https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Maraknya LGBT di Gorontalo

Sabtu, 14 September 2024 - 08:11
Maraknya LGBT di Gorontalo Hafiz Aqmal Djibran, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang dan Ketua Umum HPMIG Cab. Malang periode 2023-2024

TIMES MALANG, MALANG – Baru saja Gorontalo dihebohkan dengan kabar event LGBT yang akan diadakan di bumi Serambi Madinah ini. Seruan penolakan pun muncul dari kalangan Masyarakat maupun lembaga agama. Tak heran, julukan “Serambi Madinah” yang disematkan pada Gorontalo sejak puluhan tahun lalu menjadi alasan penolakan kegiatan penyimpangan tersebut. 

Namun jika kita telaah lebih dalam, ruang LGBT di Gorontalo sudah terjadi dari dulu di bumi “Serambi Madinah” ini. Penyimpangan LGBT di masyarakat Gorontalo pada realitanya sudah dinormalisasi khususnya kalangan anak muda. Tentunya event yang baru saja menghebohkan Masyarakat adalah bom waktu yang meledak hari – hari ini. 

Sebelum meluapkan keresahan ini alangkah bijaknya saya ingin mengingatkan pepatah “mencegah lebih baik daripada mengobati”. Sebuah pepatah lama yang masih relevan dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika pepatah tersebut kita kaitkan dengan konteks masalah saat ini, tentunya bisa mengambil Kesimpulan bahwa penolakan event LGBT yang kita lakukan hari ini sekedar mengobati saja. 

Kenapa? Karena masyarakat Gorontalo khususnya anak muda sudah menormalisasi hal menyimpang ini. Jika kita tutup mata dan tutup telinga atas maraknya LGBT di Gorontalo, bisa dipastikan kegiatan kaum menyimpang yang baru saja kita tolak hari ini akan terjadi di kemudian hari. Saya akan jabarkan apa-apa saja praktik normalisasi LGBT yang entah secara sadar atau tidak sadar kita lakukan.

Pertama, contoh nyata normalisasi LGBT di Gorontalo saat kegiatan lomba 17 agustus. Pada umumnya organisasi masyarakat/karang taruna mengadakan kegiatan lomba baris berbaris atau sering disebut lomba gerak jalan. Hal yang tidak biasa adalah lomba ini diisi oleh peserta kaum LGBT/Waria. Tontonan tak wajar dilakukan secara gamblang dan bebas di jalanan Kota Gorontalo dalam kegiatan lomba tersebut. 

Dengan gaya berpakaian yang tak senonoh dan digunakan oleh kaum waria, hal ini jelas bagian dari normalisasi LGBT. Anehnya lagi kegiatan lomba tersebut diadakan setiap tahun dengan konsep yang sama. Tontonan yang dianggap menghibur masyarakat namun nyatanya ini menjadi bagian dari ruang LGBT untuk berekspresi agar diterima sebagai norma masyarakat. 

Kedua, normalisasi LGBT dengan memberi mereka ruang untuk berkarya. Media sosial tentunya menjadi faktor krusial dari propaganda kaum LGBT agar diterima di masyarakat. Hal ini terpampang nyata saat kaum LGBT dipercaya mempromosikan penjualan produk dan jasa atau dikenal dengan sebutan brand ambassador disingkat BA. 

Dalam komunikasi pemasaran, penentuan BA harus sesuai dengan target pasar yang akan menggunakan produk dan jasa yang dijual. Tentunya sebuah perusahaan produk sudah melakukan riset pasar sebelum menentukan BA-nya. 

Namun jika akhirnya yang menjadi BA adalah kaum LGBT, patut dipertanyakan apakah target produk dan jasa tersebut adalah audiens/masyarakat yang tidak lagi mempermasalahkan LGBT. Normalnya di Gorontalo, banyak perusahaan produk dan jasa yang memberdayakan kaum LGBT sebagai BA dalam mempromosikan produk maupun jasanya. 

Jika kita menggunakan teori komunikasi pemasaran, apakah audiens/masyarakat Gorontalo telah menganggap kaum LGBT adalah sesuatu yang normal? Ataukah perusahaan produk dan jasa telah melakukan kesalahan dalam riset pasar?. Hal tersebut lagi-lagi menjadi bagian dari ruang LGBT untuk berekspresi agar diterima sebagai norma masyarakat. 

Kembali di narasi awal saya terkait kegiatan LGBT yang membuat heboh masyarakat merupakan bom waktu yang dari dulu sudah dipersiapkan meledak hari ini. Jika pencegahan dilakukan dari awal, tentunya kaum LGBT tidak akan seberani hari ini mengadakan kegiatan khusus mereka di bumi “Serambi Madinah”. 

Dalam arti lain, praktik normalisasi yang sudah saya uraikan diatas menjadi alibi bagi kaum LGBT yang dengan sangat berani melakukan penyimpangan lebih besar (mengadakan event khusus LGBT) di Gorontalo. 

Penolakan hari ini merupakan Langkah konkret untuk memberantas kaum LGBT di Gorontalo. Alangkah lebih baik lagi kita Masyarakat Gorontalo melakukan pencegahan (bertindak sebelum kejadian), bukan mengobati (bertindak setelah kejadian).

Pentingnya para pemangku kebijakan ataupun Lembaga Pendidikan mengadakan sosialisasi terkait pencegahan LGBT di Gorontalo sudah seharusnya dilakukan saat ini. Mengingat semakin maraknya normalisasi penyimpangan LGBT di Gorontalo hari ini diambang kekhawatiran. Bahkan lebih dari itu, bibit-bibit kaum LGBT muncul di Lembaga Pendidikan jenjang SMA.

***

*) Oleh : Hafiz Aqmal Djibran, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang dan Ketua Umum HPMIG Cab. Malang periode 2023-2024.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.