TIMES MALANG, MALANG – May Day menjadi ajang menyampaikan aspirasi bagi para buruh termasuk buruh perempuan, tak heran jika para buruh perempuan saat ini menjadi garda terdepan dalam melakukan aksi demontsrasi di berbagai daerah di Indonesia.
Dilansir dari Liputan 6.com, tercatat 15 Kabupaten/kota yang melakukan aksi demonstrasi diantaranya Balikpapan, Pontianak, Banjarmasin, Gresik, Tangerang, Bekasi, Serang, Palembang, Cirebon, Batam, Makassar, Palembang, Medan, Lampung, Semarang, Surabaya dan berbagai daerah lainnya.
Perjuangan buruh perempuan dalam mendapatkan keadilan mengalami tantangan, mulai dari kesenjangan upah, kesempatan promosi yang terbatas, kekerasan seksual, pelecehan, perundungan ditempat kerja.
Sumiyati dari Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyampaikan bahwa mayoritas buruh perempuan yang mendapatkan dampak buruk dari adanya budaya patriarki yang mengakar sehingga mempengaruhi kebijakan yang berpihak pada buruh perempuan.
Selain itu, buruh perempuan juga dihadapkan pada beban ganda, antara pekerjaan di rumah dan pekerjaan di tempat kerja. Hal ini memicu terjadinya ketidakadilan dan eksploitasi.
Kondisi ini tidak hanya terjadi saat ini tapi sejak dulu, banyak aktivis buruh yang memperjuangkan hak buruh perempuan. Di Indonesia ada Rahmah El-Yunusiah yang memperjuangkan hak-hak perempuan buruh dan hak pendidikan.
Ada pula Marsinah, aktivis buruh yang memperjuangan hak-hak buruh. Marsinah menjadi simbol perjuangan perempuan buruh di Indonesia. Di Amerika Serikat, Mother Jones yang dikenal sebagai pejuang hak-hak buruh anak, Clara Zetkin dari Jerman yang menjadi pelopor hari perempuan internasional juga memperjuangkan hak politik perempuan buruh.
Aktivis buruh Meksiko-Afrika, Lucy Parsons vocal menyuarakan upah layak dan jam kerja. Emma Goldman juga mengadvokasi hak-hak buruh dan perempuan serta kebebasan berbicara. Mereka semua adalah bukti konkrit adanya perjuangan dari tokoh perempuan yang memperjuangkan keadilan dan kesetaraan.
Perjuangan mereka menjadi pupuk semangat bagi para buruh perempuan di dunia termasuk di Indonesia. Mayoritas buruh perempuan tergabung dalam serikat pekerja dan organisasi buruh untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Mereka mengatur srategi advokasi, melalui litigasi dan non litigasi dalam mencapai cita-cita para buruh perempuan.
Aliansi Buruh Perempuan Indonesia dan Sapu Lidi (Serikat Pekerja Domestic Pekerja Rumah Tangga) beramai-ramai mendatangi Gedung DPR RI Senayan, Jakarta dengan membawa spanduk dan poster yang berisi tuntutan Hari Buruh Internasional.
Sebagian massa aksi membawa alat masak berupa panci dan wajan sebagai atributnya, mereka memukul alat masak tersebut sebagai reaksi kekecewaan kepada Negara karena belum melindungi hak buruh perempuan.
Tuntutan yang disampaikan oleh para buruh perempuan bukan sekedar hak dalam bekerja tapi juga menuntut agar terdapat kebijakan yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan di keluarganya seperti cuti melahirkan yang memadai bagi istri dan suaminya, cuti haid yang tidak perlu surat dokter, dan akses terhadap layanan penitipan anak.
Harapan mereka adalah adanya kebijakan yang melindungi buruh perempuan bukan seperti omnibus law, sehingga mereka berharap disahkannya RUU Ketenagakerjaan yang baru. Dihapuskannya pekerja outsourcing, berikan kepastian dan jaminan upah yang layak bagi setiap buruh, bentuk satgas PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
Selain itu, buruh perempuan juga menuntut agar segera disahkannya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) karena mayoritas pekerja rumah tangga adalah perempuan dan mereka menjadi pencari nafkah utama di keluarganya. Dan tuntutan yang terakhir berantas korupsi dengan mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Buruh perempuan tidak akan berhenti bersuara dan bergerak dalam memperjuangkan haknya, mereka akan terus mengikuti jejak perjuangan para tokoh pejuang perempuan dalam melahirkan semangat perjuangannya.
Buruh perempuan menjadikan May Day 2025 ini sebagai momentum mengenang perjuangan mereka dan melanjutkan perjuangannya sehingga tidak ada kata Lelah dalam memperjuangan hak buruh perempuan. (*)
***
*) Oleh : Putri Yusi Lailatul Musyarofah, Aktivis Perempuan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |