TIMES MALANG, MALANG – Ketua Pengurus Wilayah Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PW RMI NU Jatim) Periode 2024 -2029, KH Abdul Hakim Hidayat berpesan, jangan ada lagi segala bentuk kekerasan di Pondok Pesantren atau lembaga pendidikan Islam. Gus Hakim, sapaannya, menilai hingga saat ini masih kerap ditemui kasus kekerasan yang terjadi di Pondok Pesantren.
Gus Hakim itu menegaskan, pondok pesantren seharusnya menjadi tempat pendidikan adab dan moral yang memberikan harapan bagi masa depan generasi muda. Namun, fakta adanya kekerasan yang terus muncul sangat bertentangan dengan tujuan mulia pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam.
“Kami sangat prihatin dengan banyaknya kasus kekerasan yang terjadi di pondok pesantren. Padahal, pesantren adalah tempat pendidikan adab dan moral, tempat membangun masa depan anak-anak kita. Ketika terjadi kekerasan, ini menjadi luka bagi kita semua,” ujar Gus Hakim, Sabtu (4/1/2025).
Putra sulung KH Hasyim Muzadi itu berharap, di bawah kepengurusan baru PW RMI NU Jatim, langkah-langkah konkret dapat diambil untuk memotong jalur kekerasan di pesantren. “Semoga dengan kepengurusan ini, kita bisa menemukan solusi untuk mencegah dan menanggulangi kekerasan, sehingga pesantren tetap menjadi tempat yang aman dan mendidik,” tambahnya.
Gus Hakim juga menjelaskan sejumlah program yang akan dilanjutkan dan dikembangkan oleh PW RMI NU Jatim untuk menangani isu kekerasan di pesantren. Di antaranya seperti pendampingan dan pengawasan yang sudah berjalan pada periode sebelumnya. Hal ini mencakup pengenalan dan pelatihan tentang pencegahan kekerasan kepada para pengasuh dan pengurus pesantren.
PW RMI NU Jatim juga berencana menjalin kerjasama dengan Polri dan TNI untuk menciptakan lingkungan pesantren yang lebih aman. Selain itu, pihaknya juga akan menyediakan psikolog untuk memberikan pendampingan kepada korban kekerasan.
Sebagai upaya preventif, PW RMI NU Jatim akan mengadakan deklarasi penolakan kekerasan di lingkungan pesantren. Deklarasi ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran semua pihak, termasuk para pengurus pesantren, santri, dan masyarakat.
Selain pencegahan, PW RMI NU Jatim juga akan memberikan pendampingan hukum dan manajerial kepada pesantren. Hal ini bertujuan untuk memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan pesantren.
Dalam menangani kasus kekerasan, Gus Hakim menekankan pentingnya kehati-hatian dan pendekatan berbasis data. “Ketika terjadi kasus kekerasan, kita harus melihat secara menyeluruh, termasuk kronologinya. Jangan sampai kita terburu-buru memberikan justifikasi tanpa mengetahui sebab dan akibatnya,” jelasnya.
Ia juga menekankan perlunya komunikasi yang intens dengan pihak keamanan untuk memastikan penyelidikan berjalan secara objektif. “Butuh waktu, pendampingan trauma, dan kerjasama dengan pihak keamanan untuk menangani setiap kasus secara tuntas,” tambahnya.
Gus Hakim mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk pengurus pesantren, santri, dan orang tua, untuk bersama-sama menjaga pesantren dari praktik kekerasan. Ia juga meminta doa dan dukungan agar PW RMI NU Jatim dapat mewujudkan lingkungan pesantren yang aman, nyaman, dan mendidik.
“Kami memohon doa dan dukungan dari semua pihak agar RMI dapat menjalankan program-program ini dengan baik. Semoga pesantren di Jawa Timur menjadi tempat yang benar-benar memberikan harapan bagi generasi penerus bangsa,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Faizal R Arief |