https://malang.times.co.id/
Opini

Penjara Ekonomi Kerakyatan

Rabu, 12 November 2025 - 20:08
Penjara Ekonomi Kerakyatan Andriyady, SP., Penulis dan Pengamat Sosial Politik.

TIMES MALANG, MALANG – Istilah ekonomi kerakyatan sering kita dengar dalam pidato pejabat, visi partai politik, hingga janji kampanye calon kepala daerah. Kata “kerakyatan” terasa indah, seolah menjadi jaminan bahwa ekonomi akan berpihak pada rakyat kecil, pada petani, nelayan, dan pelaku usaha mikro. Namun dalam praktiknya, jargon ini justru menjelma menjadi penjara baru bagi rakyat. Ekonomi yang seharusnya membebaskan, kini justru membatasi.

Kita hidup di tengah ironi: negara yang kaya sumber daya alam, namun rakyatnya tetap bergelut dengan kemiskinan struktural. Konsep ekonomi kerakyatan yang seharusnya menjadi jalan tengah antara kapitalisme dan sosialisme, malah berhenti di tataran retorika. 

Di level kebijakan, yang berjalan bukan semangat pemberdayaan rakyat, melainkan industrialisasi tanpa arah yang dikendalikan segelintir pemilik modal besar.

Lihat saja bagaimana nasib petani. Setiap musim panen, harga anjlok, pasar dikuasai tengkulak, dan subsidi pertanian tak pernah tepat sasaran. Di sisi lain, impor pangan tetap digelontorkan atas nama stabilisasi harga. 

Sementara nelayan, yang menggantungkan hidupnya pada laut, harus berhadapan dengan regulasi rumit, bahan bakar mahal, dan kebijakan yang sering berubah-ubah. Rakyat kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi justru menjadi objek penderita dari sistem ekonomi yang katanya pro-rakyat.

Ironisnya lagi, kebijakan pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan seringkali justru memperdalam kesenjangan. Proyek infrastruktur megah memang tampak menawan di layar televisi, tapi tak jarang mengorbankan tanah rakyat, menggusur ruang hidup, dan menyingkirkan mereka dari akses ekonomi. Growth without equity pertumbuhan tanpa pemerataan adalah bentuk nyata dari penjara ekonomi hari ini.

Kita pun menyaksikan bagaimana financial technology dan sistem digitalisasi ekonomi, yang katanya membuka peluang baru bagi UMKM, justru menjerumuskan sebagian masyarakat ke dalam jerat hutang baru. 

Kredit mikro dengan bunga tinggi, pinjaman online, dan skema “bantuan usaha” sering kali hanya menambal luka lama: rakyat tetap miskin, hanya caranya kini lebih modern dan sistematis.

Pemerintah memang kerap menggaungkan program pemberdayaan. Namun dalam banyak kasus, yang diberdayakan bukanlah rakyat, melainkan program itu sendiri sekadar proyek yang berputar di antara elite birokrasi dan konsultan. Sementara rakyat, lagi-lagi, hanya menjadi data statistik untuk laporan keberhasilan.

Penjara ekonomi kerakyatan bukanlah penjara fisik dengan jeruji besi, melainkan sistem yang membatasi ruang gerak rakyat untuk menentukan nasib ekonominya sendiri. 

Ketika akses terhadap modal, teknologi, dan pasar dikendalikan oleh segelintir elite ekonomi, maka rakyat kecil hanya menjadi pekerja dalam sistem yang tidak mereka ciptakan.

Sudah saatnya kita membongkar penjara ini. Ekonomi kerakyatan tidak boleh berhenti sebagai jargon politik. Ia harus dihidupkan sebagai gerakan moral dan kultural. Negara harus berperan bukan hanya sebagai regulator, tapi juga protector yang memastikan rakyat kecil tidak ditindas oleh mekanisme pasar yang kejam.

Kita membutuhkan sistem ekonomi yang memberi ruang pada partisipasi komunitas, koperasi yang benar-benar hidup, dan kebijakan fiskal yang berpihak pada produksi rakyat, bukan pada rente birokrasi. Karena tanpa itu semua, istilah ekonomi kerakyatan akan terus menjadi pepesan kosong indah di bibir pejabat, tapi menyakitkan di perut rakyat.

Jika rakyat tak bisa menentukan harga hasil taninya, tak memiliki akses ke modal tanpa riba, dan tak bisa menjual hasil lautnya tanpa melalui tengkulak, maka sejatinya mereka masih terpenjara. Bukan di balik jeruji besi, melainkan dalam sistem ekonomi yang membungkam keadilan.

***

*) Oleh : Andriyady, SP., Penulis dan Pengamat Sosial Politik.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.