TIMES MALANG, BLITAR – Sejumlah seniman dan pegiat budaya Kabupaten Blitar membahas langkah konkret untuk mempercepat kemajuan kebudayaan daerah melalui regulasi pemerintah, seperti peraturan daerah (Perda) dan peraturan bupati (Perbup).
Diskusi yang melibatkan seniman, sejarawan, arkeolog, penulis, hingga jurnalis ini menjadi ruang bertukar gagasan bagi berbagai kalangan yang peduli terhadap masa depan kebudayaan Blitar.
Kolaborasi Seniman dan Akademisi untuk Percepatan Kebudayaan Blitar
Kholam Shiharta, pegiat budaya Blitar menyampaikan bahwa forum diskusi di Rumah Budaya Kalimasada, Jalan Arjuna, Kanigoro, pada 15 Oktober 2025 berangkat dari kepedulian bersama atas perlunya percepatan dalam pengembangan dan perlindungan kebudayaan daerah. Menurutnya, potensi seni dan budaya Blitar sangat besar, namun masih membutuhkan dukungan nyata dari pemerintah daerah melalui kebijakan yang terarah.
Kholam Shiharta memaparkan materi dalam diskusi budaya di Kanigoro, Blitar. (FOTO: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)
“Kami berharap pemerintah segera mempercepat penyusunan Perda dan Perbup yang mendukung kemajuan kebudayaan Blitar di berbagai bidang. Jika langkah ini dilakukan, kami yakin posisi Blitar dalam peta kebudayaan nasional akan semakin kuat,” ujar Kholam Shiharta.
Diskusi di Rumah Budaya Kalimasada dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, di antaranya Bagus Putu Parto, Wima Brahmantya, dan Rahmanto Adi. ketiganya memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan kebudayaan Kabupaten Blitar.
Bagus Putu Parto sebagai tuan rumah dan mantan Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Blitar periode 2000–2010 dikenal lewat karya besar Grebeg Pancasila yang berperan dalam lahirnya Hari Lahir Pancasila sebagai hari libur nasional.
Wima Brahmantya, Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Blitar periode 2010–2020, yang menghadirkan karya Panggung Perdamaian Dunia Purnama Suling Penataran. Sementara Rahmanto Adi, budayawan lokal, dikenal melalui karya Getah Getih Gula Klapa yang merepresentasikan identitas Blitar.
“Kami berdiskusi bersama para arkeolog dan peneliti, seperti Farikha Niam Fauzi dari Museum PETA serta Fahrudin dari Museum Penataran, untuk memperkuat aspek sejarah dan pelestarian situs budaya. Dari kalangan akademisi juga hadir Hasumi Aditya dan Dinar Herindo Harya yang banyak memberi masukan soal literasi dan bahasa,” kata Kholam.
Peran Generasi Muda dan Media Digital dalam Kebudayaan Kabupaten Blitar
Diskusi ini juga menyoroti peran generasi muda dan media digital dalam mendukung percepatan kebudayaan Blitar. Karena, banyak pegiat muda yang telah berkontribusi melalui karya kreatif, seperti Grantika Pujianto dengan film Sarung (Santri Untuk Negeri) dan Goresan Senja (Blitar), serta sineas Betet Kunam Sinam Film dengan karyanya yang menembus festival internasional.
Diskusi para seniman dan budayawan Blitar membahas percepatan kemajuan kebudayaan. (FOTO: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)
“Karya-karya film dari anak muda Blitar menunjukkan bahwa budaya lokal bisa menembus panggung global jika didukung dengan baik. Ini harus jadi momentum bagi pemerintah untuk memperkuat fasilitas dan dukungan produksi kreatif,” tutur Kholam.
Selain itu, diskusi ini juga membahas peran penting media digital yang diwakili Nanang Setiawan, pegiat komunikasi budaya. Ia menilai pendekatan digital menjadi jembatan efektif dalam memperkenalkan nilai-nilai budaya kepada generasi Z.
Diskusi ini juga menjadi media menyampaikan pandangan Iqbal Susanto, aktivis muda, yang menekankan pentingnya pendidikan budaya sejak dini. “Anak muda harus terlibat langsung dalam pelestarian budaya, agar kebudayaan Kabupaten Blitar tidak hanya jadi warisan, tetapi juga menjadi bagian dari masa depan mereka,” kata Iqbal.
Dalam sesi ini, praktisi seni tradisi seperti Denmas Sidiq Teja Lelana dan Tri Lucky juga menegaskan pentingnya menjaga seni tradisi lokal gaya Blitaran agar tetap hidup di tengah modernisasi.
Sinergi untuk Kemajuan Kebudayaan Blitar ke Depan
Menutup diskusi, Kholam menyampaikan bahwa seluruh peserta memiliki kesamaan pandangan yaitu kemajuan budaya harus dicapai melalui sinergi antara praktisi, akademisi, dan pemerintah. Ia menilai bahwa kemajuan kebudayaan Blitar bergantung pada keberanian pemerintah daerah mengambil langkah konkret.
Kholam juga menyoroti pentingnya inovasi dan ruang kreatif bagi pelaku seni. Ia mengapresiasi pandangan Bagus, desainer visual yang menekankan perlunya ruang ekspresi publik untuk seniman lokal.
Pertemuan di Rumah Budaya Kalimasada ini, menjadi simbol bahwa kepedulian terhadap kebudayaan Kabupaten Blitar terus tumbuh di berbagai lapisan masyarakat. dengan kolaborasi yang solid antara praktisi seni dan budaya serta pemerintah, percepatan kebudayaan Blitar dapat diharapkan segera terwujud melalui kebijakan yang berpihak pada pelestarian dan kemajuan dibidang kebudayaan daerah. (*)
Pewarta: Ardana Pramayoga
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |