TIMES MALANG, BLITAR – Kios-kios loak di Pasar Templek Kota Blitar telah bertahun-tahun menjadi jujugan masyarakat untuk mencari onderdil bekas. Onderdil sepeda motor bekas mulai dari mesin motor, spion hingga baut semua ada di sini.
Imam Butahal, salah satu pedagang loak sedang melayani pelanggan di kiosnya saat TIMES Indonesia menyapa. Sesaat kemudian, ia mulai bercerita awal mula bergeliatnya onderdil loak di pasar tersebut.
"Para pedagang loak di sini pun sudah turun temurun. Sudah ada sejak tahun 1986 lalu," kata pria yang akrab disapa Doni itu, Selasa (17/1/2023).
Doni menjadi salah satu pedagang yang paling lama berjualan di Pasar Loak Templek. Pria berusia 50 tahun tersebut sudah berjualan selama kurang lebih 30 tahun.
Usaha loak Doni sendiri meneruskan usaha yang dirintis oleh orang tuanya. Begitu juga pedagang lainnya yang meneruskan usaha turun temurun dari orang tua.
"Bagi kami tumpukan besi dan onderdil sepeda motor bekas ini adalah sumber penghidupan. Kami menyekolahkan anak dari barang loak ini," urainya.
Kios Loak di Pasar Templek Kota Blitar berdiri di atas tanah milik PT KAI. Menurut Doni, pada 1986 lalu, Pasar Templek masih berbentuk lahan tidak terurus. Kemudian para pedagang membangun kios loak secara mandiri waktu itu.
Seiring perkembangan zaman, keberadaan kios loak di Pasar Templek makin dikenal luas oleh warga. Pedagang pun mulai berdatangan. Tidak hanya dari Blitar, namun juga ada yang dari Pulau Madura.
"Kalau pembeli tidak hanya dari Blitar mas. Dari Tulungagung, Kediri dan Malang juga ada," tambahnya.
Saat ini, kata Doni, ada 68 pedagang loak di Pasar Templek. Rata-rata omzet pedagang mencapai Rp200 ribu per hari. Sehingga peredaran uang di Pasar Loak ini mencapai lebih dari Rp13 juta setiap harinya.
Namun, Ketenaran kios loak di Pasar Templek Kota Blitar kini terancam. Itu, karena Pemkot Blitar akan merelokasi puluhan pedagang loak tersebut ke bekas kios pasar Dimoro pada Februari 2023 mendatang.
"Kami intinya mau direlokasi tapi kalau bisa setelah hari raya Idul Fitri saja," ujar Doni.
Menurut Doni, relokasi pada Februari tersebut terlalu mepet dengan bulan Ramadhan dan lebaran. Sehingga, para pedagang belum siap karena butuh waktu untuk menata dagangan usai direlokasi.
Selain itu, menurutnya, para pedagang loak mengeluhkan sempitnya kios di Pasar Dimoro Kota Blitar. Imam mengatakan menilai luas kios yang disediakan di Pasar Dimoro tidak akan cukup menampung semua barang dagangan pedagang.
"Kami kan juga butuh menata dagangan setelah relokasi. Kami juga meminta biaya produksi kompensasi. Ya untuk biaya pindahan," ujarnya. (*)
Pewarta | : Muhammad Sholeh |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |