TIMES MALANG, MALANG – Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mengeluarkan peringatan terkait dugaan kontaminasi radioaktif pada udang beku produksi PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods) yang diekspor ke AS. Temuan ini memicu kekhawatiran publik, terutama karena Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor udang terbesar di dunia.
Dalam situs resminya, Otoritas Pengawas Obat dan Makanan AS ini meminta masyarakat di AS untuk tidak mengonsumsi, menjual, atau menyajikan produk udang beku dari BMS Foods. Peringatan ini dikeluarkan pada Selasa (19/8) setelah FDA menemukan kandungan Cesium-137 (Cs-137) dalam sampel produk tersebut.
Namun, berdasarkan data resmi, kadar Cs-137 yang ditemukan hanya sebesar 68 Bq/kg, jauh di bawah ambang batas intervensi FDA yang mencapai 1.200 Bq/kg. Artinya, kadar tersebut 17 kali lebih rendah dari batas aman yang dapat menimbulkan risiko kesehatan.
Menanggapi isu tersebut, dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya (UB) Prof. Dr. Ir. Mohamad Fadjar, M.Sc, memastikan bahwa produk udang Indonesia tetap aman.
“Secara ilmiah, temuan 68 Bq/kg ini masih sangat aman. Konsumen tidak perlu khawatir, udang Indonesia tetap layak dikonsumsi,” kata Prof. Fadjar, Senin (1/9).
Ia menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia melalui BAPETEN, BRIN, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kedutaan Besar AS sedang melakukan investigasi mendalam terkait temuan tersebut. Laporan final investigasi diperkirakan keluar pertengahan September dan akan menjadi dasar penjelasan resmi pemerintah kepada publik.
“Koordinasi antar-lembaga sudah berjalan baik. Pemerintah ingin memastikan informasi yang disampaikan ke masyarakat benar-benar akurat dan transparan,” ujarnya.
Prof. Fadjar menegaskan bahwa indikasi awal menunjukkan kontaminasi tidak berasal dari proses budidaya udang, pakan, maupun air tambak, melainkan kemungkinan dari fasilitas produksi PT BMS di kawasan industri Cikande, Serang.
“Artinya, kasus ini insidental, bukan masalah struktural pada budidaya udang nasional. Jadi tidak bisa digeneralisasi bahwa semua udang Indonesia terpapar radioaktif,” tegasnya.
Sebagai langkah sementara, ekspor PT BMS ke Amerika Serikat ditangguhkan hingga hasil investigasi selesai. Namun, Prof. Fadjar menegaskan bahwa kasus ini hanya berdampak pada batch tertentu dan tidak memengaruhi perusahaan eksportir udang lainnya.
“Kita harus melihat proporsional. Industri udang nasional tetap memiliki standar mutu yang ketat, dan kasus ini hanyalah kejadian tunggal yang kini sedang ditangani serius,” katanya.
Shrimp Club Indonesia (SCI) dan pemerintah kini berkomitmen untuk menjaga nama baik dan kredibilitas produk udang Indonesia di pasar global. Prof. Fadjar menekankan bahwa udang merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia, sehingga pengawasan kualitas selalu menjadi prioritas.
“Reputasi udang Indonesia sudah lama diakui dunia. Satu kasus ini tidak boleh meruntuhkan kepercayaan pasar internasional. Justru ini momentum untuk memperkuat pengawasan,” jelasnya.
Ia pun mengimbau masyarakat dan pelaku usaha agar tetap tenang serta tidak mudah terpengaruh oleh informasi simpang siur.
“Udang Indonesia aman dikonsumsi. Mari kita tunggu hasil investigasi resmi pemerintah. Semua pihak kini bekerja keras menjaga kredibilitas industri ini,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |