saja menepi setelah 3 jam melaut. Ia hanya mendapat sedikit ikan hasil tangkapan. Ikan yang didapatkannya adalah jenis Mahi-mahi atau Dolphin Fish. Nilai ekonomisnya, jika dijual ke pengepul seharga Rp15 ribu per kilogram. Ia juga memperoleh seekor ikan Barakuda yang dihargai Rp25 ribu per kilogram-nya. 

"Empat bulanan ini sedikit karena belum bulan baik (bulan di mana jumlah ikan banyak dan mudah didapatkan) biasanya kalau bulan baik dapat 3 sampai 5 kuintal," tuturnya. 

Sumawas mengaku jika laut sedang 'tidak bersahabat' ia hanya memancing ikan dasaran atau biasa disebut ikan pinggiran. Jika ia memaksakan diri untuk melaut lebih jauh, akan sangat memakan waktu, tenaga, dan bahan bakar. Padahal kondisi ikan di laut sedang tidak banyak. 

YKAN-Nelayan-Buleleng-5.jpgNelayan Desa Les, Buleleng, Bali, I Gede Sumawas saat memperlihatkan hasil tangkapannya yakni ikan Baracuda (kanan) dan ikan Mahi-mahi (Dolphin Fish). (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

"Menyambung hidup jika tidak ada ikan di tengah, kita cari di pinggir atau ikan dasaran semampunya aja apalagi sekarang BBM mahal biasanya ikan banyak di bulan Desember ini," katanya sambil menunjukkan ikan hasil tangkapannya.

Hasil tangkapan sedikit adalah satu bagian cerita dari Gede Sumawas. Pria berusia 53 tahun itu juga pernah terombang ambing di laut karena mesin kapalnya mati. Ia tidak bisa pulang. Namun tim YKAN berhasil menemukan Sumawas setelah keluarganya melapor. Melalui Spot Trace Anti-Theft Tracking Device yang dipinjamkan YKAN kepada Sumawas, YKAN berhasil melacak posisi terakhirnya. 

Lain ceritanya dengan I Ketut Kartasa. Penghasilannya bertambah hingga 80% berkat rumpon yang ia dirikan bersama 20 nelayan Segara Gunung dan program Nelayan Peduli YKAN. Rumpon dipasang di laut dangkal maupun dalam. Fungsinya untuk memikat gerombolan ikan agar berkumpul di sekitar rumpon sehingga mudah ditangkap. 

Awal mula, rumpon di Desa Les, Buleleng, Bali dibawa oleh seorang prajurit TNI-AL pada 1989. Teknik penangkapan ikan dengan rumpon ini efektif dan efisien meski memakan biaya yang relatif mahal. Ketut Kartasa bersama 20 nelayan lainnya patungan, dan menghabiskan Rp30 juta untuk membuat satu rumpon. Kini kelompoknya telah memiliki dua rumpon. Dari satu rumpon mampu menghasilkan Rp70 juta.

YKAN-Nelayan-Buleleng-6.jpgRumpon milik nelayan Desa Les, Buleleng, Bali. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

Penghasilan I Ketut Kartasa tak hanya dari rumpon. Ia juga mendapatkan penghasilan dari program Nelayan Peduli. Kartasa mengumpulkan data ikan yang ditangkapnya. Data tersebut meliputi foto-foto ikan yang telah diukur panjang dan besarnya dan alat tangkap yang digunakan. Dari data itu, Kartasa mendapatkan insentif sebesar Rp1,5 juta. 

Kartasa mengaku berkat program Nelayan Peduli ia mampu menghitung pembukuan pendapatan.  "Dulunya saya tidak teratur (pengeluaran dan penghasilan), akhirnya ketemu sama YKAN diajarin untuk pembukuan jadi tercatat buat umpan berapa dapetnya berapa, didukung sama istri juga," tuturnya.

YKAN-Nelayan-Buleleng-7.jpgPenampakan desa nelyan di Buleleng Bali, tepatnya di Desa Les. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

Ketut Kartasa juga menambahkan insentif yang didapatkan dari program nelayan pedulilah yang digunakan mereka untuk membeli sampan dan membangun rumpon.

"Saya nabung-nabung dari catatan itu kelihatan berapa dapetnya sekarang saya bisa beli sampan fiber seharga 17 juta rupiah dan bisa buat satu rumpon lagi," ujarnya. (*)

Pewarta : Tria Adha
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.