https://malang.times.co.id/
Berita

Dokter Ariani, Pejuang Hak Anak dan Keluarga Disabilitas

Rabu, 19 November 2025 - 21:04
Dokter Ariani, Pejuang Hak Anak dan Keluarga Disabilitas Dr. dr. Ariani, M.Kes, Sp.A(K), dokter asal Kota Malang yang punya besar besar dalam pemberdayaan anak dan Keluarga dengan disabilitas. (Istimewa)

TIMES MALANG, MALANG – Di Indonesia, tak sulit menemukan dokter anak. Namun menemukan sosok yang menjadikan profesinya sebagai jembatan perubahan sosial—itulah yang membuat Dr. dr. Ariani, M.Kes, Sp.A(K) berbeda. Dari sebuah ruang praktik kecil di Jalan Sumbing, Kota Malang, ia membangun sesuatu yang jauh lebih besar daripada layanan kesehatan: ekosistem pendukung yang memulihkan martabat, membangkitkan harapan, dan menguatkan ribuan langkah keluarga anak dengan disabilitas.

dr. Ariani adalah dokter spesialis anak di Divisi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial RS Saiful Anwar Malang serta dosen Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Tetapi perannya di luar itu jauh melampaui gelar akademik. Ia adalah pendiri berbagai komunitas sosial seperti WORLDS, Herohelp.id, Malang Mom and Children Volunteer, dan ABeKa Mom’s Craft—semua berfokus pada advokasi, pemberdayaan, dan penguatan anak disabilitas beserta keluarganya.

Namun fondasi dari seluruh gerakan itu dimulai dari satu tempat: House of Fatimah Child Center, klinik tumbuh kembang holistik yang ia dirikan pada 2011. Dari klinik inilah ia menyaksikan langsung betapa banyak keluarga ABK (anak berkebutuhan khusus) terpuruk bukan hanya karena kondisi anaknya, tapi juga karena stigma sosial yang menutup semua pintu.

“Orang tua itu sering runtuh setelah mendapat diagnosis. Mereka merasa dikucilkan, dianggap gagal, bahkan malu. Itu yang paling menyakitkan,” ujarnya kepada TIMES Indonesia.

Stigma itulah yang ingin ia lawan. Menurutnya, banyak orangtua akhirnya mengurung diri dan menarik anaknya dari ruang publik, terutama bagi anak dengan Down syndrome yang mudah dikenali dari fisiknya. “Mereka seperti kehilangan arah,” katanya.

Dari Klinik Menjadi Ruang Aman

Klinik yang ia dirikan berkembang menjadi tempat yang bukan sekadar memberi layanan terapi, tetapi menjadi rumah sosial yang hidup. Setiap Sabtu pagi, tempat itu berubah menjadi pusat aktivitas anak-anak istimewa: senam, melukis, musik, hingga kegiatan motorik yang menyenangkan.

Uniknya, para orang tua tidak hanya menjadi pengantar. Mereka diberdayakan. Di ruang terpisah, para ibu diberi pelatihan menjahit, membuat tas, hingga meracik sabun. Semuanya gratis.

“Keluarga disabilitas punya banyak keterbatasan. Di sini, anaknya dilatih, ibunya diberdayakan. Dan semua tanpa biaya,” kata dr. Ariani.

Dari pemberdayaan kecil itu, lahirlah komunitas Mom’s Craft. Kini, ibu-ibu anggota komunitas ini bahkan memperoleh order ratusan tas dari berbagai daerah.

Gerakan yang Tumbuh 13 Tahun Tanpa Putus

dr-Ariani-a.jpg

Konsistensi adalah kunci. Selama 13 tahun, program ini tak pernah berhenti. Ada sekitar 30 peserta setiap akhir pekan, dan hasilnya mulai terlihat: anak-anak yang dulu tertutup kini berprestasi di tingkat nasional, menari di panggung, hingga memenangkan lomba fashion show.

Bagi dr. Ariani, semua itu adalah jawaban dari panggilan hati.

“Tidak ada keuntungan finansial. Ini murni panggilan jiwa. Saya kompeten di bidang ini, jadi mengapa tidak melakukan sesuatu untuk mereka?”

Ia menyebut dirinya tidak bisa “diam” melihat kondisi keluarga ABK yang terus membawa beban stigma dan keterbatasan. Maka ia menciptakan lebih banyak ruang, lebih banyak komunitas, dan lebih banyak jembatan yang menghubungkan keluarga-keluarga itu pada lingkaran dukungan.

Melawan Stigma yang Masih Kuat

Menurut dr. Ariani, masyarakat masih belum memahami berbagai jenis disabilitas. ABK sering disalahpahami sebagai “kesalahan orang tua” atau dianggap penghambat.

Ia menolak keras anggapan itu.

“Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu yang cacat. Mereka itu calon penghuni surga,” ujarnya.

Ia masih sering mendengar cerita anak ditolak sekolah, keluarga diejek tetangga, bahkan kehilangan kesempatan hanya karena perbedaan. Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk berhenti menilai dan mulai memahami.

Membangun Budaya Inklusi dari Akar Rumput

Lewat gerakan komunitas, pelatihan, dan ruang bermain inklusif, dr. Ariani membantu ratusan keluarga berdamai dengan keadaan, membangun kepercayaan diri, dan menemukan kembali harapan yang nyaris hilang. Tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk orang tua yang selama ini tersembunyi oleh ketakutan dan rasa malu.

Ia tidak pernah mengklaim dirinya pahlawan. Ia hanya ingin menjadi jembatan.

“Saat keluarga ABK mau datang dan ikut kegiatan, itu kebahagiaan buat saya. Itu tanda mereka mulai membuka diri.”

Dari sudut klinik kecil yang terus hidup setiap akhir pekan, dr. Ariani telah membuktikan bahwa perubahan besar bisa lahir dari gerakan kecil yang dilakukan dengan cinta, kesabaran, dan keberpihakan.

Perjuangannya mengingatkan bahwa inklusi bukan proyek pemerintah, bukan slogan kampanye—tetapi tindakan nyata yang tumbuh dari orang-orang yang memilih peduli.

Dan dr. Ariani, dengan segala kerendahan hati, adalah salah satu yang menjaganya tetap menyala.(*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.