https://malang.times.co.id/
Opini

Tenryuubito dan Penegak Hukum melalui Sistem Kekuasaan

Minggu, 04 Mei 2025 - 16:58
Tenryuubito dan Penegak Hukum melalui Sistem Kekuasaan Anjaz Saputra, Mahasiswa Ekonomi Syariah Universitas Pamulang

TIMES MALANG, TANGERANG – Dalam dunia fiksi One Piece, Tenryuubito dikenal sebagai simbol ketidakadilan dan arogansi kekuasaan. Mereka adalah kaum elite dunia yang menganggap dirinya dewa, bebas dari hukum, dan mampu membeli atau menghancurkan siapa pun yang menghalangi keinginan mereka. Namun, siapa sangka bahwa bayang-bayang Tenryuubito tak hanya eksis di dunia manga dan anime, tetapi juga mencuat dalam kenyataan sosial dan hukum di Indonesia.

Kasus yang baru-baru ini mencuat ke permukaan melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya , Erintuah Damanik (hakim ketua), Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka didakwa menerima suap dari Lisa Rahmat, pengacara dari terdakwa Ronald Tannur, sebesar lebih dari Rp4,6 miliar. Suap ini diduga diberikan agar Ronald Tannur, yang menjadi tersangka dalam kasus kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti, mendapatkan vonis bebas.

Kejadian ini langsung mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Dalam sekejap, tiga orang yang seharusnya menjadi wakil Tuhan di dunia hukum justru menjual keadilan demi tumpukan uang. Seolah-olah, di tengah masyarakat yang berharap pada keadilan, muncul Tenryuubito local mereka yang memiliki kekuasaan dan uang, dan merasa berada di atas hukum.

Dalam One Piece, Tenryuubito bisa memanggil Admiral hanya karena merasa terganggu. Di dunia nyata, orang-orang berkuasa seperti Ronald Tannur bisa memanggil hakim dan menyulap vonis menjadi kebebasan hanya karena ia punya uang dan koneksi. 

Jika Tenryuubito memakai helm agar tidak menghirup udara yang sama dengan rakyat biasa, para elite di Indonesia memakai topeng hukum, menyesatkan proses peradilan demi melindungi kepentingan pribadi.

Masalah ini tidak berhenti pada satu kasus. Ini adalah gejala dari sistem yang lebih dalam yang memungkinkan kekuasaan dan kekayaan membeli keadilan. Kasus-kasus serupa pernah terjadi sebelumnya dan kemungkinan masih terus berlangsung dalam sunyi.

Ketika masyarakat kecil harus berjuang keras untuk mencari keadilan, para Tenryuubito modern tinggal memanggil kuasa hukum dan menyusun strategi untuk membeli keputusannya.

Apakah kita benar-benar bebas dari sistem yang memihak mereka yang duduk di atas tumpukan uang? Ataukah kita hanya menonton, seperti halnya warga One Piece yang hanya bisa menunduk ketika Tenryuubito lewat, berharap pahlawan seperti Monkey D Luffy datang untuk menghajar mereka.

Sudah saatnya masyarakat tidak hanya marah, tapi juga mendorong reformasi sistem peradilan, memperkuat lembaga pengawas, dan menuntut transparansi. Jika tidak, kita akan terus hidup dalam dunia di mana Tenryuubito bukan sekadar karakter fiksi, tetapi wajah-wajah nyata yang berjalan di antara kita.

Sudah terlalu lama kita membiarkan ketidakadilan menjadi pemandangan sehari-hari, seolah-olah hal itu adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan. Tapi ketidakadilan bukanlah takdir ia adalah hasil dari sistem yang dibiarkan rusak tanpa perlawanan. Kita tidak boleh lagi hanya menjadi penonton yang mengeluh di pinggir lapangan. Kita harus menjadi bagian dari perubahan itu sendiri.

Dorongan untuk reformasi sistem peradilan bukanlah sekadar slogan, tetapi kebutuhan mendesak. Lembaga pengawas harus diberi taring, bukan sekadar menjadi simbol formalitas. Transparansi bukanlah pilihan, melainkan kewajiban. Hanya dengan itu, kita bisa memastikan bahwa hukum ditegakkan bukan hanya untuk yang lemah, tetapi juga untuk mereka yang merasa kebal karena kekuasaan atau nama besar.

Jika kita gagal melawan ketimpangan ini hari ini, maka kita mewariskan ketidakadilan itu pada generasi berikutnya. Dunia di mana Tenryuubito bukan hanya dongeng dalam komik, tapi benar-benar ada , berjalan di antara kita, kebal hukum, dan dilayani oleh sistem yang seharusnya adil untuk semua. (*)

***

*) Oleh : Anjaz Saputra, Mahasiswa Ekonomi Syariah Universitas Pamulang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.