TIMES MALANG, JAKARTA – Produsen mobil lawas, Honda dan Nissan akan bergabung untuk memproduksi kendaraan yang lebih kompetitif, Hyundai Motor Group khawatir.
Kemungkinan bergabunganya Honda Motor dan Nissan Motor telah meningkatkan kekhawatiran bagi Hyundai Motor Group.
"Sebab entitas penggabungan tersebut akan bisa memproduksi kendaraan yang lebih kompetitif dari segi harga dan sangat komersial dengan memangkas biaya penelitian yang tidak perlu," kata para ahli dan pejabat industri Kamis kemarin.
Hyundai Motor Group adalah produsen mobil terbesar ketiga di dunia berdasarkan penjualan kendaraan pada tahun 2023, tetapi posisi itu bisa mengancam oleh potensi penggabungan dua produsen mobil warisan Jepang tersebut.
Menurut data dari MarkLines, pelacak pasar otomotif, seperti dilansir The Korea Tines, Hyundai Motor Group menjual sekitar 7,3 juta kendaraan baru tahun lalu, menduduki peringkat ketiga di belakang Toyota dan Volkswagen.
Namun, jika mempertimbangkan total penjualan Honda dan Nissan yang mencapai 7,35 juta unit pada periode yang sama, Hyundai bisa saja turun ke posisi keempat.
Para pakar industri mengatakan, penggabungan dua produsen mobil Jepang itu akan menimbulkan ancaman jangka panjang bagi Hyundai.
"Salah satu keuntungan utama dari penggabungan ini adalah kedua produsen mobil bisa menghemat biaya penelitian dan pengembangan dengan berbagi platform produksi untuk kendaraan di segmen yang sama," kata seorang profesor teknik otomotif di Universitas Daedeok, Lee Ho-geun.
Tetapi menurut Lee, ini tidak berarti pembuat mobil Korea itu menghadapi ancaman langsung, karena nilai merek perusahaan tetap kuat dan pelanggan tidak mungkin tiba-tiba mengubah preferensi mereka karena merger tersebut.
"Namun, kedua produsen mobil Jepang tersebut akan mampu meraih skala ekonomi dalam perspektif jangka panjang setelah penggabungan mereka, yang bisa membantu mereka memangkas biaya penelitian maupun produksi," tambahnya.
Pejabat industri mengatakan, langkah terbaru ini tampaknya terjadi di tengah perubahan paradigma mobilitas global yang cepat dengan munculnya kendaraan listrik (EV) dan pesaing Cina.
Pada bulan Maret, Honda dan Nissan mencapai kesepakatan untuk bekerja sama dalam kendaraan listrik.
"Munculnya Tesla dan beberapa produsen kendaraan listrik asal Cina, seperti BYD, mungkin telah membunyikan alarm bagi para produsen mobil," kata seorang pejabat industri. "Elektrifikasi adalah paradigma terbesar dalam industri mobil global, tetapi perusahaan-perusahaan Jepang sejauh ini hanya membuat sedikit pencapaian luar biasa dalam bisnis kendaraan listrik mereka."
Namun sebagian lainnya menepis kemungkinan bahwa penggabungan Honda dan Nissan menimbulkan ancaman serius terhadap Hyundai Motor Group atau produsen mobil papan atas lainnya, seperti Toyota dan Volkswagen.
"Contohnya, Stellantis Group mengoperasikan 14 merek setelah peluncurannya pada tahun 2021, tetapi grup otomotif global tersebut belum menunjukkan pengaruh yang mengancam bagi produsen mobil lama lainnya," kata Kim Pil-soo, seorang profesor teknologi otomotif di Daelim University College.
"Dengan latar belakang yang sama, penggabungan antara Honda dan Nissan tidak akan memberikan dampak yang berarti bagi pemain besar, seperti Hyundai Motor, karena penggabungan tersebut merupakan penjumlahan dari dua produsen mobil kecil," ujarnya.
Profesor itu juga menunjuk pada sifat konservatif perusahaan Jepang sebagai kelemahan utama lainnya bahkan setelah penggabungan kedua perusahaan tersebut.
"Tidak seperti Hyundai Motor Group, kedua produsen mobil Jepang tersebut tetap kurang terbuka terhadap inisiatif global, yang akan menunda ekspansi besar-besaran ke wilayah global bahkan setelah merger," kata Kim lagi.
Meski demikian penggabungan produsen Honda dan Nissan itu tetap memunculkan kekhawatiran bagi Hyundai Motor Group.(*)
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |