TIMES MALANG, BANDUNG – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang akan mulai berlaku pada 1 Januari tahun 2025. Kebijakan ini dilakukan sebagai bagian dari strategi meningkatkan pendapatan negara dan mengurangi defisit anggaran yang semakin meningkat.
Langkah ini dianggap sebagai salah satu cara untuk memperkuat basis fiskal pemerintah dan mendukung berbagai program pembangunan. Namun, kebijakan tersebut menuai beragam tanggapan dari masyarakat, khususnya terkait dampaknya terhadap sektor-sektor penting seperti pendidikan.
Kenaikan tarif PPN ini akan memengaruhi harga berbagai barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan pajak sebesar 11%. Barang-barang konsumsi seperti bahan makanan olahan, pakaian, produk elektronik, serta berbagai layanan lainnya akan mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan akibat penyesuaian ini.
Meskipun beberapa kebutuhan pokok tetap dikecualikan dari PPN, banyak barang yang relevan dengan pendidikan, seperti buku pelajaran, alat tulis, dan perangkat teknologi untuk pembelajaran, tetap terkena dampaknya. Kenaikan harga ini diperkirakan akan memberikan tekanan ekonomi tambahan bagi masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah dan menengah.
Dalam konteks pendidikan, meskipun jasa pendidikan seperti biaya sekolah, kuliah, atau pelatihan formal dikecualikan dari PPN, banyak aspek pendukung pendidikan tetap terkena pengaruh kebijakan ini. Buku pelajaran, misalnya, yang menjadi kebutuhan utama siswa, akan mengalami kenaikan harga seiring dengan meningkatnya tarif pajak.
Selain itu, alat tulis, seragam sekolah, dan perangkat teknologi seperti laptop atau tablet, yang semakin dibutuhkan dalam era pembelajaran digital, juga akan terkena dampak serupa. Kenaikan harga-harga ini dapat memperbesar kesenjangan akses pendidikan antara masyarakat mampu dan kurang mampu.
Dampak terhadap Masyarakat Berpenghasilan Rendah
Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, kenaikan PPN 12% ini dapat memperberat beban ekonomi yang sudah mereka rasakan. Banyak keluarga di kelompok ini sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar pendidikan anak-anak mereka.
Penambahan biaya pada kebutuhan seperti buku dan alat tulis dapat membuat mereka semakin sulit memberikan akses pendidikan yang memadai. Bahkan, dalam beberapa kasus, kenaikan harga barang-barang pendidikan ini berpotensi mendorong angka putus sekolah karena keluarga tidak mampu lagi menanggung biaya tambahan tersebut.
Sebagai ilustrasi, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2024, sekitar 25,22 juta penduduk Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan. Kenaikan PPN, meskipun terlihat kecil dalam angka, memiliki dampak kumulatif yang besar terhadap kelompok ini. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak menjadi hambatan tambahan dalam upaya masyarakat untuk mengakses pendidikan yang berkualitas.
Implikasi bagi Institusi Pendidikan
Tidak hanya siswa dan orang tua, institusi pendidikan juga akan merasakan dampak dari kenaikan PPN ini. Sekolah dan universitas, misalnya, mungkin menghadapi kenaikan biaya operasional akibat meningkatnya harga barang-barang kebutuhan institusional.
Mulai dari alat peraga pendidikan, perangkat laboratorium, hingga kebutuhan administratif, semuanya berpotensi mengalami kenaikan harga. Akibatnya, institusi-institusi ini mungkin harus menyesuaikan anggaran mereka untuk menutupi biaya tambahan tersebut.
Bagi sekolah swasta, kenaikan biaya operasional ini bisa saja diteruskan kepada orang tua siswa dalam bentuk peningkatan biaya pendidikan. Hal ini tentu saja menimbulkan beban tambahan bagi keluarga, khususnya mereka yang mengandalkan sekolah swasta sebagai pilihan pendidikan anak-anak mereka.
Di sisi lain, sekolah negeri mungkin menghadapi kesulitan dalam mempertahankan kualitas fasilitas atau kegiatan pendidikan tanpa tambahan alokasi anggaran dari pemerintah pusat atau daerah.
Langkah-Langkah yang Perlu Dipertimbangkan
Dalam menghadapi situasi ini, pemerintah perlu mempertimbangkan langkah-langkah mitigasi untuk meminimalkan dampak negatif kenaikan PPN terhadap sektor pendidikan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan meliputi:
Pertama, Pemberian Subsidi untuk Barang Pendidikan. Pemerintah dapat memberikan subsidi atau mengurangi beban pajak pada barang-barang yang secara langsung mendukung proses pendidikan, seperti buku pelajaran, alat tulis, dan perangkat teknologi. Hal ini akan membantu menjaga keterjangkauan barang-barang tersebut bagi masyarakat luas.
Kedua, Peningkatan Program Bantuan Pendidikan. Program-program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau beasiswa bagi siswa kurang mampu perlu diperluas cakupannya. Selain itu, pemerintah dapat memberikan bantuan khusus untuk pembelian alat pendukung pendidikan agar tidak ada anak yang tertinggal dalam proses belajar akibat keterbatasan akses.
Ketiga, Meningkatkan Sosialisasi dan Transparansi. Pemerintah perlu menjelaskan kepada masyarakat tentang alasan kenaikan PPN dan bagaimana pendapatan tambahan ini akan digunakan untuk mendukung sektor-sektor penting seperti pendidikan. Transparansi dalam alokasi dana sangat penting untuk mendapatkan dukungan masyarakat.
Keempat, Pentingnya Pendidikan dalam Pembangunan. Pendidikan adalah salah satu pilar utama pembangunan bangsa. Akses terhadap pendidikan yang berkualitas tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga memberikan dampak besar pada perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, kebijakan fiskal seperti kenaikan PPN harus dirancang dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap sektor pendidikan.
Kenaikan PPN menjadi 12% pada tahun 2025 adalah kebijakan yang bertujuan meningkatkan pendapatan negara, tetapi implikasinya terhadap sektor pendidikan tidak dapat diabaikan. Meskipun jasa pendidikan tidak dikenakan pajak, barang-barang pendukung pendidikan seperti buku dan alat teknologi tetap terpengaruh, menciptakan beban tambahan bagi siswa, orang tua, dan institusi pendidikan.
Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah mitigasi yang tepat untuk memastikan bahwa kebijakan ini tidak menghambat akses masyarakat terhadap pendidikan berkualitas. Melalui pendekatan yang inklusif dan kebijakan yang berpihak pada masyarakat rentan, diharapkan dampak kenaikan pajak ini dapat diminimalkan, sehingga pendidikan tetap menjadi alat utama dalam menciptakan generasi masa depan yang unggul dan kompetitif.
***
*) Oleh : Bella Rodhiatammardiyah, Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |