https://malang.times.co.id/
Opini

Petak Umpet Bernegara

Minggu, 16 Maret 2025 - 23:01
Petak Umpet Bernegara Nur Fauzi Ramadhan, Direktur Desk Polhukam di Asah Kebijakan Indonesia.

TIMES MALANG, JAKARTA – Permainan "Petak Umpet" adalah salah satu permainan paling diminati oleh anak-anak untuk mengisi waktu luang. Permainan ini biasanya dimainkan antara dua kubu, kubu pertama biasanya disebut kubu "kucing" yang bertugas untuk mencari kubu lainnya yang bersembunyi di suatu tempat.

Selain bertujuan untuk mengisi waktu luang, permainan ini juga bermanfaat untuk melatih kerjasama, kepekaan terhadap lingkungan sekitar, sampai ketepatan dalam menyusun strategi.

Namun, pernahkah kita membayangkan permainan petak umpet dimainkan oleh para petinggi negara dalam urusan bernegara? Nampaknya kita ada di era yang tepat untuk menyaksikan permainan petak umpet menjadi naik kelas.

Jika saat masa kecil kita memainkan permainan tersebut di lapangan, di komplek rumah, ataupun di tempat-tempat terbuka lainnya, kali ini permainan tersebut dimainkan di ruang tertutup dan oleh para penyelenggara negara.

Rapat Sembunyi-Sembunyi

Pada hari Sabtu, 15 Maret 2025 ramai diberitakan tentang rapat tertutup yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah di salah satu hotel di Jakarta. Kabarnya, rapat yang diselenggarakan pada 14-15 Maret 2025 tersebut membahas mengenai rancangan undang-undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).

Menjadi sorotan karena rapat tersebut dilakukan secara tertutup dan minim akan partisipasi publik. Terlebih, rapat tersebut dilakukan di salah satu hotel mewah di tengah kebijakan efisiensis yang tengah dilakukan oleh pemerintah.

Padahal, kondisi yang terjadi saat ini akibat terjadinya efisiensis adalah dipangkasnya anggaran sebagian besar kementerian/lembaga hingga mengganggu pelayanan publik.

Multifungsi yang Nyata

Wacana terhadap RUU TNI dewasa ini memang menjadi pembahasan hangat. Pasalnya, dalam perubahan tersebut mengandung muatan yang berpotensi menggiring TNI ke dalam dwifungsi bahkan multifungsi TNI.

Sebagai contoh, rancangan ini membuka peluang bagi TNI untuk mengisi pos-pos jabatan di beberapa kementerian dan juga Badan Usaha Milik Negara.

Padahal, amanat reformasi ialah mengembalikan kembali TNI guna menjalankan fungsinya sebagai komponen utama pertahanan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Dasar.

Hal demikian bertujuan untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan yang berpotensi terjadi apabila dibuka peluang sebesar-besarnya bagi TNI ikut serta dalam politik dan pemerintahan serta mengelola BUMN.

Perlu dicatat, meskipun dwifungsi sudah dihapuskan, kendati begitu bukan berarti TNI tidak bisa sama sekali mengisi jabatan sipil. Sebab, dalam hal posisi tertentu TNI masih diperbolehkan untuk menduduki posisi di kementerian/lembaga serta BUMN sepanjang masih berkaitan dengan tugas fungsinya serta kebutuhan teknis yang mengharuskan TNI untuk mengisi jabatan tersebut. Itupun bersifat sangat terbatas, serta harus melalui prosedur tertentu yang diatur oleh undang-undang.

Minimnya Partisipasi Publik

Pembahasan RUU TNI yang dilangsungkan di hotel mewah dan sembunyi-sembunyi tersebut tentu menimbulkan reaksi dari masyarakat sipil. Sebabnya, efek yang ditimbulkan apabila disahkannya ruu tersebut ialah semakin memperluas kewenangan dari TNI sehingga dikhawatirkan akan semakin melimitasi supremasi sipil.

Singkatnya, secara tidak langsung efek domino dari hal tersebut sangat berpengaruh terhadap ketatanegaraan dan tatanan bernegara.

Padahal, sebagai undang-undang yang akan berpengaruh besar terhadap ketatanegaraan dan tatanan bernegara, undang-undang ini haruslah disusun dengan asas keterbukaan serta dengan tidak mengabaikan partisipasi publik yang bermakna.

Keterbukaan sendiri di sini berarti bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.

Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Sementara itu, partisipasi bermakna sendiri dapat dimaknai semua pihak dapat berpendapat terhadap rancangan perundang-undangan yang meliputi tiga hal yakni: hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapatkan balasan atas pendapatnya.

Kedua prinsip tersebut merupakan prinsip dalam pembuatan undang-undang, yang diatur oleh Undang-Undang 12 Tahun 2011, namun sering diabaikan oleh pembentuk undang-undang.

Lantas, dalam hal ini nampaknya sudahkah tepat pernyataan kita berada di era yang tepat untuk menyaksikan permainan Petak umpet naik kelas karena dimainkan oleh para petinggi negara?

***

*) Oleh : Nur Fauzi Ramadhan, Direktur Desk Polhukam di Asah Kebijakan Indonesia.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.