Kopi TIMES

Modernisasi: Tantangan Terhadap Agama dan Pengaruhnya

Jumat, 24 Maret 2023 - 12:22
Modernisasi: Tantangan Terhadap Agama dan Pengaruhnya Nita Putri Febriani, Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya.

TIMES MALANG, MALANG – Perubahan sosial terjadi pada setiap sendi kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri perubahan sosial merupakan fenomena yang bersifat pakem, artinya perubahan merupakan sesuatu yang pasti terjadi dan tidak terelakkan dalam kehidupan masyarakat. Sebagaimana pernyataan filsuf Yunani Kuno Heraclitus, tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri. Maka dari itu mau tidak mau, suka tidak suka, manusia harus senantiasa menyesuaikan diri terhadap setiap perubahan yang ada.

Modernisasi merupakan satu diantara berbagai bentuk perubahan sosial yang ada di masyarakat. Modernisasi menurut Selo Soemardjan adalah perubahan masyarakat dan kebudayaan dalam seluruh aspeknya dari hal-hal yang bersifat tradisional menuju hal-hal yang bersifat modern. Munculnya modernisasi sendiri tidak terlepas dari sifat manusia yang cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang diperolehnya dan selalu berusaha secara terus-menerus dalam memenuhi kebutuhanya.

Modernisasi dipandang sebagai simbol kemajuan peradaban manusia. Bagaimana tidak, di era modernisasi ini telah terjadi kemajuan secara besar-besaran dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sektor yang paling menonjol dari perkembangan IPTEK akibat modernisasi dapat kita amati dari bidang transportasi dan telekomunikasi. Modernisasi seolah meleburkan batas ruang dan waktu antarnegara. Berbagai penemuan teknologi diberbagai bidang sangat menunjang aktivitas manusia, penemuan-penemuan yang ada mendorong pada efisiensi waktu serta peningkatan produktivitas.

Namun, terlepas dari segala kemudahan dan kontribusi positif yang diberikan modernisasi, kita harus sadar bahwa terdapat dampak negatif yang membayang-bayangi proses sosial tersebut, entah itu dalam bentuk laten maupun manifes. Salah satu bidang yang patut kita soroti  dan kaji lebih dalam di sini misalnya adalah agama. Banyak ahli yang memprediksi bahwa agama akan kehilangan peranya sebagai legitimasi utama di masyarakat ketika dihadapkan dengan modernisasi. Sebab di masa ini peran agama akan digantikan oleh lembaga-lembaga sosial yang dibentuk atas dasar ilmu pengetahuan.

Jika ditinjau dari sejarahnya, modernisasi merupakan produk dari pemikiran di abad pertengahan atau yang sering disebut sebagai Zaman Pencerahan. Salah satu karakteristik di masa itu adalah pengaruh filsafat positivisme yang sangat kuat. Hal ini ditandai dengan begitu dijunjung tingginya ilmu pengetahuan dan cara berpikir ilmiah. Di masa itu pula, kondisi masyarakat secara umum kurang bersahabat dengan agama, bahkan menganggap agama sebagai sesuatu yang wajib dimusuhi atau dicurigai karena dianggap sebagai produk masa lalu yang membatasi kebebasan manusia. Peristiwa masa lalu di sini tentu tidak terlepas dari pengaruh dominasi gereja (agama) yang memegang kendali secara mutlak terhadap kehidupan masyarakat saat itu.

Sayangnya, pandangan semacam ini rupanya terus berlanjut hingga sekarang. Realita yang ada menunjukkan bahwa manusia saat ini benar-benar mulai memisahkan diri dari agama. Ilmu pengetahuan saat ini dianggap sebagai satu-satunya sumber kebenaran yang paling valid. Mulai terlihat perubahan pola pikir yang begitu mendasar pada manusia, dimana timbul keyakinan yang mengunggulkan manusia itu sendiri (Humanisme) dan pandangan yang menganggap manusia sebagai pusat segalanya (antroposentrisme).

Sikap mendewakan pengetahuan dan mengedepankan rasionalitas secara serta-merta menggiring manusia modern pada sikap-sikap agresif dalam mengejar hal-hal duniawi (kemajuan) yang cenderung bersifat materialistik. Mereka mulai lupa bahwa kebutuhan manusia tidak hanya sekedar membutuhkan makan atau diliputi oleh hal-hal yang bersifat kebendaan. Lebih dari itu, manusia membutuhkan kedamaian dan ketentraman jiwa yang mana itu semua bisa diperoleh dari agama.

Gemerlap yang disuguhkan modernisasi berhasil menyilaukan manusia, hal ini tercermin dari berubahnya nilai-nilai masyarakat dimana tolak ukur baik-buruknya sesuatu tidak lagi disandarkan pada ajaran agama, melainkan seberapa banyak harta dan kedudukan yang dimiliki. Kondisi ini berakibat pada merosotnya etika dan moral. Nilai-nilai luhur seperti kasih sayang, solidaritas, kekeluargaan kurang mendapat perhatian. Malahan, justru sikap seperti individualismelah yang paling terlihat menonjol.

Tanpa peran serta agama, manusia tak ubahnya seperti binatang yang hidup seenaknya tanpa ada aturan yang mengontrol. Kehidupan manusia menjadi tidak terkendali dan berpeluang mengarah pada kehancuran peradaban. Sikap materialistik dan tamak yang ingin mengendalikan alam semesta menghantarkan manusia pada pembangunan (usaha penemuan) yang tidak berkesudahan, bahkan tanpa berfikir lebih jauh mengenai dampak yang ditimbulkan.

Sikap manusia yang cenderung was-was atau terkesan mencurigai agama pun sebenarnya juga dapat kita pahami sebagai akibat dari dominasi gereja kala itu. Namun ada yang luput dari perhatian kita, mereka tidak menyadari bahwa tidak semua agama menghambat kemajuan peradaban. Pada dasarnya tidak ada agama yang buruk, semua agama baik dan mengajarkan kebaikan untuk mewujudkan kehidupan yang damai dan harmonis. Ketika ada yang salah di dalam agama itu sendiri (ajaran agama cenderung mengingkari hakikat agama seperti sebagaimana yang kita pahami) sudah tentu jelas permasalahan bukan berada pada agama, melainkan manusia sebagai aktor utama yang menjalankan agama itu sendiri.

Terakhir, pada dasarnya modernisasi merupakan suatu simbol kebanggaan yang menunjukkan kemampuan manusia yang luar biasa. Sikap rasionalisme, dan mengutamakan ilmu pengetahuan ilmiah yang muncul dari kondisi ini juga tidak dapat dipungkiri sangat berpengaruh besar terhadap kemajuan peradaban manusia. Namun, hendaknya manusia harus sadar tentang konsep keseimbangan, dimana sebaik apapun sesuatu yang baik akan menjadi tidak baik jika berlebihan. Semuanya harus dijalankan secara berimbang, dalam hal ini yaitu agama dan ilmu pengetahuan ilmiah.

Manusia tidak bisa hanya bersandar pada kebenaran yang diberikan ilmu pengetahuan karena jika melihat pandangan dari  Thomas S. Kuhn ilmu bukanlah sesuatu yang mempunyai kebenaran sui generis atau objektif karena ilmu pengetahuan sendiri tidak dapat terlepas dari ruang dan waktu.

***

*) Oleh: Nita Putri Febriani, Mahasiswa Sosiologi Universitas Brawijaya.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.