https://malang.times.co.id/
Opini

PPDB ke SPMB, Ganti Sistem atau Sekedar Ganti Nama?

Senin, 03 Februari 2025 - 08:34
PPDB ke SPMB, Ganti Sistem atau Sekedar Ganti Nama? Radian Jadid, Kepala Sekolah Rakyat Kejawan.

TIMES MALANG, JAKARTA – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan akan mengganti sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis utama zonasi dengan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) dengan empat jalur penerimaan, yakni jalur domisili, jalur afirmasi, jalur prestasi, dan jalur mutasi (Senin, 1/2/2025).

Dalam rancangan peraturan Mendikdasmen tentang SPMB disebutkan bahwa jalur domisili diperuntukkan bagi calon murid yang berdomisili di dalam wilayah administratif yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya, dengan prinsip mendekatkan domisili murid dengan satuan pendidikan. 

Jalur afirmasi untuk yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dan calon murid penyandang disabilitas. Jalur prestasi untuk yang memiliki prestasi di bidang akademik (sains, teknologi, riset, inovasi, atau bidang akademik lainnya) dan/atau non akademik (seni, budaya, bahasa, olahraga, atau bidang non akademik lainnya). 

Prestasi akademik dan/atau non akademik merupakan prestasi yang diperoleh calon murid melalui kompetisi dan/atau non kompetisi. Sedangkan jalur mutasi untuk mereka yang berpindah domisili karena perpindahan tugas dari orang tua atau wali dan anak guru yang merupakan calon murid pada satuan pendidikan tempat orang tua mengajar.

Sedangkan Kuota SPMB untuk SD: domisili 70%, afirmasi 15%, mutasi 5, dan prestasi 0. SMP: domisili 40%, afirmasi 20, prestasi 25%, mutasi 5%. Sedangkan untuk SMA/SMK: domisili 30%, afirmasi 30%, prestasi 30%, mutasi 5%, ditambah ketentuan rayonisasi hingga antar provinsi untuk wilayah tertentu. 

Mencermati rancangan peraturan Mendikdasmen tersebut, nampaknya hanyalah sekedar perubahan istilah/nama belum menyentuh perubahan yang substantif atas carut-marut sistem penerimaan murid baru jenjang pendidikan dasar dan menengah. 

Bahwa empat jalur yakni domisili, afirmasi, prestasi, dan jalur mutasi pun telah digunakan pada system zonasi pada PPDB. Yang membuat beda pada SPMB hanyalah persentase yang diubah, jalur domisili (dulu zonasi) dikurangi dan jalur prestasi, afirmasi dan mutasi ditambah. 

Alih-alih ganti sistem, yang ada hanyalah penerapan yang sama dengan hanya mengutak-atik/menggeser persentase jalur domisili, afirmasi, prestasi dan mutasi, yang ujungnya tetap menimbulkan permasalahan (termasuk praktek “jual beli kuota”) di setiap aspeknya.

Merujuk pada latar belakang diterapkannya sistem zonasi pada PPDB sebagai bentuk percepatan pemerataan pendidikan yang berkualitas, tidak hanya akses pada layanan pendidikan tapi juga pemerataan kualitas pendidikan. PPDB ditujukan untuk menghapus kastanisasi dan favoritisme serta mengembalikan sistem penerimaan siswa baru bukan melalui seleksi kualitas tapi ditujukan hanya untuk penempatan/placement (Muhadjir, 2018), maka akar masalahnya yang harusnya dicari dan diselesaikan.

Bahwa faktanya pendirian sekolah kebanyakan tidaklah didasarkan pada sebaran dan populasi penduduk, sehingga banyak dijumpai tidak meratanya sebaran sekolah di hampir setiap daerah. Ada satu wilayah (kecamatan) yang tidak terdapat sekolah tapi ada juga yang banyak terdapat sekolah berbagai jenajang hingga timbul istilah SD, SMP. SMA komplek. 

Untuk itu pemerintah harusnya segera berbenah dan gerak cepat lintas sektoral untuk memetakan dan segera membangun sekolah baru di titik-titik wilayah yang tidak ada atau kekurangan sekolah.   

Terkait disparitas kualitas pendidikan, baik antar sekolah maupun antar wilayah, maka hal standarisasi mutu sekolah dan ketersediaan serta kualitas sarana prasarana pendidikan menjadi penting. Bagaimana upaya maksimal yang bisa ditingkatkan untuk menjaga standar mutu tiap sekolah untiuk layak sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan. 

Pemeliharaan dan update serta perbaikan sarana prasarana sekolah juga penting. Tiap bulan selalu saja ada kabar tentang sekolah rusak, atap ambruk akibat tidak terawat, minimnya biaya perawatan dan lempar tanggungjawab atas kerusakan, Apapun yang tejadi hal tersebut menjadi tanggungjawab pemerintah untuk berkoordinasi antar institusi untuk bisa menyelesaikannya. Kalau kualitas sekolah sama, sarana prasarana layak dan nyaman, maka orang tua/siswa akan memilih yang dekat dari tempat tinggalnya.

Guru, merupakan unsur penting dalam dunia pendidikan. Kualiatas dan profesionalisme guru harus menjadi sasaran utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Mulai dari rekruitmen, pengangkatan dan status guru, peningkatan kompetensi melalui berbagai pelatihan, kursus dan peningkatan kapasitas menjadi hal mutlak yang harus diutamakan oleh pemerintah. 

Mutasi (tour of duty), penyegaran dan distribusi berbasis pemetaan potensi guru dan sekolah dalam suatu wilayah perlu dilakukan. Pemberian insentif, reward serta tunjangan yang memadahi diluar gaji pokok yang layak, haruslah menjadi perhatian utama. Isu kesejahteraan guru selalu mengiringi dinamika pendidikan di Indonesia. 

Dengan besarnya peran dan tanggungjawab guru sebagai pembentuk karakter generasi penerus bangsa, sudah selayaknya mendapatkan apresiasi (seperti halnya pegawai BUMN misalnya). Kalau guru sejahtera, semangat mengajar tinggi maka kualitas pendidikan akan semakin tinggi pula. 

Hal kewenangan harusnya bisa dipilah dan didistribusikan. Ketentuan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang didalamnya mengatur kewenangan pengelolaan SMA/SMK di provinsi, serta SMP dan SD pada pemerintah kota/kabupaten harus dijadikan pandangan bagi pemerintah pusat untuk tidak “arogan” dalam mengambil semua kebijakan. 

Pemerintah pusat hendaknya mengatur regulasi umum (aturan pokok) tentang SPMB ini, sedangkan regulasi khusus serahkan pada daerah. Libatkan partisipasi publik daerah. Berikan kewenangan penerapan SPMB pada daerah dengan mempertimbangkan aspek sosial kemasyarakatan, kewilayahan, kearifan lokal, pemerataan dan keadilan. Pimpinan daerah lebih paham akan wilayahnya dan tahu betul kebijakan apa yang tepat untuk masyarakatnya.

Apapun sistemnya (dulu PPDB sekarang SPMB) yang tidak kalah penting adalah penerapannya di lapangan. SPMB harus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas, melibatkan stakeholder dalam penyelenggaraan dan pengawasannya. Semakin besar pelibatan partisipasi publik, semakin kecil peluang penyimpangan dan keculasan atas sistem yang dibuat. 

Publik menaruh harapan, agar pergantian sistem PPDB menjadi SPMB tidak sekedar ganti nama menggugurkan kewajiban Menteri sebagai pembantu Presiden/Wakil Presiden yang ditugasi untuk menghapus sistem zonasi pada PPDB. Harus ada kebijakan yang menjadi solusi atas permasalahan mendasar di seputar sistem penerimaan murid baru. 

Pemerintah pusat (Kemendikdasmen) harus menjalankan amanat UUD dan melaksanakan tugas utamanya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan lebih fokus pada penggodokan kurikulum pendidikan yang lebih canggih dan modern untuk dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dan membentuk watak serta peradaban bangsa. 

***

*) Oleh : Radian Jadid, Kepala Sekolah Rakyat Kejawan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.