https://malang.times.co.id/
Opini

Masih Perlukah Membentuk Badan Legislasi Nasional?

Kamis, 10 April 2025 - 12:34
Masih Perlukah Membentuk Badan Legislasi Nasional? Nur Fauzi Ramadhan, S.H., Co Founder dan Direktur Desk Polhukam di Asah Kebijakan Indonesia.

TIMES MALANG, JAKARTA – Salah satu janji Presiden Jokowi pada debat Capres 2019 ialah membentuk suatu badan tersendiri guna mengatasi saling tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal tersebut kemudian diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang tersebut mengubah sejumlah prosedur dalam seluruh tahapan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk mengakomodasi ide untuk membentuk lembaga/badan yang mengurusi pembentukan peraturan perundang-undangan di internal pemerintahan baik pusat maupun daerah. Kendati begitu, hingga periode kedua Jokowi berakhir, ide tersebut tidak pernah terealisasikan.

Ide tersebut sempat mengemuka kembali ketika periode awal Presiden Prabowo. Yusril Ihza Mahendra yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan mengemukakan ide tersebut saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Legislasi DPRRI pada (11/02) lalu. 

Menurutnya, badan tersebut akan menjadi mitra kerja Badan Legislasi di DPR yang bertugas untuk mengkoordinasikan pembentukan suatu rancangan undang-undang.

Masalah Pembentukan Perundang-Undangan

Kajian tentang tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan terutama di tingkatan peraturan teknis dan peraturan daerah menjadi sorotan sejumlah pakar dan lembaga pemantau proses legislasi. 

Pada tahun 2019, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) merilis sebuah penelitian yang menggambarkan permasalahan proses legislasi di Indonesia. Berdasarkan hasil riset tersebut, terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya tumpang tindih peraturan perundang-undangan berdasarkan pada praktik yang terjadi. 

Beberapa faktor tersebut diantaranya: tidak sinkronya antara program legislasi nasional (Prolegnas) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), kecenderungan pemerintah untuk membentuk undang-undang sebagai solusi dari sebuah permasalahan, absennya mekanisme monitoring dan evaluasi perundang-undangan secara terintegrasi, dan tidak adanya otoritas tunggal yang bertanggungjawab melakukan manajemen regulasi.

Selain terjadinya tumpang tindih aturan, masalah lain adalah terjadinya hyper regulation. Efek domino dari fenomena tersebut ialah terjadinya kebingungan di tingkatan pelaksana kebijakan, masyarakat luas, termasuk pula pelaku usaha.

Padahal, salah satu kritik berkaitan dengan iklim investasi dan berusaha di Indonesia ialah regulasi yang saling tumpang tindih dan berbelit-belit.

Menyelesaikan atau Menjadi Masalah Baru?

Banyak pihak yang menilai bahwa ide pembentukan badan legislasi nasional tersebut sebagai ide yang terlambat. Terlebih apabila melihat realitas yang terjadi dalam awal masa pemerintahan Presiden Prabowo.

Pertama, niat untuk menyelesaikan masalah tumpang tindih peraturan mendapatkan tantangan dari adanya tumpang tindih lembaga. Saat ini, setidaknya ada empat kementerian/lembaga yang memiliki fungsi pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan dan pengundangan yakni: Kementerian Hukum, Bappenas, Kementerian Sekretariatan Negara, dan khusus untuk peraturan daerah yang dikoordinasikan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Tentu membuat satu lembaga yang menjalankan ataupun mengkoordinasikan fungsi pembuatan perundang-undangan mulai dari perencanaan hingga pengundangan bukanlah hal yang mudah. Terlebih, secara politis harus menghadapi ego sektoral dari masing-masing lembaga.

Oleh karenanya, menjadi rasional ide untuk membentuk lembaga yang setara dengan kementerian atau setidak-tidaknya bertanggungjawab langsung kepada Presiden.

Kedua, pemerintahan Presiden Prabowo dewasa ini dinilai terlalu membuat kementerian yang sangat gemuk. Hal tersebut membuat anggapan birokrasi yang semakin tidak efektif semakin menguat.

Di lain sisi, adanya efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah menjadikan alokasi anggaran ke tiap-tiap kementerian dan lembaga semakin menyusut. Tentu hal demikian akan menjadi permasalahan dan sorotan bagi pemerintahan Presiden Prabowo untuk membentuk lembaga baru.

Ketiga, pemerintahan Prabowo juga perlu memikirkan secara masak mengenai target yang akan dilakukan dari lembaga baru tersebut. Sebab, persoalan tumpang tindih peraturan dan hyper regulation bukan hanya terjadi di tingkat nasional, akan tetapi masalah demikian terjadi di level daerah dalam konteks pembentukan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

Pemerintah perlu memikirkan apakah fokus lembaga legislasi nasional yang baru ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan di tingkat pusat ataukah juga menyelesaikan permasalahan perundang-undangan di tingkat daerah? Tentu hal demikian juga perlu memperhatikan konteks semangat otonomi daerah.

Terakhir, poin yang paling penting ialah apakah dengan dibentuknya lembaga baru tersebut dapat mengatasi permasalahan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia? Atau sebaliknya, dengan dibentuknya lembaga baru tersebut justru menimbulkan barrier baru dalam proses pembentukan perundang-undangan di Indonesia?

Dalam hal ini, menurut saya pemerintah dapat memilih untuk melakukan satu dari dua pendekatan. Pertama, dengan membentuk satu lembaga legislasi nasional tersendiri di bawah dan langsung bertanggungjawab pada Presiden dengan menggabungkan fungsi seluruh tahapan pembentukan perundang-undangan yakni perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan, dan pengesahan. 

Risikonya, pilihan ini pilihan yang tidak populis dan praktis sebab berkonsekuensi pada semakin gemuk jumlah kementerian/lembaga terutama di saat efisiensi. Di lain sisi, tantangan akan muncul apabila terdapat aturan yang menurut ketentuan saat ini seperti Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden diprakarsai oleh kementerian/lembaga justru akan ditarik kewenangannya oleh badan legislasi nasional. 

Tentu pemerintah harus menyiapkan strategi, apabila memutuskan untuk mengambil pilihan demikian, maka tidak akan menimbulkan tumpang tindih antara kewenangan pembentukan dan isi dari undang-undang tersebut.

Pilihan kedua dengan melakukan penguatan lembaga yang ada. Pemerintah dengan segala atribut kewenangannya, dapat memperkuat peran dan fungsi lembaga terkait terutama yang memegang proses perencanaan, monitoring, dan evaluasi. 

Pilihan demikian terdengar lebih realistis mengingat arah politik anggaran yang diambil oleh pemerintahan Prabowo di tahun pertamanya berkuasa ialah melakukan efisiensi. Tentu dengan dibentuknya lembaga baru akan semakin membengkaknya anggaran yang tersedia. 

Menurut saya ide untuk membentuk Badan Legislasi Nasional adalah ide yang telat, akan tetapi belum tentu basi. Langkah pemerintah untuk menghidupkan kembali wacana pendirian badan legislasi nasional memang butuh pertimbangan dan kajian lebih lanjut, tetapi jangan dibuat berlarut. 

Agar energi ke depannya tidak berhenti soal kelembagaan yang memegang fungsi legislasi, melainkan jauh dari itu, bagaimana menciptakan regulasi yang memiliki pareto maksimal dan tetap berperspektifkan kebermanfaatan masyarakat, melindungi hak asasi manusia, namun tetap menjamin iklim berusaha.

***

*) Oleh : Nur Fauzi Ramadhan, S.H., Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.