TIMES MALANG, JAKARTA – Di sebuah desa yang senyap di Langkat, Sumatera Utara, Pak Budi (45), petani sawit kecil, hanya bisa memandang pilu kebunnya. Pohon-pohon yang dulu menjulang hijau kini meranggas, batangnya keropos, seolah digerogoti penyakit tak kasat mata. "Dua tahun lalu, produksi masih 12 ton per hektare. Sekarang, tak sampai 5 ton," keluhnya.
Kisah Pak Budi bukan sekadar tragedi personal. Ia adalah cermin ancaman sistemik yang mengintai industri perkebunan sawit Indonesia, yaitu serangan jamur Ganoderma boninense, pembunuh pohon sawit yang merayap diam-diam.
Padahal, sawit adalah nadi ekonomi kita. Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) tahun 2024 mencatat nilai ekspornya mencapai US$27,76 miliar (Rp440 triliun), meski turun 8,44% dari tahun sebelumnya.
Angka ini setara dengan 40% anggaran kesehatan nasional 2024. Ribuan desa bergantung pada 190 juta ton tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan setiap tahun. Namun, di balik gemuruh devisa, bom waktu ekologis ini terus berdetak.
Ganoderma bukanlah nama asing bagi petani sawit. Jamur ini menyerang akar dan batang pohon, menyebabkan penyakit busuk pangkal batang (Basal Stem Rot/BSR). Gejalanya sering kali baru terlihat setelah infeksi berlangsung selama 2-3 tahun, membuat deteksi dini menjadi tantangan tersendiri.
Penggunaan Bibit Unggul
Seperti kanker, Ganoderma menyerang tanpa gejala jelas. Jamur ini menggerogoti akar dan batang, memutus suplai nutrisi hingga pohon ambruk. Ironisnya, ketika daun mulai menguning, tanda yang sering dikira kekurangan pupuk, padahal infeksi Ganoderma yang telah berlangsung 2-3 tahun.
Pada 2023, 171.000 hektare kebun sawit di Indonesia terinfeksi, dengan kerugian mencapai Rp15,2 triliun. Di Langkat, populasi pohon produktif anjlok dari 119 ke 35 per hektare. Jika dibiarkan, Indonesia bisa kehilangan 1,2 juta ton minyak sawit per tahun, cukup untuk memasok kebutuhan minyak goreng nasional selama 6 bulan.
Sekitar 41% dari total lahan sawit nasional dikelola oleh petani kecil seperti Pak Budi. Sayangnya, mereka adalah kelompok yang paling rentan terhadap serangan Ganoderma. Kurangnya pengetahuan tentang deteksi dini dan keterbatasan finansial membuat mereka kesulitan melakukan tindakan pencegahan. Biaya untuk sanitasi lahan dan penggunaan agen hayati seperti Trichoderma dapat mencapai Rp17-20 juta per hektare per tahun, angka yang jauh di atas kemampuan ekonomi petani kecil.
Penggunaan bibit unggul yang tahan terhadap Ganoderma juga masih rendah. Data menunjukkan bahwa hanya 15% petani kecil yang menggunakan bibit bersertifikat. Harga bibit unggul yang dua kali lipat lebih mahal dibanding bibit biasa menjadi salah satu kendala utama.
Ganoderma merupakan ancaman serius bagi keberlanjutan industri sawit nasional. Tanpa tindakan penanggulangan yang efektif dan terkoordinasi, penyakit ini dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan dan mengancam mata pencaharian jutaan petani. Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan kerja sama dari semua pemangku kepentingan untuk menghadapi tantangan ini dan memastikan keberlanjutan industri sawit Indonesia.
Petani di Garda Terdepan
Di Kabupaten Pelalawan, Riau, sekelompok petani binaan perkebunan swasta nasional berhasil menaikkan produktivitas dari 18 ke 22 ton TBS/hektare berkat aplikasi Trichoderma dan pemilihan bibit kelapa sawit toleran. Kondisi ini terjadi dikawasan yang rawan serangan Ganoderma di hamparan perkebunan sawit di Riau. Kisah ini membuktikan bahwa Ganoderma bisa dikalahkan dengan pengetahuan dan solidaritas.
Di tengah transisi energi global yang sangat membutuhkan pangan dan minyak nabati, jika kita lengah dan misalkan 20% saja kebun sawit nasional terinfeksi, Indonesia berpotensi kehilangan Rp50 triliun per tahun, yang itu setara dengan dua kali lipat anggaran pertanian nasional.
Maka, menghadapi ancaman serius dari penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh jamur Ganoderma boninense, diperlukan strategi penanggulangan yang komprehensif dan terkoordinasi. Pemerintah perlu mempercepat riset dan perakitan yang dilanjutkan dengan pengembangan varietas kelapa sawit yang tahan terhadap Ganoderma.
Distribusi bibit unggul harus dipastikan menjangkau petani kecil dengan harga terjangkau, melalui subsidi atau skema pembiayaan yang sesuai. Penggunaan bibit unggul yang telah diberi perlakuan dengan agensia hayati seperti Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan Ganoderma.
Program edukasi dan pelatihan bagi petani mengenai deteksi dini dan manajemen penyakit Ganoderma harus diperluas. Penggunaan teknologi digital untuk pelatihan dan konsultasi dapat menjadi solusi efektif dalam meningkatkan literasi petani. Pelatihan ini harus mencakup identifikasi gejala awal infeksi, teknik sanitasi lahan, dan aplikasi agensia hayati.
Evaluasi dan penyederhanaan persyaratan administratif dalam program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) perlu dilakukan untuk meningkatkan partisipasi petani. Pendampingan teknis dan finansial harus diperkuat untuk memastikan keberhasilan program ini. Persyaratan seperti kepemilikan lahan yang sah dan keanggotaan dalam kelembagaan petani sering kali menjadi kendala bagi petani kecil untuk mengakses program ini.
Pemerintah, sektor swasta, lembaga penelitian, dan organisasi petani harus bekerja sama dalam mengembangkan dan menerapkan strategi pengendalian Ganoderma. Kemitraan ini penting untuk memastikan transfer teknologi dan pengetahuan yang efektif. Perusahaan besar dapat berperan dalam menyediakan sumber daya dan teknologi, sementara lembaga penelitian dapat memberikan dukungan ilmiah dan inovasi.
Dengan implementasi strategi-strategi tersebut secara terkoordinasi, diharapkan penyebaran Ganoderma dapat dikendalikan, sehingga keberlanjutan industri kelapa sawit nasional dapat terjaga.
***
*) Oleh : Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat BRMP Perkebunan, Kementerian Pertanian.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |