https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Pemilu 2024, Korupsi, dan Demokrasi Subtansial

Rabu, 22 Maret 2023 - 10:41
Pemilu 2024, Korupsi, dan Demokrasi Subtansial Patrisius Eduardus Kurniawan Jenila, Alumnus Universitas Merdeka Malang; Penerbit buku rohani Obor, Jakarta.

TIMES MALANG, MALANG – Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu cirri khas negara demokrasi.  Pada negara demokrasi, Pemilu tidak hanya sebagai ritus pesta rakyat. Melainkan, Pemilu merupakan suatu proses di mana rakyat memiliki hak dan kewajiban politik yang setara. Kesetaraan itu tidak hanya sebatas berpartisipasi dalam memilih dan dipilih, namun rakyat punya akses, kesempatan, dan hak yang sama di dalam menentukan gerak pembangunan. Di titik ini, Pemilu harus menciptakan ruang kesetaraan itu. 

Tentu saja, pengalaman Pemilu pasca reformasi (2004, 2009, 2014, dan 2019) belum menunjukan ke arah ini. Tidak heran, beberapa kebijakan pembangunan kerap kurang melibatkan partisipasi rakyat, baik karena adanya unsur kekuasaan yang mencegat partisipasi itu, maupun karena ‘kesadaran politik’ rakyat yang tidak mau tahu dengan pembangunan. Sikap dan pemikiran yang terakhir ini biasanya kerap mendominasi ruang politik, yang diproduksi dan direproduksi demi melegitimasi bahwa rakyat itu sesungguhya tidak mau tahu. 

Situasi demikian yang melahirkan banyak problem pasca Pemilu. Misalnya, rakyat merasa tidak dilibatkan dalam perencanaan pembangunan dan terpinggirkan. Kondisi semacam ini yang kemudian memunculkan narasi, Pemilu hanya sebagai alat mencari kuasa bagi mereka yang punya uang untuk berkuasa. Ironisnya lagi, narasi semacam ini justru menemukan relevansi dalam praktiknya ketika korupsi semakin merajalela dalam tubuh birokrasi dan institusi negara. 

Masalah Korupsi

Berdasarkan data yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII), skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 mengalami penurunan dari 38 menjadi 34. Bahkan, peringkat Indonesia terjun bebas, dari 96 menjadi 110 (ICW, 01/02/2023). Ini menunjukan bagaimana sebetulnya praktik korupsi masih menjadi masalah yang serius dalam demokrasi Indonesia pasca reformasi. Transisi demokrasi ternyata tidak menyapu bersih praktik korupsi, melainkan tetap terpelihara yang akhirnya merugikan negara. 

Masalah korupsi inilah yang menjadi tantangan bagi pemimpin negara ke depan. Presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan kerap menggembar-gemborkan pemberantasan korupsi. Namun, sayangnya sejauh ini masalah korupsi tetap menjadi masalah di Indonesia. Bahkan, korupsi telah masuk dan bersarang dalam institusi negara. Lembaga penegak hukum, seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) serta lembaga peradilan di bawahnya, justru terjerat masalah korupsi. 

Karena itu, di tengah tahun politik menuju panggung Pemilu 2024 ini harus mengedepankan agenda pemberantasan korupsi. Tentu agenda ini tidak terbatas pada rencana, wacana, dan kalkulasi politik yang kerap dimainkan dalam Pemilu. Tetapi, perlu ada sikap serius dari berbagai aktor, terutama mereka yang menjadi calon dalam pesta demokrasi tahun 2024. Konsistensi dalam pemberantasan korupsi dari setiap peserta Pemilu inilah yang tentu sangat dibutuhkan. 

Masalahnya, politik elektoral di Indonesia menurut beberapa studi, misalnya, Burhanuddin Muhtadi (2020) menunjukan bagaimana politik elektoral pasca Orde Baru rentan dibajak politik uang. Ironisnya, politik uang (money politic) kerap menjadi strategi menambang dukungan dari pemilih. Secara otomatis, dengan mengandalkan politik uang demi mendapatkan dukungan dan simpati politik masyarakat, hasilnya adalah pemimpin yang cenderung koruptif dan abuse of power. 

Masalah seperti ini sudah mengakar dalam struktur politik di Indonesia. Korupsi di lingkaran kekuasaan melahirkan banyak problem. Misalnya, pembangunan negara yang tidak berjalan optimal. Bahkan, praktik korupsi justru melahirkan ketimpangan sosial dan ekonomi yang sedemikian tajam dan kemiskinan. Terutama ini dihadapi oleh masyarakat miskin dan rentan, yang akses kesejahteraannya dicaplok oleh pemimpin korup. 

Dalam usaha mengikis masalah semacam ini, hemat saya, memerlukan berbagai upaya serius dalam menangani masalah korupsi. Gagasan demokrasi subtansial, hemat saya, penting dimajukan kembali di tahun politik menuju panggung Pemilu 2024. Sehingga, Pemilu tidak bernuansa pengerasan identitas, melainkan gagasan demi kemajuan bangsa. 

Demokratisasi Subtansial

Dalam buku, Politisasi Demokrasi, Politik Lokal Baru (Harris, Stokke, and Tornquist, eds), Tornquist (2005) mengemukakan gagasan demokrasi subtansial melalui tulisannya yang berjudul, Defisit Politik Demokratisasi Subtansial. Sebagaimana dicatat Tornquist, demokratisasi subtansial adalah ketika aktor penting dengan konstituen rakyat menemukan bahwa cara terbaik untuk mempengaruhi masalah kepedulian bersama dalam masyarakat adalah memerangi dan membangun hak-hak serta lembaga pro-demokrasi yang signifikan, di mana warganegara mempunyai kemungkinan dan kapasitas untuk menggunakannya. 

Melalui demokratisasi subtansial, aktor (calon) dan masyarakat secara bersama-sama menyelesaikan masalah korupsi. Di sini penting ditekankan ialah, keterlibatan melalui kolaborasi di antara aktor terkait dan masyarakat akan mebawa efek yang signifikan dalam menangani masalah korupsi. Dalam terang ini, masalah korupsi memerlukan perhatian bersama, yang didalamnya masyarakat dan pemimpin punya semangat memajukan ruang demokrasi dan fasilitas-fasilitasnya demi kepentingan bersama. 

Sementara itu, yang juag penting ialah, adanya lembaga yang melibatkan partispasi publik dan publik memakai lembaga itu, maka akan mendorong agenda demokrasi semakin kelihatan dan dirasakan. Melalui lembaga yang disebut Tornquist ‘lembaga pro demokrasi’, maka memungkinkan masyarakat punya kesempatan dalam memerangi masalah korupsi, serta terlibat dalam perencanaan pembangunan.

***

*) Oleh: Patrisius Eduardus Kurniawan Jenila, Alumnus Universitas Merdeka Malang; Penerbit buku rohani Obor, Jakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

Pewarta :
Editor : Bambang H Irwanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.