TIMES MALANG, MALANG – Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengeluarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, Selasa (20/8/2024). Dengan putusan ini, kini partai atau gabungan partai politik peserta pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah, meski tidak punya kursi DPRD.
Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik ( PuSDeK), Asep Suriaman mengatakan, putusan itu langsung berlaku untuk pilkada 2024. Merujuk Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, sebutnya, putusan MK bersifat final dan mengikat.
Menurutnya, Putusan MK itu berlaku sejak palu diketok pukul 09.51 WIB, dan sejak saat itu juga harus dilakukan. Pasal 10 ayat (1) UU MK menyebutkan, putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final.
"Bahwa, putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan, dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Dalam Pasal 10 (1), sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)," terangnya, Selasa (20/8/2024).
Asep menyebut, Putusan MK terkait ambang batas pencalonan pilkada ini serupa dengan Putusan MK terkait usia calon presiden dan calon wakil presiden di Pilpres 2024, tercantum dalam Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023.
Putusan itulah yang memberikan tiket pencalonan dan digunakan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, maju di Pilpres 2024 kemarin.
Sebagai informasi, MK memastikan partai yang tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Direktur Pusat Studi Demokrasi dan Kebijakan Publik (PuSDeK), Asep Suriaman. (Foto: Amin/TIMES Indonesia)
Bunyi lengkap Amar Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024, mengatur soal rekonstruksi syarat ambang batas pencalonan di pilkada oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ambang batasnya, menyetarakan dengan besaran persentase persyaratan calon perseorangan, yakni berbasis jumlah penduduk.
Asep menyebut, sudah sangat terang benderang bahwa Putusan MK ini harus berlaku di Pilkada 2024. Sebab, pencalonan ke KPU dibuka pada 27-29 Agustus 2024, sehingga masih dalam koridor waktu pencalonan yang diatur dalam PKPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pilkada 2024.
"Putusan MK ini akan mengubah peta politik di beberapa daerah, karena beberapa hari ini kita disuguhi aksi borong rekomendasi dari parpol dengan tujuan ada calon tunggal melawan kotak kosong. Calon tunggal membuat demokrasi tidak sehat," tandasnya.
Terpisah, praktisi politik alumnus UGM Yogyakarta, Dwi Henry Setiawan mengungkapkan, kontestasi pilkada kini tidak lagi didominasi parpol besar atau pemilik kursi di parlemen. Sebaliknya, putusan yang dikeluarkan MK menjadi angin segar bagi parpol kecil dan menengah.
Peta Pilbup Malang Pasca Putusan MK
Dalam konteks Pilkada Kabupaten Malang atau Pilbup Malang 2024, menurut Dwi, banyak partai menunggu sikap dan pilihan politik PDI Perjuangan. Termasuk, bagi kader PDIP yang sama-sama maju mencalonkan sebagai cabup Malang, petahana Sanusi dan Gunawan HS.
Masih menurut Dwi, latar belakang kader yang besar dari PKB, komitmen petahana terhadap PDIP dan kader-kadernya di bawah bisa saja menjadi sorotan. Terlebih, Sanusi kini sudah mengantongi rekomendasi parpol lain, PKB dan Partai Gerindra.
Sebaliknya, kata Dwi, Abah Gunawan juga bisa saja melenggang dengan kendaraan tanpa PDI Perjuangan. Namun begitu, masih diyakini kader-kader PDIP akan banyak yang tetap mengalihkan dukungannya kepada Gunawan.
Kendaraan politik untuk bisa mengusung calon memang sangat strategis bagi partai-partai kecil dan menengah, dengan memberikan karpet merah untuk calon-calon potensial diluar incumbent. Terlebih, pascaputusan MK, gabungan partai kecil dan menengah kini sudah cukup syarat mengajukan calon sendiri.
"Sementara ini, banyak pihak meyakini bahwa pasangan petahana Sanusi-Lathifah akan melenggang sempurna tanpa tanding. Tetapi, poros baru kini bisa saja terbentuk, dan mengubah peta politik secara drastis," kata Dwi.
Jika Abah Gunawan yang secara de jure adalah kader PDIP yang sangat mengakar, punya kendaraan dalam kontestasi pilkada 2024, sangat mungkin menjadi penantang Sanusi-Lathifah.
Dengan dukungan partai kecil pun, koalisi poros baru akan mengubah permainan yang selama ini dinarasikan kubu petahana. Calon dari poros baru ini menghilangkan wacana bumbung kosong.
"Nantinya, bahkan peluang kemenangan akan menjadi berimbang menghadapi petahana. Tinggal pasangan calon alternatif ini, sejauh mana dapat meyakinkan warga Kabupaten Malang di sisa waktu kampanye," ungkap Dwi Henry.
Bahkan, menurutnya PKS dengan dukungan parpol dengan 1 kursi DPRD, Demokrat-Hanura, juga bisa ancang-ancang menjadi poros baru menghadapi kekuatan petahana atau calon lain.
"Ketiga parpol ini jika bergabung dalam satu poros bisa memenuhi 7 persen ambang batas pencalonan pilkada 2024 ini. Sudah ada calon yang disiapkan menghadapi paslon lain," demikian Ketua Bappilu dan pilkada PKS ini. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pasca Putusan MK, Poros Baru Bersiap Hadapi Petahana di Pilbup Malang
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |