Kopi TIMES

Hate Speech Hati-hati Menggunakan Jarimu

Jumat, 18 Juni 2021 - 18:38
Hate Speech Hati-hati Menggunakan Jarimu Firawati Dehani Pancalika, Mahasiswa Semester 8 Fakultas FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi UMM

TIMES MALANG, MALANGINDONESIA pertama kali mengkonfirmasi kasus Covid-19 pada Senin 2 Maret 2020 dengan 2 pasien positif Covid-19. Setelahnya, jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia terus bertambah setiap harinya. Namun pemerintah tidak menetapkan lockdown yang dianggap menjadi salah satu alternatif yang baik diambil untuk mengatasi kasus wabah Covid-19 di berbagai negara.

Pemerintah lebih memilih kebijakan Penetapan pembatasan sosial dalam skala besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran Covid-19. Dalam upaya untuk memulihkan roda ekonomi agar bisa kembali berjalan normal, Pemerintah Indonesia meminta masyarakat untuk menjaga produktivitas di tengah pandemi Covid-19 dengan tatanan kebiasaan dan perilaku yang baru berbasis pada adaptasi untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat yang disebut new normal.

Terkait penanganan virus corona, pemerintah juga mengatur soal pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro. Hampir sama dengan PSBB, PPKM Skala mikro juga merupakan kebijakan yang membatasi kegiatan-kegiatan masyarakat seperti bekerja, beribadah, bersekolah, wisata dan lainnya agar tidak menyebabkan peningkatan penyebaran Covid-19.

Dari pembahasan diatas, pandemi Covid-19 tentu memiliki dampak yang sangat besar bagi masyarakat di dunia khususnya di Indonesia sendiri. Dampak yang paling dirasakan oleh semua orang adalah pembatasan interaksi antara satu orang dengan yang lain. Meski penggunaan media massa baik cetak maupun online memang sudah cukup tinggi, namun adanya pandemi membuat penggunaan media online semakin jauh meningkat.

Penggunaan media massa khususnya berbasis online atau internet pada tahun 2020 telah mencapai 196,7 juta atau 73,7 dari populasi. Bahkan, jumlah tersebut terus meningkat hingga pada awal 2021, Platform manajemen media sosial HootSuite dan agensi marketing We Are Social merilis jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta atau 73,7 persen dari total populasi sebesar 274,9 juta jiwa.

Dalam jumlah tersebut, orang Indonesia suka mengakses media sosial yang jumlahnya mencapai 170 juta jiwa. Rata-rata waktu yang dihabiskan untuk mengakses media sosial adalah 3 jam 14 menit setiap hari.

Media sosial memang merupakan saluran informasi dan media komunikasi yang sangat mudah diakses dan dimiliki oleh semua orang. Cukup dengan menggunakan nomor atau email, setiap orang dapat memiliki akunnya sendiri. Disebutkan juga bahwa dari total 274,9 juta penduduk di Indonesia, 202,6 juta di antaranya telah menggunakan media sosial.

Jumlah tersebut menunjukkan bahwa hampir seluruh dari penduduk Indonesia saling berinteraksi dan berbagi informasi melalui media sosial. Adapun tiga jejarin media sosial yang paling populer atau sering digunakan yakni WhatsApp, Facebook, dan Instagram.

Untuk platform Instagram sendiri, jumlah penggunanya di Indonesia telah mencapai 85 juta jiwa. Instagram menjadi salah satu media sosial yang digemari karena banyak berisikan konten-konten baik video atau foto dari seluruh pengguna didunia yang menarik untuk dilihat.

Pengguna juga bisa membagikan video atau foto yang dimiliki untuk diperlihatkan kepada masyarakat luas. Tidak jarang, Instagram juga menjadi platform untuk menginformasikan berita terbaru serta menjadi media promosi kepada masyarakat.

Banyaknya postingan yang ada pada Instagram tentu memancing komentar beberapa orang yang melihatnya. Berasal dari latar belakang yang berbeda dan memiliki prespektif yang beragam, tentunya menimbulkan adanya pendapat atau penilaian yang positif maupun negatif. Kebebasan berpendapat yang ada terkadang menimbulkan polemik jika tidak memiliki batasan.

Media sosial Instragram juga bisa disalahgunakan untuk meluapkan emosi, menyebar berita palsu, menjatuhkan orang lain, bahkan menyebar kebencian kepada orang lain atau suatu kelompok. Hal ini marak terjadi khususnya pada kalangan public figure yang menjadi sorotan banyak orang dan dipaksa untuk tampil sempurna agar terhindar dari komentar buruk.

Adanya presepsi yang sangat beragam dari netizen, dapat memunculkan komentar negatif hingga berujung menyebar kebencian atau hate speech.

Ujaran kebencian atau hate speech merupakan tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain.

Salah satu kasus ujaran kebencian yang juga berujung penghinaan dan pencemaran nama baik sempat melibatkan artis tanah air Ruben Onsu. Tidak menimpa dirinya secara pribadi, kasus hate speech tersebut mengarah ke Betrand Peto, anak angkat dari Ruben dan Sarwendah. Kasus tersebut bermula dari netizen yang kurang menyukai Betrand, hingga akhirnya membuat akun sosial Instagram Bernama “Betrandpeto_babi”.

Adapun didalam postingan akun tersebut berisikan foto dan video wajah Betrand Peto yang diedit hingga mirip seperti babi. Selain itu, pelaku juga berkata kasar dan menyebarkan ujaran kebencian melalui video dengan menyebut Betrand sebagai anak pungkut yang dulunya hanya sebagai pengaman dengan penampilan dekil.

Namun faktanya, kasus tersebut bukanlah yang satu-satunya. Masih banyak ujaran kebencian yang diterima oleh Betrand Peto, hingga Ruben Onsu sempat melaporkan 10 akun ke kepolisian terkait pencemaran nama baik melalui media elektronik atau fitnah dan penistaan.

Dari kasus tersebut, salah satu hukum media yang dilanggar oleh pelaku yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”). Pengenaan sanksi hate speech yang dilakukan di media sosial dapat didasarkan pada Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016 sebagai berikut:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Kegiatan pelaku pada kasus Betrand dapat diartikan sebagai kasus ujaran kebencian atau disebut hate speech yang merupakan suatu tindakan yang merugikan orang lain, dan bisa dikatakan sebagai suatu tindak pidana karena telah sesuai memenuhi pengertian maupun unsur tindak pidana.

Pelaku telah melakukan penyebarluasan hate speech karena diposting di media sosial Instagram (media elektronik). Adanya postingan tersebut dapat memancing reaksi masyarakat yang lebih luas untuk ikut melakukan penghinaan, sehingga dapat menimbulkan permusuhan antara kelompok yang pro dan kontra. Tidak jarang, ujaran kebencian yang disampaikan juga mengarah ke unsur SARA bahkan fitnah atau hoax.

Berawal dari penyampaian pendapat atau kritikan dengan cara yang salah, pelaku dapat dijerat hukuman pidana penjara 6 tahun dan denda 1 miliar rupiah.

Kasus diatas hanyalah satu dari banyaknya kasus ujaran kebencian yang terdapat di media sosial khususnya Instagram. Sepanjang pandemi Covid-19 di tahun 2020, Tim Siber Polda Metro Jaya telah menangani sebanyak 443 kasus penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian hingga men-take down 1.448 akun media sosial.

Meski begitu, ada hal penting lainnya selain menghukum pelaku atas tindakan hate speech yang dilakukan. Penegak hukum harus menjamin perlindungan hukum bagi korban hate speech dengan memperhatikan berbagai aspek seperti psikis, dan keadaan sosial korban. Hal ini karena dampak kejahatan pasti menimbulkan kerugian yang diderita oleh korban sendiri, maupun oleh pihak lain secara tidak langsung.

Alasan paling umum munculnya tindakan hate speech adalah adanya perbedaan pendapat atau presepsi yang diungkapkan dengan cara yang kurang tepat.

Kurangnya literasi juga membuat sebagian orang mudah sekali percaya dengan berita hoax yang mengandung provokasi. Selain itu, pengetahuan tentang hukum yang kurang, membuat setiap orang merasa berhak menuntut atau menjalankan hak-haknya tanpa memperhatikan hak orang lain. Sering kali, hak kebebasan berpendapat menjadi pembenaran sebagian orang untuk menghina atau menjatuhkan orang lain.

Padahal, hukum di Indonesia khususnya terkait hukum bermedia, telah diatur dengan jelas dan transparan tentang batasan-batasan bermedia.

Karenanya, dengan belajar dari kasus-kasus pencemaran nama baik, ujaran kebencian, fitnah dan sebagainya yang sudah sering terjadi, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam bersosial media dengan lebih memperhatikan batasan-batasan, serta tidak mudah percaya terhadap setiap informasi yang diterima.

Check dan recheck menjadi cara yang tepat untuk menyaring informasi yang ada. Segala bentuk pendapat, kritik, dan saran selalu dibenarkan apabila menggunakan cara yang tepat.

 

***

* Penulis Firawati Dehani Pancalika, Mahasiswa Semester 8 Fakultas FISIP Jurusan Ilmu Komunikasi UMM

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menanyangkan opini yang dikirim.

Pewarta :
Editor : Ardiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.