https://malang.times.co.id/
Opini

Negara di Garis Malu

Senin, 01 September 2025 - 04:27
Negara di Garis Malu Dr. Fidela Dzatadini Wahyudi, S.Sosio, M.Sos., Dosen Sosiologi Universitas Cipta Wacana Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Sejak 25 Agustus 2025, jalanan kota-kota besar di Indonesia kembali menjadi panggung perlawanan, Ribuan mahasiswa, buruh, hingga pengemudi ojek online menyuarakan protes atas kebijakan pemerintah yang dianggap menindas rakyat kecil. 

Di tengah riuhnya teriakan massa dan pedihnya gas air mata, muncul sosok yang berhasil mencuri perhatian, ibu berjilbab pink. Walaupun tanpa senjata dan hanya membawa tongkat bendera, ia berdiri di garis depan, menyuarakan keberanian yang selama ini dianggap lemah dan “feminine”. 

Tapi ternyata, ia menandingi wibawa negara yang seharusnya mampu melindungi rakyatnya. Keberanian emak-emak di garis depan bukan sekadar ekspresi individu, melainkan cermin yang menyoroti kegagalan institusi dan ketimpangan kekuasaan.

Ibu Bangsa di Tengah Gas Air Mata

Di tengah hiruk pikuk demonstrasi sejak 25 Agustus 2025, kemunculan ibu berjilbab pink tanpa senjata telah menjadi ikon keberanian yang menampar nurani bangsa. Hanya dengan membawa tongkat yang dililit bendera negara yang dicintainya, ia berdiri tegak, menghadapi aparat yang bersenjata lengkap. 

Keberanian aksi ibu berjilbab pink menghadirkan pesan yang lebih menusuk daripada seribu pidato politik. Keberanian ini menunjukkan bahwa ketika institusi gagal melindungi warganya, suara perempuan yang selama ini diremehkan justru tampil sebagai penjaga moral publik. 

Kehadiran emak-emak di garis depan, bukanlah romantisasi potret manis keibuan, namun justru menjadi kritik sosial yang menggores lebih dalam dari senjata. Mereka mematahkan stereotype gender yang menganggap perempuan yang pasif dan lemah. 

Perempuan yang selama ini dibatasi ruangnya dalam sektor domestik, kini justru tampil menjadi penjaga moral publik. Justru dengan tubuh yang dianggap rentan, mereka menantang peran negara terang-terangan. 

Keberanian mereka bukan mengingatkan kita bahwa legitimasi kekuasaan tidak lahir dari senjata, melainkan keberanian rakyat yang mempertahankan martabat.

Keteguhan emak-emak di garis depan memberikan dampak emosional yang tidak dapat disangkal. Publik terguncang dengan kenyataan, negara gamang berada di garis malu menjaga keadilan, sedangkan emak-emak tanpa tameng dan senjata justru berani berada di garis depan. 

Keberanian ini melampaui makna aksi sesaat. Ia mengguncang persepsi tentang siapa sebenarnya pemilik suara moral bangsa. 

Dari tubuh-tubuh yang selama ini dianggap rapuh, justru lahir kekuatan yang menelanjangi absurditas institusi, bahwa negara dengan segala instrumen kekuasaan yang dimilikinya, kalah nyali dibanding keberanian warganya sendiri.

Negara di Garis Malu, Rakyat di Garis Luka

Keteguhan emak-emak yang berani mengambil peran di garis depan bukan sekadar kisah sentimental, tapi juga hantaman moral bagi negara. Selama ini mereka dilekatkan pada wajan berdenting dan urusan dapur, seakan ruang hidup mereka terbatas pada sudut domestik. 

Saat ini, suara mereka menggema di jalanan, bukan sekadar mengurus rumah tangga, tapi mereka sedang menegur negara yang gagal menjaga rumah mereka bernama republik. Ironinya, tubuh yang dianggap rapuh justru berani menantang aparat bersenjata, sementara negara sendiri bersembunyi di balik tameng dan senjata.

Dan di tengah kegamangan itu, negara yang seharusnya melindungi, ternyata justru membuat luka rakyat lebih dalam lagi. Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, gugur setelah dilindas kendaraan rantis Brimob pada 28 Agustus 2025. 

Seorang pencari nafkah yang seharusnya mendapat perlindungan justru menjadi korban dari institusi yang berlindung di balik tameng dan senjata. Ironi ini menyayat nurani, di saat emak-emak tanpa pelindung tubuh berani berdiri menjaga suara rakyat, negara justru absen dalam melindungi warganya yang paling rentan. 

Affan juga menjelma menjadi simbol kegagalan, bahwa kekerasan negara tidak hanya menghantam tubuh rakyat, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan bahwa negara ini masih layak disebut pelindung.

Affan Kurniawan kini menjadi saksi bisu dari kontradiksi paling telanjang: negara yang memamerkan kekuatan lewat rantis dan senjata, tetapi gagal menghadirkan rasa aman bagi rakyat kecil. 

Tragedi ini menyodorkan cermin pahit, bahwa keberanian emak-emak di garis depan lebih manusiawi ketimbang negara yang bersandar pada represi.

Fenomena emak-emak di garis depan dan tragedi Affan Kurniawan menyingkap wajah ganda negara: di satu sisi hadir dengan kekuatan represif, namun di sisi lain gagal menampilkan keberpihakan pada rakyatnya sendiri. 

Kehadiran perempuan dalam barisan terdepan protes seharusnya dibaca bukan sebagai romantisasi peran domestik, melainkan sebagai kritik sosial yang hidup bahwa suara yang selama ini dianggap kecil justru menggema paling lantang di tengah ketidakadilan.

Dari sini terlihat jelas sebuah kontras yang menyakitkan: rakyat tanpa perlindungan berani melawan, sementara negara dengan segala aparatus kekuasaannya justru ragu berdiri di jalur moral. 

Keberanian perempuan dan nasib tragis seorang pencari nafkah adalah cermin sekaligus pengingat bahwa krisis di negara kita bukan sekadar soal ekonomi atau politik, tetapi soal nurani yang terkikis. Keberanian perempuan dan penderitaan rakyat adalah vonis moral, bahwa negara yang kehilangan nurani pada akhirnya sedang menggali kuburnya sendiri.

 

***

*) Oleh : Dr. Fidela Dzatadini Wahyudi, S.Sosio, M.Sos., Dosen Sosiologi Universitas Cipta Wacana Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.