TIMES MALANG, JEMBER – Akhir-akhir ini Indonesia tengah mengalami kebuntuan demokrasi, kekecewaan masyarakat di tandai dengan pagar Indonesia Gelap yang tersebar di sosial media. Berbagai aksi telah dilakukan oleh beberapa masyarakat untuk menuntut keadilan dan transparansi yang dilakukan oleh pemerintah, baik berupa aksi demonstrasi, kritik sastra dan opini influencer yang tersebar luas di berbagai media.
Peristiwa yang paling mendominasi pada akhir ini ialah Polemik revisi UU TNI untuk menjembatani kelompok militer agar bisa memberikan kewenangan lebih luas dalam mengisi instansi-instansi sipil. Tentu hal ini banyak menuai kontroversi dan dekonstruksi masyarakat terutama dikalangan kelompok sipil sendiri ( civil society).
Dari analisis media terdapat beberapa persepsi masyarakat dari adanya mandat tersebut diantaranya yaitu mengancam prinsip demokrasi negara, mengganggu hubungan militer dan pemangku sipil, serta terbukanya tindakan inkompetensi bagi militer terhadap tanggung jawabnya menjaga keamanan negara.
Disamping itu sebagai negara demokrasi, media memiliki peranan penting bagi seluruh kalangan masyarakat sebagai sumber informasi. Melalui berita berita yang disebarkan oleh media, secara tidak langsung akan mempengaruhi dan menggiring wacana publik terkait keputusan masyarakat.
Dalam ranah politik, media memeiliki peranan dalam membentuk dan membangun pemahaman dan perilaku politik masyarakat, dari adanya pengaruh media tersebut banyak terjadi tindakan kriminalitas dari jurnalis pers dan influencer sebagaimana yang terjadi oleh pers tempo dibeberapa hari yang lalu.
Menurut Michel Foucault antara kekuasaan dan pengetahuan memiliki keterkaitan, berita yang disampaikan oleh media merupakan agen politik untuk melanggengkan kekuasaan. Melihat konteks kondisi Indonesia saat ini, pemikiran Michel Foucault dapat digunakan untuk menganalisis berbagai permasalah yang terjadi, seperti polemik kasus kembalinya isu dwifungsi militer, intimidasi jurnalis, dan kekerasan terselubung terhadap tokoh publik.
Ketiga hal tersebut menunjukkan bagaimana relasi kuasa-pengetahuan mensinyalir masyarkat untuk mengatur dan menentukan arah politik yang telah disetir oleh pihak penguasa, sehingga negara akan selalu berkerja untuk melanggengkan pihak tertentu, tanpa mempertimbangkan kepentingan rakyat.
Mengungkapkan Relasi Kekuasaan dan Pengetahuan perspektif Michel Foucault
Michel Foucault merupakan seorang filsuf berkebangsaan Perancis, dimana konteks pemikirannya cenderung memberikan perhatian kritis pada praktek kekuasaan.
Kekuasaan merupakan sesuatu yang inheren dalam realitas sosial yang penuh dengan berbagai formasi diskursif. Kekuasaan menurut Foulcault bukan berarti properti penguasa atau institusi, melainkan sebuah jaringan untuk menyempurnakan strategi.
Kuasa bukanlah sesuatu yang dapat diperoleh, disimpan, digunakan, dan dibag. Kuasa dalam pandangan Foucault tidak dapat dimiliki, tetapi langsung dipraktekkan dalam suatu setting sosial tertentu yang melibatkan banyak posisi strategis dan berelasi satu dengan yang lainya.
Lebih lanjut Foucault memberi perhatian kuasa pada relasi antara kuasa (power) dengan pengetahuan (knowledge). Bagi Foucault, kekuasaanlah yang memproduksi pengetahuan (power produce knowledege).
Hubungan antara kekuasaan dan pengetahuan secara langsung dapat dijelaskan sebagai representasi dari hubungan 'power-knowledge atau upaya pengetahuan untuk melanggengkan kekuasaan.
Dalam kasus pengesahan revisi UU TNI, skandal fungsionaris peran TNI mengkhawatirkan dapat membuka peluang bagi militer untuk terlibat langsung dalam ranah sipil. hal tersebut dapat menunjukkan bahwa relasi kekuasaan diupayakan untuk memenuhi posisi strategis penguasa.
Kasus tersebut dapat menjadi tanda konkret bahwa kekuasaan tidak lagi dipangku masyarakat untuk kepentingan bersama, melainkan kontrol sipil yang dapat menjalankan perintah yang sejalan dengan kebijakan oligarki penguasa. Dengan hal ini siapapun yang berkuasa memiliki kemampuan untuk menciptakan wacana melalui praktek wujud kekuasaan sebagai sebuah kebenaran.
Sementara itu, Tanggapan Presiden Prabowo dalam menjawab keresahan masyarakat atas kembalinya Isu Dwifungsi TNI, Pak Prabowo mengatakan dalam jamuan dengan jurnalis senior beberapa hari yang lalu bahwa "Tidak ada agenda tersembunyi untuk menghidupkan kembali dwifungsi", hal ini sebuah angin segar bagi aparatus sipil dan masyarakat dalam memecahkan statement yang selama ini terjadi.
Kendati demikian kebenaran bisa saja terselebung dibalik kekuasaan, dan kebenaran hari ini ditulis dalam bahasa yang telah dibersihkan dari kata kata menakutkan (abusive), namun tetap menyimpan dominasi dibaliknya. Kuasa media tetap akan menjadi sebagai pembentuk wacana kebenaran baru atau meneguhkan wacana kebenaran lama.
Propaganda Media dalam Diskursus Politik
Secara Fungsionaris, Media mampu berperan dalam dunia politik terkait mendukung atau beroposisi, dan hal itu sangat penting dalam tubuh pergerakan demokrasi. Dalam membentuk politik media terdapat tiga unsur penting yang menjadi aktor utama diantaranya ialah politisi, jurnalis dan masyarakat, dimana diantaranya memiliki kepentingan tertentu.
Seperti sekarang ini situasi tegang antara media dan politisi termasuk pemerintah tertentu membuat tingkat kerumitan isi dalam media menjadi lebih tinggi. Media menjadi sebuah pertemuan antara banyak pihak masyarakat modern yang berkonflik.
Media sebagai sumber pengaruh politik seringkali digunakan untuk mendulang suara dan memperoleh pengaruh politik. Dalam situasi ini alat yang digunakan media adalah bahasa. Bahasa dalam pemberitaan yang dikonstruksi media juga dapat dipahami sebagai sebuah diskursus politik.
Foucault melihat kekuasaan itu bekerja melalui bahasa bahasa yang digunakan dalam interaksi manusia. Dalam konteks demokrasi Indonesia, sangat mungkin menggunakan Media sebagai alat kontruksi pengetahuan masyarakat.
Oleh sebab itu, media yang independen atau tidak sejalan dengan pertimbangan kekuasaan sangat sulit untuk diperoleh, bahkan sering terjadi tindak kekerasan oleh pihak penguasa.
Salah satu contoh nyata dari propaganda politik dalam Media sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Foucault ialah kasus intimidasi pers pada jurnalis tempo, demonstrasi dicap sebagai penghambat stabilitas dan sering terjadi kriminalisasi terhadap aktivis. Hal ini dilakukan bertujuan untuk mengendalikan wacana publik.
Kritik yang tidak sesuai dengan kebijakan dari penguasa atau dinilai berbahaya akan dianggap sebagai bentuk perlawanan atau sifat anarkis yang harus dimusnahkan. Disini Penguasa tidak hanya mengandalkan relasi atau jaringan untuk memperkuat kekuasaan akan tetapi juga menggunakan Media sebagai propaganda dalam menggiring narasi publik.
Dalam konteks situasi Indonesia saat ini, menganalisis menggunakan perspektif Michel Foucault dapat digunakan untuk melacak bagaimana relasi kekuasaan dan pengetahuan beroperasi dalam kultus kepentingan. Untuk itu Media, bahasa, jaringan dan pengetahuan menjadi pilar utama dalam melanggengkan kekuasaan oleh penguasa tertentu.
Media tidak hanya sebagai agen informasi kepada masyarakat, melainkan menjadi alat kekuasaan untuk menggiring opini publik, membentuk kebenaran yang dikehendaki penguasa, dan bahkan melakukan represi terhadap pihak yang mengkritik, sehingga masyarakat menjadi objek yang diatur bukan subyek yang menentukan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip negara demokrasi.
Oleh karena itu, penting untuk kita terus mengawal independensi media, mendesak transparansi kebijakan publik, dan membuka komunikasi yang komprehensif agar perjuangan ruang publik tetap berjalan demokratis yang sesuai dengan prinsip keadilan sosial.
***
*) Oleh : Novia Ulfa Isnaini, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora UIN KH Ahmad Shiddiq Jember.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |