TIMES MALANG, BATU – Festival Serabi Suro Dusun Dadaptulis, Kelurahan Dadaprejo menginjak tahun kelima. Hari ini, warga mengarak seribu Serabi Suro yang mereka buat.
Ratusan bungkus encek (wadah yang dibuat dari daun pisang dan kulit bambu) mereka penuhi Serabi Suro lengkap dengan santan dicampur gula merah yang dibungkus dalam plastik.
Diiringi musik dan tarian, warga mengusung Serabi Suro ini keliling kampung mengangkatnya dengan pikulan.
Ada yang berbeda dengan tarian yang dibawakan saat ini, kini sebuah tarian khusus telah dibuat oleh warga. Tarian pengiring yang akan ditarikan setiap Festival Serabi Suro ini adalah Tari Sekar Serabi Suro.
"Tarian ini kita ciptakan untuk menggambarkan bagaimana kebersamaan warga membangun harmoni di desa ini, termasuk menceritakan asal usul tradisi membuat Serabi Suro," ujar Tokoh Masyarakat Dadaptulis, Harmoko.
Tradisi membuat Serabi Suro ini berawal dari upaya mempertahankan budaya dalam kondisi sesulit apa pun. Dahulu di jaman penjajahan Belanda, warga Dusun Dadaptulis memiliki kebiasaan setiap Bulan Suro selalu membuat jenang Suro. Namun karena paceklik akhirnya warga mengganti dengan jenang suro dengan Serabi Suro.
Tradisi ìni sudah dilaksanakan sejak tahun 1892. Saat paceklik datang, seorang ulama memberikan pesan agar warga membuat Serabi Suro untuk mengganti Jenang Suro yang biasanya dibuat oleh warga.
Sejak saat itulah warga selalu membuat dua Serabi Suro, hal ini melambangkan pasangan pria dan wanita. Kemudian ditambahkan Juru (Santan dicampur gula merah) yang melambangkan bayi yang dilahirkan kedua orang tuanya.
Festival Serabi Suro ini dilaksanakan selama dua hari, diawali Kirab Tumpeng Serabi Suro dilanjutkan dengan Bantengan dan Jaran Kepang pada hari Sabtu (18/8/2023).(*)
Pewarta | : Muhammad Dhani Rahman |
Editor | : Imadudin Muhammad |