TIMES MALANG, MALANG – Perkumpulan Pembina Lembaga Pendidikan (PPLP) PT PGRI Malang menegaskan legalitas kepengurusan di bawah Dr. Cristea Frisdiantara melalui akta notaris dan putusan hukum Kementerian Hukum dan HAM. Penegasan ini sekaligus untuk memastikan aktivitas kampus berjalan normal tanpa terganggu konflik internal.
Legalitas tersebut tercatat dalam Akta Nomor 10 tanggal 12 September 2025 dan AHU tanggal 17 September 2025. Hingga kini, Kemenkumham belum menerbitkan AHU baru, sehingga akta tersebut dinyatakan sah dan berlaku.
“Akta terakhir ini sah dan diakui negara. Jangan ada lagi akta tandingan, karena hanya akan menimbulkan konflik hukum yang merugikan ribuan mahasiswa, dosen, dan karyawan,” ujar Sumardhan, kuasa hukum Cristea, Jumat (19/9/2025).
Menurutnya, penegasan ini dilakukan untuk menghapus keraguan soal legalitas PPLP PGRI Malang sekaligus menjaga kondusivitas akademik. Ia meminta rektor dan jajaran tetap fokus menjalankan tugas, terutama memastikan proses perkuliahan berjalan baik dan mutu pendidikan terjaga.
“Silakan rektor dan jajaran tetap menjalankan aktivitas akademik seperti biasa sesuai aturan yang berlaku,” ungkapnya.
Sementara itu, Cristea Frisdiantara menekankan pentingnya menjaga suasana kampus tetap kondusif. Ia berharap civitas akademika tidak terpengaruh konflik kepengurusan yang justru bisa mengganggu kualitas pendidikan.
“Kampus ini rumah besar bagi ribuan mahasiswa. Jangan sampai terganggu hanya karena tarik-menarik kepengurusan. Mari kita fokus menjaga mutu pendidikan dan ketenangan bersama,” tuturnya.
Disisi lain, Wakil Ketua PPLP, Prof. Tris, menambahkan bahwa PPLP PT PGRI Malang memiliki sejarah panjang sejak berdiri pada 1975. Namun konflik internal mulai muncul sejak 2013 dan hingga kini belum sepenuhnya reda.
Ia menilai kepengurusan Cristea merupakan satu-satunya yang sah secara hukum, meski belakangan muncul akta ganda.
“Apalagi, ada akta tanggal 29 Juli 2025 yang tiba-tiba muncul bertepatan dengan rencana sertijab pengurus baru. Itu jelas menimbulkan pertanyaan,” tegasnya.
Prof. Tris memastikan akta yang mereka pegang tetap sah karena Kemenkumham tidak pernah membatalkan maupun menerbitkan akta lain untuk objek yang sama.
“Kami sudah konsultasi dengan notaris, kuasa hukum, hingga kementerian. Intinya, tidak ada pembatalan atas AHU kami,” tandasnya. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Imadudin Muhammad |