https://malang.times.co.id/
Opini

Transformasi Govtech China dan Indonesia

Kamis, 10 April 2025 - 14:43
Transformasi Govtech China dan Indonesia Munawir Aziz, Penerima Beasiswa AIFIS untuk Studi dan Riset di Amerika Serikat, Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom (2020-2023).

TIMES MALANG, JAKARTA – Transformasi digital tidak sekedar buzzword dalam strategi pemerintahan. Lebih dari itu, menjadi strategi penting untuk meningkatkan performa birokrasi, mendorong efisiensi sekaligus menarget tujuan serta kepentingan yang jelas. 

Dalam hal ini, transformasi digital untuk pemerintahan soal bagaimana negara membangun sistem tata kelola berbasis data, membentuk ulang hubungan antara pemerintah dan warga negara, serta menata ulang cara negara beroperasi dari dalam. Dalam konteks inilah, kemunculan ‘Government Technology’ atau GovTech menjadi penting.

GovTech merujuk pada pemanfaatan teknologi digital mutakhir—dari kecerdasan buatan, cloud computing, Internet of Things, hingga blockchain—dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Negara yang paling agresif mengembangkan GovTech dalam dua dekade terakhir adalah Tiongkok. 

Di sisi lain, Indonesia juga tengah menapaki jalan digitalisasi pemerintahan melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dengan berbagai tantangan khas negara demokratis dan kepulauan. SPBE diatur melalui Perpres N0. 95 tahun 2018, serta diatur detail strateginya melalui Perpres No. 132 tahun 2022. 

Apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman Tiongkok, dan bagaimana sebaiknya Indonesia mengembangkan GovTech yang inklusif, transparan, dan efektif?

Ekspansi Cepat GovTech di China

Tiongkok tidak sekadar menjadikan transformasi digital sebagai proyek infrastruktur, tetapi sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional. Sejak peluncuran kebijakan “Digital China” pada 2016, negara ini menargetkan integrasi teknologi digital dalam seluruh aspek tata kelola pemerintahan dan pembangunan ekonomi. 

Strategi Digital China ini sejalan dengan Belt and Road Initiative, atau yang dikenal sebagai jalur sutra China, yang menggabungkan politik, ekonomi, teknologi dan diplomasi untuk perluasan pengaruh negeri Tirai Bambu itu. 

Sejak itu, berbagai platform digital publik dikembangkan dengan menggandeng raksasa teknologi domestik seperti Alibaba, Tencent, dan Baidu. Salah satu contoh konkret adalah ‘City Brain’ di Hangzhou, yang menggunakan data real-time untuk mengelola lalu lintas, layanan darurat, dan bahkan kejahatan. Pemerintah lokal dapat mengetahui titik kemacetan, mengatur lampu lalu lintas otomatis, hingga merespons insiden dalam hitungan menit.

Laporan McKinsey Global Institute pada 2014 ‘China’s digital transformation: the internet’s impact on productivity and growth’, menjelaskan bagaimana keseriusan pemerintah China membangun pondasi dan arsitektur digital untuk tujuan transformasi birokrasi, pemerintahan, politik dan ekspansi ekonomi. Tujuan dari transformasi digital menjadi sangat jelas dengan kepentingan yang terstruktur serta terukur. 

Sistem lain yang mencolok adalah ‘Social Credit System’, di mana data perilaku warga dikumpulkan dari berbagai sumber dan diolah menjadi skor sosial. Sistem ini digunakan untuk memberikan insentif maupun sanksi sosial, mulai dari kemudahan pinjaman hingga pembatasan akses transportasi. Meskipun kontroversial, sistem ini menunjukkan betapa terintegrasinya data dan algoritma dalam proses pengambilan keputusan publik di China.

Namun, keberhasilan China dalam GovTech tidak datang tanpa harga. Privasi warga negara menjadi isu besar. Di banyak kasus, data digunakan tanpa persetujuan yang jelas, dan pengawasan negara berjalan nyaris tanpa kontrol sipil. 

Ketergantungan yang tinggi terhadap perusahaan teknologi besar juga menimbulkan dilema: negara menjadi sangat bergantung pada aktor privat dalam menyediakan layanan publik inti.

Di sisi lain, ketimpangan digital antara kota besar dan pedesaan juga menciptakan celah pelayanan. Smart city berkembang cepat di kota-kota seperti Shenzhen, tetapi daerah pinggiran masih tertinggal dalam infrastruktur dan kapasitas digital.

Meskipun demikian, strategi China menegaskan satu hal penting: bahwa negara dapat memainkan peran sentral sebagai inovator, regulator, sekaligus pengguna teknologi, bukan sekadar sebagai penyedia layanan administratif.

Indonesia dan Jalan Menuju GovTech

Indonesia tidak ketinggalan dalam arus transformasi ini. Pemerintah telah meluncurkan SPBE dan kini mendorong penguatan GovTech Indonesia melalui pembentukan satuan kerja khusus di bawah Kementerian PAN-RB dan Bappenas. Platform seperti INA Digital menjadi tulang punggung baru digitalisasi layanan publik.

Namun, tantangan kita sangat berbeda. Pertama, koordinasi antarkementerian dan pemerintah daerah masih lemah. Layanan publik tersebar di berbagai kanal dan aplikasi yang tidak terintegrasi. Akibatnya, warga harus mengisi data berulang kali untuk layanan yang berbeda. Ini menunjukkan lemahnya interoperabilitas sistem.

Kedua, infrastruktur digital di luar Pulau Jawa masih belum merata. Literasi digital warga, terutama di tingkat desa, juga belum memadai untuk menunjang interaksi digital secara penuh dengan pemerintah.

Ketiga, kerangka hukum perlindungan data pribadi baru mulai dibangun dengan UU Perlindungan Data Pribadi, yakni UU No. 27 tahun 2022 tentang PDP. Implementasi dan pengawasannya masih menjadi pekerjaan rumah besar agar kepercayaan publik terhadap layanan digital tumbuh secara sehat.

Meskipun berbeda konteks, ada pelajaran penting dari Tiongkok yang relevan untuk Indonesia. Pertama, negara harus memiliki ‘grand design’ yang kuat dan terintegrasi. “Digital China” memberi arah yang jelas bagi seluruh institusi negara dalam membangun transformasi digital. Indonesia perlu menyempurnakan roadmap SPBE agar benar-benar menjadi peta jalan nasional yang mengikat lintas sektor.

Kedua, kolaborasi dengan sektor swasta harus dibingkai dalam regulasi yang adil dan akuntabel. Kita bisa menumbuhkan ekosistem GovTech lokal dengan menciptakan pasar melalui skema ‘GovTech Sandbox’, insentif inovasi daerah, atau e-Gov Innovation Challenge.

Ketiga, prinsip transparansi dan partisipasi warga harus menjadi fondasi. Di sinilah letak perbedaan mendasar dengan China. Sebagai negara demokratis, Indonesia tidak boleh menjadikan GovTech sekadar alat efisiensi administratif, tetapi sebagai medium baru untuk memperkuat akuntabilitas publik dan pelayanan yang responsif.

Momen Strategis Indonesia

Saat ini adalah momen strategis bagi Indonesia. Pemimpin sudah lebih dari 100 hari bekerja, dan reformasi birokrasi digital menjadi salah satu agenda prioritas. GovTech dapat menjadi alat untuk menciptakan layanan publik yang lebih cepat, murah, dan mudah diakses. Tapi, ia juga bisa menjadi alat kontrol dan diskriminasi jika tidak disertai rambu hukum yang kuat dan budaya pemerintahan yang inklusif.

Karena itu, arah kebijakan GovTech ke depan harus meletakkan warga negara sebagai pusatnya—'citizen-centric digital government’, bukan sekadar ‘state-centric automation’.

GovTech bukan tujuan akhir. Ia adalah alat. Dan seperti semua alat dalam pemerintahan, dampaknya tergantung pada siapa yang menggunakannya, untuk siapa ia dirancang, dan bagaimana masyarakat dapat mengawasinya.

***

*) Oleh : Munawir Aziz, Penerima Beasiswa AIFIS untuk Studi dan Riset di Amerika Serikat, Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom (2020-2023).

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.