TIMES MALANG, MALANG – Eksistensi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) cukup menarik untuk diketahui. PMII yang lahir sebagai organ mahasiswa Nahdliyin memiliki daya tarik bagi sebagian mahasiswa di PTM tak terkecuali di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Bahkan PMII komisariat UMM sudah ada sejak tahun 1992 tepatnya pada 3 Mei 1992 atau berjarak 33 tahun dengan berdirinya PMII di Surabaya. Artinya sudah 33 tahun ekesistensi PMII-UMM turut mewarnai dinamika gerakan kemahasiswaan di Kota Malang khususnya di lingkungan Universitas Muhammadiyah Malang.
33 tahun tentu bukan waktu yang singkat bagi organisasi ekstra kampus dengan kultur Nahdhiyin di lingkungan Muhammadiyah sehingga bisa dikatakan cukup matang atau bahkan sudah mumpuni.
Akan tetapi jika ditinjau dari usia suatu organisasi 33 tahun tentu masih belum bisa dikatakan matang, terlebih jika dikatakan apakah cukup mampu melahirkan kader atau tokoh yang mumpuni pada berbagai lini kehidupan.
PMII-UMM tentu memiliki ciri khas tersendiri yang belum tentu dimiliki oleh organisasi kemahasiswaan lainnya. Momentum 33 tahun ini, apa yang bisa diperbuat oleh PMII-UMM kedepan agar ekesistensinya tidak sekedar dikatakan “masih ada”, akan tetapi lebih dari itu bahwa PMII-UMM mampu melahirkan kader-kader Nahdyihin yang menjadi lokomotif pada setiap lini kehidupan masyarakat kelak.
Reformulasi Gerakan
Pada momen ini PMII-UMM perlu membuat suatu roadmap organisasi kedepan. Berkaca dengan refleksi “setelah 33 tahun yang telah dilalui” kedepan, “apa lagi yang harus dilakukan” dengan melihat berbagai perubahan lingkungan sosial, politik, budaya dan tentu teknologi.
Sudah bukan jamannya lagi kita terjebak pada peran mahasiswa sebagai sebagai agen of social change and social control; moral force and guardian of value, dan iron stock pada paradigma lama.
Ketiga peran tersebut tentu berbeda pada masa ke masa, ini dapat kita lihat dari pada era Kebangkitan Nasional Boedi Oetomo (1908), era Sumpah Pemuda (1928), Era Proklamasi Kemerdekaan RI (1945) hingga awal Orde Baru (1966) dan tentu Orde Reformasi tahun 1998. Saat ini pada era disrupsi perlu ada penyesuaian dan penafsiran gerakan kemahasiswaan
PMII-UMM harus mampu merumuskan kembali peran mahasiswa tersebut dalam paradigma perubahan zaman. Jangan takut untuk merumuskan suatu visi yang besar dan merekontruksi berbagai pemikiran lama untuk dijadikan landasan berpikir bagi pedoman pergerakan masa depan.
Tantangan setiap zaman tentu berbeda, disini diperlukan suatu pendekatan yang berbeda pula. Kita ambil contoh, dunia pergerakan mahasiswa sekarang ini dihadapkan pada era disrupsi, demokratisasi dan kebebasan akses informasi sehingga diperlukan formulasi yang sangat baru dalam merekrut kader, merawat kader, memberi ruang bagi optimaslisasi potensi kader hingga bagaimana menyampaikan aspirasi politiknya.
Kita perlu menangkap ciri utama pada era ini dimana liberalisasi politik sudah berjalan dengan massif, kebebasan pers yang sudah baik atau bisa dikatakan “kebablasan”, desentralisasi berbagai kebijakan, bahkan demiliterisasi.
Sehingga bisa dikatakan saat ini gerakan sosial mahasiswa sudah tidak lagi identik memobilisasi massa secara fisik. Sekarang sudah tersedia banyak instrumen untuk mendistribusi informasi.
PMII-UMM sebagai organisasi kemahasiswaan yang memiliki ciri khas keislaman dan keindonesiaan perlu mereformulasi arah gerakan keislaman dan keindonesiaan. Kita tentu paham bagaimana corak pemikiran keislaman PMII yang plural dan iklusif dengan tetap berpegang pada prinsip Tawazun (bertindak seimbang), Tawassuth (berprilaku moderat), Tasamuh (bersikap toleran) dan I'tidal (berpihak pada kebenaran).
Sehingga diharapkan prinsip tersebutlah yang melandasi setiap ide dan pemikiran yang lahir dari diskursus orgaisasi. setiap kegiatan yang dilakukan oleh PMII-UMM masih berada pada koridor keislaman dan keindonesiaan.
Selain itu isu-isu fundamental seperti HAM, demokratisasi, keadilan dan pengentasan kemiskinan tetap menjadi bagian dari arus utama pada setiap topik diskusi agar mahasiswa tidak tergerus kepekaan pada kondisi sosialnya dan ketika sudah menjadi tokoh di masyarakat tidak mudah untuk melakukan berbagai penyimpangan yang berkibat pada penindasan sesama.
Digitalisasi
Penggunaan internet dan teknologi digital yang massif pada era ini perlu direspon seara positif. Pada beberapa lini kehidupan bisa kita lihat penetrasi internet, penggunaan smartphone, adopsi media sosial, angka optimalisasi digital yang tinggi pada sedekade tarakhir.
Hal ini menunjukkan bahwa internet telah mengubah banyak tatanan dalam hidup kita. Media sosial kini menjadi salah satu ruang publik yang cukup efektif dimanfaatakan banyak orang hingga mahasiswa untuk menyampaikan ide, pemikiran dan aspirasi hingga protes pada pemerintah.
Dulu mahasiswa yang biasanya selalu turun ke jalan menyampaikan sebuah orasi kritikan dan aspirasi kepada pemerintah. Mereka membawa spanduk sampai mobil komando ke depan gedung yang dituj, kini seiring peerkembangannya zaman dan teknlogi mengubah cara mahasiswa memberikan pendapat. Mereka memilih menyampaikan suara pendapatnya lewat sosial media.
Pada saat sebuah ide atau pemikirannta sudah tersebar, bisa jadi semakin membesar. Semua terjadi tidak memerlukan komandao dari “korlap”. Sebuah pola baru Gerakan sosial mahasiswa, mengarahkan aksi lapangan ke dunia digital menggunakan media sosial Instagram.
Dari satu fenomena tersebut akan menimbulkan banyak perubahan pada bagaimana seharusnya PMII-UMM bergerak. Disinilah diperlukan “ijtihad” pengurus komisariat PMII-UMM setelah 33 tahun berdiri agar setiap gerakan yang ada tidak terjebak pada adanya momentum.
Akan tetapi kita sendiri yang menciptakan momentum pergerakan itu. Sehingga PMII-UMM tetap memiliki ciri khas yang mampu menjadi arena pergulatan pemikiran bagi lahirnya kader-kader nahdliyin masa depan.
Pada akhirnya kita akan kembali pada ungkapan “Setiap zaman punya cara bergerak sendiri”.
***
*) Oleh : Edi Sutomo, Staf Pengajar MAN 2 Kota Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |