Hukum dan Kriminal

Keadilan Bagi Korban Tragedi Kanjuruhan Hilang Tertiup Angin

Kamis, 16 Maret 2023 - 19:46
Keadilan Bagi Korban Tragedi Kanjuruhan Hilang Tertiup Angin Salah satu keluarga korban Kanjuruhan saat hadir di sidang vonis PN Surabaya dengan membawa foto keluarganya yang meninggal dunia. (FOTO: Dok. Pribadi/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Putusan vonis bebas terhadap salah satu terdakwa Tragedi Kanjuruhan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya membikin geleng-geleng kepala. Dalam sidang vonis yang digelar Kamis (16/3/2023), terdakwa Kanjuruhan Eks Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi mendapat vonis bebas dari hakim dengan alasan bahwa tembakan gas air mata yang ditembakkan personel Samapta Polres Malang tertiup angin.

"Menimbang, memperhatikan fakta penembakan gas air mata yang dilakukan anggota Samapta dalam komando terdakwa Bambang saat itu, asap yang dihasilkan tembakan gas air mata kata pasukan terdorong angin ke arah selatan menuju ke tengah lapangan," ujar Abu saat membacakan putusan vonis, Kamis (16/3/2023).

Setelahnya, asap tersebut pun mengarah ke pinggir lapangan. Namun, sebelum sampai ke tribun, asap itu tertiup angin menuju atas.

"Dan ketika asap sampai di pinggir lapangan, sudah tertiup angin ke atas dan tidak pernah sampai ke tribun selatan," sambungnya.

Sehingga, menurut hakim bahwa unsur kealpaan terdakwa sebagaimana pada dakwaan kumulatif jaksa, yakni Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, tak terbukti.

"Karena salah satu unsur yaitu karena kealpaannya dalam dakwaan kumulatif ke satu, dua dan tiga tidak terpenuhi. Maka, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana, sehingga terdakwa dibebaskan dari seluruh dakwaan," ujarnya.

Atas alasan vonis bebas tersebut, keadilan bagi 135 korban meninggal Tragedi Kanjuruhan serasa turut hilang tertiup angin.

Bahkan, sejauh ini atas seluruh vonis yang diberikan oleh 5 terdakwa pun juga dianggap oleh korban maupun keluarga korban tak ada rasa keadilan sama sekali.

Seperti yang dikatakan oleh pendamping hukum korban dan keluarga korban dari Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), Imam Hidayat. Ia menyatakan bahwa keadilan bagi para korban dan keluarga korban yang ia dampingi tak didapatkan selama ini.

"Sekarang apalagi dengan adanya vonis bebas. Gak ada keadilan disini, gak didapatkan keadilan di sidang ini oleh keluarga korban," tegasnya.

Dengan adanya vonis tersebut, ia pun semakin yakin bahwa sidang Kanjuruhan atas laporan model A di PN Surabaya ini memang telah terkondisikan dan janggal.

"Kan semakin memperkuat dugaan kita sejak awal kasus Kanjuruhan ini sudah terkondisikan," katanya.

Di sisi lain, salah satu keluarga korban bernama Susiani (38) yang hadir dalam sidang putusan ketiga polisi tersebut menyebutkan, ketidakadilan yang ia dapat membuat dirinya sangat kecewa.

Mengingat bahwa Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 ini telah menewaskan 135 nyawa tak bersalah saat menonton pertandingan Arema FC va Persebaya Surabaya.

"Yang dirasa sekarang pastinya kecewa dan tidak puas. Kita menyayangkan kurangnya pertimbangan," ungkapnya.

Lalu, keluarga korban lain bernama Ricky Setiawan (27) juga merasa kecewa bahwa keadilan tak mereka dapat secara setimpal. Alasan gas air mata yang tertiup angin pun membuatnya sangat terpukul.

"Keadilan ini sungguh tak adil. Ini menyangkut nyawa. Nyawa ini gak bisa diganti dengan apapun," tuturnya.

Seharusnya, terdakwa polisi tersebut dijatuhi hukuman setimpal, karena terbukti menembakkan gas air mata yang menyebabkan 135 korban jiwa meninggal.

"Kayak gas air mata ditembakkan itu enggak mungkin gak tahu akibatnya. Terus harusnya ditembakkan di keadaan bagaimana, di ruangan tertutup atau bagaimana. Harusnya dipertimbangkan lagi. Kalau keluarha korban inginnya yang bersalah divinis sesuai apa yang dilakukan. Cuma untuk ini semua, susah," ujanya.

Terpisah, Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan menilai bahwa majelis hakim dalam sidang putusan ini telah bermain hukum.

"Patut diduga hakim bermain dalam proses persidangan ini. Ada banyak yang janggal, padahal kalau kita memantau proses persidangan dari awal sampai akhir, unsur-unsur kesengajaan dalam tindakan aparatur kepolisian selama melakukan pengamanan," bebernya.

Ia menegaskan, putusan hakim ini telah menodai penegakan hukum di Indonesia. Menurutnya, hakim bersandiwara selama persidangan Tragedi Kanjuruhan ini.

"Putusan ini menggambarkan bahwa hakim hanya sebagai alat pencuci piring bagi polisi. Ini adalah tragedi bagi sistem peradilan kita. Ini juga tragedi bagi siapapun orang yang ingin menuntut keadilan dalam persitiwa yang menimpa mereka," tandasnya.

Sebagai informasi, kelima terdakwa Kanjuruhan telah resmi dijatuhi vonis oleh majelis hakim. Dua terdakwa sebelumnya, yakni Ketua Panpel Arema FC Abdul Haria divonis 1,5 tahun dan Security Officer Arema FC Suko Sutrisno divonis 1 tahun penjara.

Sedangkan tiga polisi terdakwa Kanjuruhan, satu diantaranya adalah Danki 1 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan divonis 1 tahun 6 bulan dan dua diantaranya, yakni Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan Kabag Ops Polres Malang Wahyu Sidiq divonis bebas. (*)

Pewarta : Rizky Kurniawan Pratama
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.