TIMES MALANG, JAKARTA – Perayaan Imlek merupakan salah satu tradisi yang diwariskan dari Cina daratan ke Indonesia oleh nenek moyang etnis Tionghoa. Imlek merupakan tahun baru yang didasarkan dari kalender bulan dan sekaligus menjadi perayaan festival musim semi di Cina. Menurut catatan sejarah, etnis Tionghoa diperkirakan datang ke Indonesia sejak masa Dinasti Han (206 SM- 220 SM) melalui jalur perdagangan dan menetap hingga sekarang.
Dahulu, masyarakat Cina mayoritas bermata pencarian sebagai petani. Biasanya Imlek dirayakan selama 15 hari dan pada hari ke-15 digunakan sebagai patokan petani untuk memulai masa bertani. Selain itu, pada hari ke-15 perayaan Imlek juga akan ada perayaan festival lentera atau dalam dialek Hokkian disebut Cap Go Meh. Perayaan Imlek di tahun 2574 Kongzili atau tahun 2023 yaitu jatuh pada 22 Januari 2023. Menurut kalender China tahun ini merupakan tahun Kelinci, tepatnya shio kelinci air. Setiap tahunnya dalam kalender China akan diwakilkan seekor hewan salah satunya yaitu anjing, babi/babi hutan, tikus, lembu, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, domba, monyet, atau ayam jago.
Tradisi merupakan kebiasaan yang terus dilestarikan oleh kelompok masyarakat yang tidak jarang diikuti dengan petuah nenek moyang yang diyakini kebenarannya atau disebut dengan mitos. Meskipun mitos dinilai fiktif namun nyatanya masyarakat tetap meyakini mitos memiliki nilai-nilai kearifan lokal di dalamnya.
Mitologi yang mengiringi tradisi Imlek tersebut sudah ada lebih dari 3.500 tahun yang lalu dengan disebarkan secara verbal secara turun-temurun. Mitologi Cina yang mengiringi tradisi Imlek tersebut memiliki nilai-nilai filosofis dari kearifan lokal masyarakat Cina yaitu nilai bakti anak kepada orang tua, keharmonisan keluarga, refleksi diri serta nilai sikap optimis.
Nilai filosofis itulah yang menjadikan tradisi Imlek merupakan tradisi yang harus dilestarikan oleh masyarakat Tionghoa dan bangsa ndonesia keseluruhan. Asal muasal Festival Tahun Baru Imlek dapat ditelusuri kembali ke sekitar 3.500 tahun yang lalu. Untuk mengetahui perkembangan kebiasaan rangkaian Imlek, berikut sejarah lengkapnya dari waktu ke waktu seperti dilansir dari China Highlight.
Mitologi Bintang Nian, Monster Imlek
Salah satu mitos populer yaitu tentang binatang Nian (/nyen/), yang memakan ternak, tanaman, dan bahkan manusia pada malam tahun baru. Nian juga memiliki pengucapan yang sama dengan arti tahun dalam bahasa Mandarin. Untuk mencegah Nian menyerang orang dan menyebabkan kehancuran, orang menaruh makanan di depan pintu mereka untuk Nian.
Dikatakan bahwa seorang lelaki tua yang bijak mengetahui bahwa Nian takut dengan suara keras (merdu) dan warna merah. Kemudian, orang-orang meletakkan lentera merah dan gulungan merah di jendela dan pintu mereka untuk menghentikan Nian masuk ke dalam, dan bambu yang berderak (kemudian diganti dengan petasan) untuk menakut-nakuti Nian. Monster Nian tidak pernah muncul lagi.
Awal Imlek pada Dinasti Shang (1600-1046 SM)
Tahun baru Cina sudah dirayakan sejak 3500 tahun yang lalu. Masyarakat Cina daratan meyakini Imlek sudah ada sejak di masa Dinasti Shang, pada saat upacara pengorbanan untuk penghormatan kepada dewa di tiap awal atau akhir tahun. Namun meskipun demikian tidak ada catatan sejarah terkait permulaan pasti pada masa dinasti ini berkuasa.
Persembahan Kurban pada Dinasti Zhou (1046-256 SM)
Pada masa ini, istilah Nian ('tahun') pertama kali muncul. Masyarakat sudah mulai melestarikan tradisi untuk memberikan korban kepada leluhur atau dewa, dan menyembah alam sebagai bentuk ucapan syukur dan memberkati panen pada pergantian tahun.
Kalender Cina Ditetapkan di masa Dinasti Han (202 SM-220 M)
Tanggal festival, hari pertama bulan pertama dalam kalender lunar Tiongkok resmi ditentukan di masa Dinasti Han (202 SM – 220 M). Kegiatan perayaan Imlek menjadi populer di masa itu, salah satunya yaitu membakar bambu untuk menciptakan suara retakan yang keras.
Aktivitas Hiburan Mulai Muncul di Dinasti Wei dan Jin (220-420)
Pada dinasti Wei dan Jin (220–420) selain menyembah dewa dan leluhur, masyarakat memulai aktifitas yang dapat menghibur diri. Masyarakat proletar pada zaman itu berkumpul bersama keluarga untuk membersihkan rumah, makan malam bersama, dan tidur larut untuk merayakan tahun baru.
Perayaan Imlek era Dinasti Tang (618-907 M) hingga Dinasti Qing (1912-1917 M) Mirip dengan Zaman Modern
Kestabilan politik, ekonomi dan budaya pada masa dinasti Tang , Song , dan Qing mempercepat perkembangan Festival Musim Semi. Fungsi Imlek atau Festival Musim Semi berubah dari yang religius menjadi perayaan yang menghibur sekaligus religius. Kebiasaan selama festival hampir serupa dengan kebiasaan pada zaman modern, seperti menyalakan petasan, mengunjungi sanak saudara dan teman, serta makan pangsit menjadi bagian penting dari perayaan tersebut. Kegiatan yang lebih menghibur muncul, contohnya menonton tarian naga dan barongsai dan menikmati pertunjukan lampion. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Perjalanan Panjang Perayaan Imlek dari Era Dinasti Shang hingga Kini
Pewarta | : Dinda Ayu Anggraeni (MG-441) |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |