TIMES MALANG, NGANJUK – Dalam perbincangan mengenai dinamika sosial, ekonomi, dan kekuasaan dalam ranah pesantren, istilah "feodalisme pesantren" kerap muncul. Pesantren dianggap sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan Islam secara tradisional dalam banyak hal, tetapi apakah tepat jika dikatakan bahwa sistemnya feodal?
Kita harus menelaah makna feodalisme, cara kerja pesantren, dan kemungkinan adanya ketimpangan kekuasaan dalam lembaga-lembaga ini secara lebih rinci untuk memahami fenomena ini.
Kerangka sosial dan ekonomi feodalisme, yang muncul di Eropa sepanjang Abad Pertengahan, dibangun atas hubungan antara penguasa dan bawahan, yang diatur oleh sistem tugas dan imbalan.
Di bawah sistem feodal, seorang penguasa memberikan tanah atau hak-hak tertentu kepada rakyatnya sebagai imbalan atas kesetiaan atau jasa mereka, dan rakyat berkewajiban untuk memasok pasukan atau bantuan militer kepada penguasa.
Akan tetapi, jika kita mencoba menerapkan gagasan ini pada pesantren, kita harus memperhitungkan sejumlah faktor yang dapat berkontribusi pada struktur sosial dalam lembaga-lembaga tersebut.
Pesantren pada hakikatnya adalah lembaga pendidikan Islam yang mempelajari ajaran-ajaran agama. Kiai dan para santri, memiliki hubungan yang erat di pesantren, di mana kiai berperan sebagai pemimpin, sedangkan para santri datang untuk mempelajari ilmu agama.
Di banyak pesantren, struktur kepemimpinan ini dapat dianggap sebanding dengan hubungan yang ada dalam sistem feodal.
Kiai Superior
Di banyak pesantren, kiai memegang pengaruh yang signifikan. Mereka berperan sebagai pengajar agama sekaligus pembimbing spiritual dan sosial bagi para siswa dan masyarakat setempat.
Kiai memiliki kewenangan yang signifikan dalam membuat keputusan tentang masalah agama dan kegiatan sosial di dalam pesantren. Kekuasaan kiai menyerupai kekuasaan seorang tuan tanah feodal yang mengatur wilayah, aset, dan keberadaan para pengikutnya.
Santri Inferior
Sebaliknya, murid memiliki status yang lebih rendah dalam hierarki pesantren. Sementara ikatan antara kiai dan murid umumnya didasarkan pada rasa hormat dan pendidikan, di pesantren tertentu, ketergantungan murid pada kiai dapat mengarah pada dinamika hierarkis.
Murid sering dipandang sebagai individu yang harus mematuhi instruksi dan pedoman yang ditetapkan oleh kiai, dengan kesempatan terbatas untuk menyuarakan pikiran mereka atau mengembangkan kemandirian.
Sistem Ekonomi Pesantren
Pesantren tertentu menjalankan model ekonomi yang bergantung pada kontribusi dari masyarakat atau bahkan perusahaan yang dijalankan oleh pesantren, termasuk peternakan, pertanian, atau perdagangan.
Hal ini menumbuhkan ikatan yang lebih kuat antara pesantren dan masyarakat setempat, di mana kiai dapat mengelola sumber daya yang diarahkan ke pesantren. Sumbangan atau dukungan masyarakat biasanya diharapkan untuk membantu kiai atau pesantren sebagai sebuah organisasi.
Apakah Feodalisme Hadir di Pesantren?
Meskipun terdapat beberapa persamaan dalam dinamika kekuasaan yang hadir dalam sistem feodal dan pesantren, melabeli pesantren sebagai sistem feodal mungkin merupakan pernyataan yang berlebihan.
Ada banyak alasan yang menunjukkan bahwa feodalisme pesantren harus dilihat sebagai fenomena sosial yang memiliki banyak sisi, bukan sistem yang tetap dan definitif.
Hubungan Antara Kiai dan Santri Bersifat Spiritual dan Instruksional
Fungsi kiai di pesantren lebih berkaitan dengan tugas keagamaan dan pendidikan, bukan hanya otoritas sekuler. Dalam banyak kasus, kiai dianggap sebagai individu yang memberikan arahan etika dan spiritual.
Perbedaan status antara kiai dan santri tidak bertujuan untuk menciptakan kelas sosial yang terpisah, tetapi untuk menawarkan pendidikan yang sejalan dengan prinsip-prinsip agama.
Kerangka Hubungan yang Fleksibel
Tidak semua pesantren mengadopsi sistem yang menghasilkan feodalisme.
Banyak pesantren menawarkan lingkungan bagi para siswa untuk tumbuh secara mandiri, bahkan setelah menyelesaikan studi mereka. Pesantren tertentu mendorong diskusi antara kiai dan santri, yang memungkinkan munculnya ide dan perspektif baru selama sejalan dengan ajaran agama.
Pesantren sebagai Tempat Belajar
Sebagai lembaga pendidikan, pesantren mengutamakan penyebaran ilmu agama, moral, dan kemasyarakatan daripada pembentukan hierarki sosial yang ketat.
Banyak pesantren yang bertujuan untuk mencegah kesenjangan yang mencolok antara kiai dan santri dengan mengizinkan santri mengambil peran sebagai pengasuh pesantren atau berpartisipasi dalam keputusan internal pesantren setelah bertahun-tahun belajar.
***
*) Oleh : Argha Zidan Arzaqi, Dosen STAI KH. Zainuddin Ponpes Mojosari Nganjuk.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |