TIMES MALANG, GERSIK – Mengutip alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni “Untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia.”
Apa yang dirumuskan dalam Grundnorm inilah, adalah apa yang disebut tujuan bernegara Indonesia. Secara tegas, konstitusi juga menggariskan kedaulatan rakyat sebagai prinsip dasar terbentuknya negara Republik Indonesia.
Setelah itu, baru konstitusi bicara perihal perangkat-perangkat dan hal lain untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satunya, partai politik. UUD 1945 memberi peran konstitusional kepada partai politik. Misal, dalam Pasal 22E ayat (3) yang menyatakan bahwa peserta Pemilu DPR dan DPD adalah partai politik.
Pasal 6A ayat (2) yang menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik. Tapi sebelum itu. Penting dipahami, konstitusi mengatur bahwa pemegang kekuasaan pemerintahan adalah Presiden (Pasal 4).
Sebagai sebuah staatsfundamentalnorm, UUD 1945 juga mengatur secara prinsipil struktur penyelenggaraan negara. Mulai MPR, DPR, DPD, Kekuasaan Kehakiman, Kementerian, termasuk Pemerintah Daerah.
Pasal 18 ayat (2), “Pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” Lebih lanjut, ayat (5), “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.”
Artinya, meskipun kepala daerah dipilih secara demokratis, melalui jalur partai politik, dan memiliki legitimasi terpilih oleh rakyat di daerah, tapi Pasal 1 UUD 1945 sangat jelas memberi pondasi secara mendasar dalam prinsip bernegara, bahwa negara Indonesia adalah negara kesatuan.
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Artinya, tidak ada kedaulatan rakyat yang parsial, melainkan dalam bingkai kesatuan negara Republik Indonesia.
UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat, aspirasi, dan keterbukaan selanjutnya tentu memerlukan partai politik sebagai sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi.
Pasal 10 ayat (1) UU No 2/2008 tentang Partai Politik, menjabarkan tujuan daripada partai politik. Pertama, mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Kedua, menjaga dan memelihara keutuhan negara.
Ketiga, mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam prinsip negara kesatuan. Keempat, mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pasal 11 ayat (1) huruf e UU No 2/2008, selanjutnya mengatur, bahwa partai politik berfungsi sebagai rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi. Termasuk untuk jabatan kepala dan wakil kepala daerah.
Pasal 29 ayat (1) UU No 2/2011 tentang Perubahan UU No 2/2008, memperinci bahwa partai politik melakukan rekrutmen terhadap warga negara untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD, bakal calon Presiden dan Wakil Presiden, dan kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Dengan begitu sangat jelas. Sebagaimana disampaikan di atas, partai politik adalah salah satu pilar demokrasi. Ia penting, bahkan sangat penting. Karena sebagai sebuah sistem yang memproduksi kader-kader pemimpin melalui keterpilihan politik.
Namun sepenting apapun partai, ia pun tetaplah sebuah instrumen dalam konstruksi bernegara yang dirumuskan konstitusi. Sehingga partai politik bukanlah sebuah tujuan, melainkan salah satu sarana, perangkat, untuk mencapai tujuan bernegara.
Karena itu, tidak boleh partai politik justru bertindak seolah menjadi negara dalam negara. Benar partai politik memiliki independensi, atau apa yang disebut politisi PDIP Said Abdullah sebagai ‘urusan internal’.
Tapi ketika dalam konteks bestuurzorg, kepala daerah dari unsur partai manapun, ia harus dalam sebuah harmoni dengan pemegang kekuasaan pemerintahan, yakni Presiden. Tidak ada raja-raja kecil.
Demokrasi di daerah adalah dalam kerangka negara kesatuan. Bukan parsial. Pasal 7 ayat (2) UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah mengatur, “Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan Pusat dan Daerah.”
Pasal 5 UU No 23/2014, menjelaskan bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut kemudian diuraikan dalam berbagai urusan pemerintahan.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan. Pasal 6 selanjutnya mempertegas, “Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan.”
Dengan demikian, kegiatan yang mempertemukan antara Presiden dan Pemerintah Pusat dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota, apapun itu namanya, dirangkai dalam konsep outdoor maupun indoor, tentu tak lain harus dimaknai sebagai usaha menarik satu garis atau mendekatkan kerangka berpikir penyelenggaraan pemerintahan dalam upaya mewujudkan tujuan bernegara.
Yakni melindungi, melayani, dan memajukan kesejahteraan umum rakyat. Untuk itu akan selalu dibutuhkan, pentingnya duduk bersama antara penyelenggara pemerintahan pusat dengan daerah.
Bukan hanya soal anggaran perimbangan pusat dengan daerah, yakni DAU, DAK, atau nomenklatur perimbangan fiskal lain yang diatur peraturan perundangan-undangan.
Tapi yang lebih penting dari itu, adalah satu arah, satu garis, dan linieritas dalam membaca dan memahami prioritas pembangunan. Terlebih di tengah kondisi tantangan penganggaran.
Dalam politik anggaran dan kebijakan, mengarahkan dan mengagregatkan sumberdaya adalah kunci strategis keberhasilan mencapai tujuan daripada program dan kebijakan.
Seringkali inilah yang menjadi tantangan besar. Tidak usah jauh-jauh antara daerah dengan pusat. Antara daerah dengan desa saja, yang Bupati setiap hari bisa bertemu kepala desa, masih sering ditemukan terjadi kontradiksi prioritas pembangunan.
***
*) Oleh : Faiz Abdalla, Juara 1 Karang Taruna Berprestasi Provinsi Jawa Timur 2022.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |