TIMES MALANG, BATU – Asap dupa menyelimuti udara senja di Pertirtaan Sumber Cinde, Bumiaji, Kota Batu, Jumat (1/8/2025), saat turis mancanegara dan seniman lokal menari bersama dalam Performing Art, bagian dari rangkaian Trance Festival ke-17 Bantengan Nuswantara.
Mereka tampil bersama dalam satu panggung, menyuguhkan pertunjukan yang memukau dan sarat makna.
Acara Performing Art ini berlangsung pada 31 Juli–1 Agustus 2025, diikuti oleh 9 negara, antara lain Malaysia, Hongkong, Jepang, Kolombia, Australia, India, Amerika, Denmark, dan Norwegia. Selain itu, turut tampil seniman dari Malang Raya, Kota Batu, dan Blitar. Dalam pertunjukan Jumat sore, terdapat lima penampilan, dua di antaranya dibawakan oleh turis mancanegara.
Salah satu penampilan yang menarik perhatian datang dari komunitas tari internasional Breeding Habitat. Mereka menampilkan seni gerak abstrak tanpa narasi, dengan ekspresi mendalam. Tarian yang mereka bawakan menyerupai gerakan kunang-kunang di alam, menyiratkan ketenangan dan filosofi kembali ke alam.
Menurut Marrie, warga negara Australia sekaligus anggota komunitas tersebut, tarian ini bersifat interpretatif.
Jagad Nata Shiharta, penari cilik asal Blitar, saat membawakan Tari Celeng dalam Performing Art di Pertirtaan Sumber Cinde, Jumat (1/8/2025). (Foto: Beril Bestarino/TIMES Indonesia)
“Sebetulnya tarian ini tidak memiliki makna secara spesifik. Maknanya bisa berbeda-beda tergantung siapa yang menonton,” ungkapnya kepada TIMES Indonesia.
Selain penampilan turis asing, para seniman lokal pun turut unjuk kebolehan. Jagad Nata Shiharta, bocah berusia 10 tahun asal Blitar, menjadi penari termuda dalam acara ini. Ia tampil membawakan Tari Celeng, tarian khas Blitar yang energik dan berhasil menyita perhatian penonton.
Agus Riyanto (58), yang akrab disapa Agus Trombon oleh warga sekitar, merupakan pencetus konsep dari acara ini. Ia menjelaskan bahwa pertunjukan Performing Art kali ini mengambil latar tempat di pertirtaan dan dirancang sebagai wadah inklusif bagi siapa saja yang ingin mengekspresikan karya seni.
“Pada dasarnya, dalam pertunjukan ini saya membebaskan konsep tari yang ditampilkan. Semua boleh tampil, asalkan membawa pesan positif,” jelasnya.
Kolaborasi lintas budaya ini menjadi bukti bahwa seni mampu menyatukan keragaman, menciptakan ruang ekspresi bersama antara pelaku seni lokal dan internasional. (*)
Pewarta: Abimanyu Satrio Widodo dan Hilmi Amirul Huda
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |