https://malang.times.co.id/
Berita

Pertanian Organik dan Swasembada Pangan, Upaya Menyelamatkan Nyawa dan Bumi

Jumat, 28 Februari 2025 - 19:12
Pertanian Organik dan Swasembada Pangan, Upaya Menyelamatkan Nyawa dan Bumi Pegiat Pertanian Organik asal Malang, Dyah Rahmawati saat menunjukkan salah satu hasil pertanian organik miliknya. (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, JAKARTA – Di sebuah sudut Kelurahan Cemorokandang, Kota Malang, Jawa Timur, sebuah kisah inspiratif tumbuh dari pekarangan rumah sederhana. Dyah Rahmawati, seorang petani muda, yang sudah sekitar 10 tahun bergelut di dunia pertanian organik. Perjalananya diawali dari perjuangan pribadi melawan eklampsia yang hampir merenggut nyawanya.

Dari sebuah lahan kecil berukuran 2x3 meter, ia memulai perjalanan panjang yang kini tidak hanya membawa manfaat bagi kesehatannya, tetapi juga bagi lingkungan dan ketahanan pangan Indonesia.

Tahun 2013 menjadi titik balik dalam hidup Dyah. Saat itu, ia mengalami eklampsia parah yang membuatnya koma selama 4 hari. Dalam kondisi medis yang sudah mengkhawatirkan itu, dia diberikan saran oleh dokter: tidak boleh hamil lagi. Karena akan sangat beresiko bagi dia dan janinya.

“Saya masih umur 25 tahun waktu itu, sudah diwanti-wanti seperti itu, ya kepikiran saja, gimana ya, bakal sepi dan lain-lain,” kenangnya.

Namun, Dyah menolak pasrah. Ia percaya bahwa setiap penyakit pasti memiliki obat. Pencarian membawanya kepada pola makan sehat. Di sanalah ia menemukan pertanian organik sebagai harapan baru.

“Saya mulai bertanya-tanya, kenapa orang yang sakit parah seperti kanker disarankan mengonsumsi makanan organik? Dari situ saya berpikir, kenapa tidak coba menanam sendiri?” kata dia.

Dengan lahan sempit di pekarangan rumahnya, ia mulai menanam berbagai jenis sayuran organik, seperti terong, kemangi, bayam, dan lainya. Dari awalnya hanya untuk kebutuhan pribadi, kebunnya berkembang karena tetangga mulai tertarik dan ikut menikmati hasil kebunnya.

Keterbatasan lahan tidak menghentikan Dyah. Ia membuat rak bertingkat untuk menanam lebih banyak, hingga akhirnya mencari lahan yang lebih luas. Keberuntungan berpihak padanya ketika seorang dokter pemilik lahan seluas sekitar 200 meter persegi di dekat rumahnya memberinya izin untuk bercocok tanam.

Pertanian-organik.jpgIlustrasi pertanian organik. (Dok. TIMES Indonesia)

Dari sana, bisnisnya berkembang. Ia tidak hanya menjual sayuran organik tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang manfaatnya. Berkat konsumsi sayur organik secara rutin, kesehatan Diyah membaik. Setelah tiga tahun menjalani terapi alami, ia akhirnya hamil lagi, dan hebatnya dia berhasil melahirkan dengan metode gentle birth.

“Ini sesuatu yang baru di dunia medis. Eklampsia yang sudah parah seperti saya, sampai koma, ternyata bisa sembuh hanya dengan perubahan pola makan dan konsumsi sayuran organik,” ungkapnya.

Kesembuhannya menjadi inspirasi bagi banyak orang. Dyah mulai diajak oleh komunitas dokter untuk berbagi pengalaman dalam grup-grup edukasi. Dari sana, lahirlah Abang Sayur Organik, sebuah bisnis yang tidak hanya menjual sayur, tetapi juga mengkampanyekan gaya hidup sehat berbasis pangan organik.

Dyah memahami bahwa pertanian organik lebih dari sekadar pilihan gaya hidup. Ini adalah langkah nyata untuk menjaga diri, bahkan lebih dari itu, pertanian organik juga menjadi upaya kongkrit dalam menjaga bumi.

“Pertanian organik bisa menjadi solusi untuk mengurangi dampak perubahan iklim,” ujarnya.

Di tengah tantangan perubahan iklim yang semakin nyata, dengan cuaca yang semakin tidak menentu, pertanian organik menjadi alternatif yang lebih berkelanjutan. Meski dalam proses penanaman sayuran organik terbilang lebih kompleks dibanding sayuran konvensional, namun dia memilih untuk mempertahankan jati dirinya sebagai petani organik.

“Kalau pertanian konvensional, benih langsung ditabur dan disemprot pestisida. Tapi di organik, semua harus alami. Kalau ada hama, kita cari solusi alami, seperti ekstrak bawang putih atau daun nimba,” jelasnya.

Tantangannya memang lebih besar, tetapi manfaat jangka panjangnya juga lebih luas. Sayuran organik lebih bernutrisi, lebih aman dikonsumsi, dan tidak merusak tanah.

Tahun 2025, pemerintah melalui PT Pupuk Indonesia mengalokasikan 9,5 juta ton pupuk bersubsidi, termasuk di dalamnya ada 500 ribu ton pupuk organik. Bagi Diyah, ini adalah langkah maju yang positif.

“Gerakan pertanian organik semakin masif. Ini tanda bahwa ada kesadaran bersama untuk mendukung pertanian yang lebih ramah lingkungan,” katanya.

Namun, tantangan tetap ada. Harga pupuk organik masih lebih mahal dibandingkan pupuk kimia, dan belum semua petani memiliki akses ke teknologi pertanian organik yang efisien. Diyah berharap, ke depan akan ada lebih banyak kebijakan yang mendukung petani organik, termasuk pelatihan dan insentif untuk meningkatkan produksi.

Agro Sinergi: Perpaduan Pupuk Organik dan Anorganik

Peta-Data-Pertanian-Organik.jpg

Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2022, emisi gas rumah kaca dari sektor pertanian berkontribusi besar terhadap pemanasan global. Gas metana (CH₄) menyumbang 11% dari total emisi, sementara gas dinitrogen oksida (N₂O) mencapai 18%.

Gas dinitrogen oksida ini banyak dihasilkan dari penggunaan pupuk anorganik seperti urea dan NPK. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2020 menunjukkan bahwa pada periode 2015–2018, saat pemerintah menggalakkan program Upsus Pajale (Upaya Khusus Padi, Jagung, dan Kedelai), emisi gas rumah kaca dari pertanian melonjak hingga 120 juta ton CO₂e. Peningkatan emisi ini mencapai puncaknya pada tahun 2017–2018, sebelum akhirnya turun setelah program tersebut berakhir.

Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia yang berambisi mencapai swasembada pangan pada 2025. Pemerintah menargetkan pencetakan satu juta hektare sawah di Merauke. Namun, langkah ini akan membutuhkan pupuk dalam jumlah yang sangat besar.

Prof. Dr. Ir. Setyono Yudo Tyasmoro, Profesor Bidang Ilmu Pertanian Organik Universitas Brawijaya, menawarkan solusi inovatif melalui konsep Agro Sinergi. Pendekatan ini menekankan sinergi antara pupuk organik dan anorganik guna mencapai swasembada pangan tanpa merusak lingkungan.

"Kita harus menyadari bahwa produksi pangan yang tinggi tanpa pengelolaan yang baik justru akan meningkatkan emisi gas rumah kaca. Maka dari itu, konsep Agro Sinergi lahir untuk menyeimbangkan kebutuhan pangan dengan kelestarian lingkungan," ujar Prof. Yudo.

Meski mempunyai dampak yang cukup signifikan terhadap alam, ironisnya, efektivitas pupuk anorganik yang digunakan petani tergolong rendah. Penelitian tahun 2023 menunjukkan bahwa pupuk urea yang diserap tanaman padi hanya sekitar 26,42–28,54%. Sisanya tersimpan dalam tanah sebagai residu (19,28–24,50%), menguap sebagai NH₃ (0,81–2,99%), tercuci oleh air hujan (0,86–2,38%), atau mengalami limpasan permukaan (1,05%). Yang paling berbahaya adalah proses denitrifikasi yang menyebabkan pelepasan N₂O ke atmosfer sebesar 36,35–45,56%.

Dengan kata lain, sebagian besar pupuk anorganik yang diberikan ke lahan pertanian justru tidak dimanfaatkan oleh tanaman, melainkan mencemari lingkungan dan mempercepat pemanasan global.

Atas dasar ini, Prof. Yudo menawarkan konsep Agro Sinergi yang mengkombinasikan pupuk organik dan anorganik dalam takaran seimbang.

"Pupuk organik memang lebih ramah lingkungan, tetapi kandungan haranya rendah. Sebaliknya, pupuk anorganik memiliki kandungan hara tinggi, tetapi jika penggunaannya berlebihan justru berdampak negatif pada lingkungan. Oleh karena itu, kombinasi keduanya adalah solusi terbaik," jelasnya.

Penelitian yang dilakukan Prof. Yudo menunjukkan bahwa penggunaan pupuk hijau seperti Azolla dan Sesbania dapat meningkatkan bahan organik tanah sekaligus mengoptimalkan serapan unsur hara. Misalnya, pemberian 3 ton Azolla yang dikombinasikan dengan 200 kg urea mampu meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk hingga 47,02 kg gabah per hektare.

Selain pupuk hijau, penggunaan pupuk kompos dari limbah pertanian juga terbukti efektif. Campuran pupuk kompos dan pupuk anorganik memberikan hasil panen yang setara dengan penggunaan pupuk anorganik murni.

"Pemberian pupuk organik sebanyak 75% dan pupuk anorganik 25% tetap memberikan hasil yang sama dengan penggunaan pupuk anorganik 100%. Ini membuktikan bahwa kita bisa mengurangi ketergantungan pada pupuk anorganik," ungkapnya.

Salah satu alasan utama keberhasilan metode ini adalah peningkatan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah yang berperan dalam efisiensi penyerapan unsur hara. Pupuk organik membantu meningkatkan KTK tanah, sehingga unsur hara lebih tersedia bagi tanaman.

Meskipun konsep Agro Sinergi menawarkan banyak manfaat, ada beberapa tantangan dalam penerapannya. Salah satunya adalah rendahnya kandungan unsur hara dalam pupuk organik. Oleh karena itu, petani harus menggunakannya dalam jumlah yang lebih besar untuk mendapatkan hasil optimal.

Selain itu, pupuk organik yang digunakan harus memenuhi standar tertentu, seperti rasio karbon dan nitrogen (C/N) yang harus berada di bawah 20% agar dapat terurai dengan baik di tanah.

Untuk mengatasi tantangan ini, Prof. Yudo merekomendasikan beberapa langkah strategis:

Pertama soal regulasi penggunaan pupuk organik. Pemerintah perlu mewajibkan penggunaan pupuk organik pada lahan dengan kandungan bahan organik rendah. Langkah ini akan membantu menjaga keseimbangan ekosistem dan keberlanjutan pertanian.

Selanjutnya adalah edukasi petani. Petani perlu diberikan pemahaman tentang cara memilih dan menggunakan pupuk organik yang berkualitas tinggi, terutama yang memiliki rasio C/N di bawah 20%. Kemudian juga dukungan penelitian dan pengembangan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi seberapa besar kombinasi pupuk organik dan anorganik dapat menurunkan emisi gas rumah kaca.

Dengan menerapkan Agro Sinergi, Indonesia bisa mencapai swasembada pangan tanpa harus bergantung sepenuhnya pada pupuk anorganik. Model ini juga sejalan dengan target pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan tanpa memperparah pemanasan global.

"Harapan saya, teknik ini bisa diterapkan secara luas sehingga pertanian Indonesia tidak hanya produktif, tetapi juga ramah lingkungan," ujar Prof. Yudo.

Melalui pendekatan ini, sektor pertanian dapat berkembang dengan keseimbangan antara produktivitas dan keberlanjutan. Pemanfaatan pupuk organik yang lebih masif bukan hanya akan meningkatkan kesuburan tanah, tetapi juga menjadi langkah nyata dalam mengurangi dampak perubahan iklim dan menyelamatkan bumi.

Peran PT Pupuk Indonesia Dalam Menuju Net Zero Emissions

Dalam upaya mendukung ketahanan pangan dan transisi energi menuju Net Zero Emissions (NZE) 2060, PT Pupuk Indonesia (Persero) telah memperkenalkan inovasi berupa produksi amonia bersih. Langkah ini sejalan dengan komitmen perusahaan untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung keberlanjutan lingkungan.

Amonia, yang selama ini dikenal sebagai bahan utama dalam produksi pupuk, umumnya dihasilkan melalui proses yang menghasilkan emisi karbon tinggi, dikenal sebagai amonia abu-abu. Dengan inovasi teknologi, Pupuk Indonesia berencana menggantikan amonia abu-abu dengan amonia biru (rendah karbon) dan amonia hijau (bebas karbon).

Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi dalam kesempatan sebelumnya mengungkapkan bahwa perusahaan akan memulai produksi amonia hibrida di Aceh melalui anak perusahaan, Pupuk Iskandar Muda, pada tahun 2030. Selanjutnya, produksi amonia biru akan diperkenalkan pada tahun 2035, dan skala produksi akan ditingkatkan pada tahun 2045.

Selain itu, Pupuk Indonesia menargetkan peningkatan kapasitas produksi amonia dari 7 juta ton menjadi lebih dari 12 juta ton pada tahun 2024, dengan mayoritas produksi berupa amonia hijau. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi permintaan energi bersih global, terutama dari pasar seperti Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat.

Komitmen Pupuk Indonesia terhadap pengurangan emisi karbon juga tercermin dari pencapaian perusahaan yang berhasil mereduksi emisi sebesar 1,91 juta ton CO2 equivalent pada tahun 2023, melebihi target yang ditetapkan sebesar 1,21 juta ton CO2 equivalent.

Melalui berbagai inisiatif dan inovasi ini, Pupuk Indonesia berperan aktif dalam mengurangi dampak perubahan iklim dan mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.