https://malang.times.co.id/
Opini

Tantangan Finansial Generasi Muda di Era Disrupsi Digital

Selasa, 18 Februari 2025 - 17:10
Tantangan Finansial Generasi Muda di Era Disrupsi Digital Alfin Dwi Rahmawan, Lembaga Kajian, Konsultasi, dan Pemberdayaan Sosial The Fitri Center.

TIMES MALANG, JAKARTA – Kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan menghadirkan transformasi yang pesat dari berbagai bidang dan tidak menutup kemungkinan kemajuan teknologi ini memberikan dampak yang cukup signifikan bagi masyarakat. Salah satunya ialah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin kesini semakin mengalami digitalisasi.

Perkembangan ini telah mengubah pola masyarakat dalam berinteraksi yang kemudian mentransformasikan nilai-nilai yang ada di masyarakat yang berujung pada fenomena disrupsi digital.

Disrupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti hal tercabut dari akarnya, atau perubahan besar yang tercabut dari akarnya. Sedangkan mengutip dari buku Disrupsi dan Adaptasi: Bonus Demografi Menyongsong Indonesia Emas 2045 oleh Armansyah Muamar Haqi, Disrupsi diperkenalkan pertama kali oleh Clayton M. Christensen seorang Profesor Harvard di dalam bukunya Innovator’s Dilemma, yang diterbitkan pada tahun 1997.

Menurut Clayton di dalam penelitiannya, disrupsi adalah perubahan yang membuat perusahaan berjalan tidak seperti biasa, melainkan berubah dengan cara-cara yang baru berbasis teknologi.

Disrupsi merujuk pada perubahan besar yang terjadi di dalam sebuah industri. Sehingga disrupsi digital ialah kondisi dimana terjadi inovasi dan perubahan secara fundamental karena keberadan teknologi digital.

Bukti nyata hadirnya disrupsi digital saat ini bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat kita melakukan transaksi finansial, seperti membayar tagihan,  berbelanja, menggunakan QRIS saat bertransaksi, layanan M-Banking atau transaksi yang menggunakan E-Wallet (dompet digital).

Apalagi di saat wabah pandemi Covid-19, dimana semua industri menuju aktivitas digital seperti pembelajaran dan pertemuan yang dilakukan secara online atau bisa dilakukan dari rumah.

Selain itu juga menurut saya di era disrupsi digital ini ada dampak negatif yang sangat memengaruhi kondisi kehidupan dalam bermasyarakat, salah satunya merajalelanya industri judi online dan pinjaman online di internet.

Peran Media Sosial sebagai Polarisasi Judi dan Pinjaman Online

Media sosial adalah media yang paling banyak penyebaran informasi tentang Judi dan Pinjaman Online ini. Menurut survei yang dilakukan oleh Populix pada tahun 2023 dalam artikel yang ditulis oleh Ucy Sugiarti, bahwa penyebaran iklan judi online Indonesia telah mencapai tingkat yang meresahkan.

Terdapat 84% responden yang melaporkan bahwa mereka pernah melihat iklan judi online dalam enam bulan terakhir dan 63% diantaranya menjelaskan iklan tersebut muncul hamper setiap kali mereka mengakses internet.

Temuan ini menunjukkan bahwa 84% responden melihat iklan perjudian online di media sosial, dengan distribusi paparan 48% di Instagram, 45% YouTube, 45% Facebook, 16% di X (sebelumnya Twitter), dan 4% di platform lain.

Tidak terkecuali juga untuk penyebaran iklan pinjaman online, baik secara illegal maupun tidak. Saat ini banyak sekali beberapa produk pinjaman online yang berseliweran di media sosial.

Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh pada tingkat konsumtif masyarakat, karena dengan hadirnya pinjaman online menjadi salah satu bentuk alternatif masyarakat untuk berprilaku konsumtif tanpa memikirkan resiko yang akan ditanggung kedepannya.

Apalagi aplikasi-aplikasi pinjaman online seperti ini semakin mudah untuk diakses dan punya persyaratan yang mudah sekali. Sesuai dengan tagline yang sering mereka tampilkan yaitu kemudahan, kecepatan, fleksibilitas, dan pengalaman tanpa ribet.

Tidak dapat dipungkiri pinjaman online menjadi salah satu cerminan kemajuan finansial teknologi (fintech). Dimana pinjaman online ini sebagai pertukaran keuangan secara langsung maupun tidak langsung tanpa melibatkan Lembaga keungan konvensional.

Tentunya ini menjadi alternatif bagi seseorang untuk melakukan pinjaman tanpa harus melibatkan perbankan yang mungkin memiliki persyaratan pinjaman yang terlalu tinggi dan mempunyai banyak persyaratan.

Media sosial memiliki peran yang sangat krusial dalam memengaruhi pola pikir konsumen, yang kemudian berujung pada pengambilan keputusan mereka untuk melakukan Tindakan judi online dan mengambil pinjaman online.

Kemudian yang jadi pertanyaan ialah siapa yang menjadi korban dalam tindakan impulsif ini? Tentu yang palin rentan ialah generasi muda, generasi Dimana mereka lebih banyak terpapar dengan perkembangan teknologi digitalisasi.

Berkaca dari survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023, diketahui bahwa tingkat penetrasi internet di Indonesia mencapai 79,5 persen dari total penduduk Indonesia yang sebesar 279,3 juta jiwa. Penetrasi internet cukup besar disumbang oleh kelompok generasi Z atau mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 yaitu sebesar 87,02 persen.

Kemudian juga turut disumbang oleh generasi post-Z atau mereka yang lahir setelah 2013 yakni dengan penetrasi sebesar 48,10 persen. Generasi ini umumnya menghabiskan 97 persen waktunya berselancar di dunia maya menggunakan gawai seperti telepon seluler (ponsel) pintar (smartphone).

Sayangnya, tak sedikit dari generasi muda ini yang singgah di situs-situs judi online ataupun aplikasi peminjaman online. Data dari otoritas jasa keuangan jumlah rekening penerima pinjaman online ini berusia 19 -34 tahun mencapai 10.91 juta penerima dengan nilai pinajaman sebesar Rp26.87 Triliun pada Juni 2023.

Kemudian yang mengakses judi online ada sebanyak 8.8 juta masyarakat yang tercatat bermain judi online dan 80 persen adalah masyarakat bawah dan menyasar kepada kelompok muda.

Generasi Muda sebagai Masyarakat Risiko

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa masyarakat yang rentan terhadap aktivitas judi online dan pinjaman online adalah generasi muda, berkisar antara 19-34 tahun.

Mereka adalah kelompok-kelompok rentan, yang dimana usia di awal-awal adalah usia ketika mereka masih mencari ataupun sebagai orang yang baru memulai bekerja.

Tentunya dengan kondisi tersebut mereka memerlukan biaya untuk gaya hidup sehari-hari. Kemudian ketika usia mereka beranjak yang lebih dewasa mereka dihadapkan pada kondisi ekonomi di dalam rumah tangga yang mungkin belum kuat secara ekonomi.

Generasi ini bisa dikatakan sebagai generasi yang masuk ke dalam masyarakat risiko (Risk Society). Karena sudah jelas pengambilan sebuah keputusan yang dilakukan seseorang untuk melakukan judi dan pinjaman online ini merupakan tindakan impulsive, tidak memikirkan konsekuensi yang didapatkan di kemudian hari. Masyarakat yang seperti ini biasanya hanya memikirkan untuk mendapatkan keuntungan secara instan.

Masyarakat risiko menurut Ulrich Beck, orang pertama yang mencetuskan istilah masyarakat risiko dalam karyanya yaitu “Risk Society: Toward a New Modernity”.

Beck berpendapat kita masih akan terus berada dalam kehidupan modern, walaupun dalam bentuk modernitas yang baru. Tahap klasik modernitas sebelumnya berkaitan dengan masyarakat industri, sedangkan kemunculan modernitas baru berkaitan dengan masyarakat risiko.

Istilah ini merujuk kepada perubahan kondisi baru pada kehidupan manusia saat ini, dimana dari modernitas menuju modernitas lanjut dan melahirkan konsekuensi seperti ketidakmenentuan dan risiko yang sewaktu waktu dapat terjadi pada masyarakat modern.

Bisa dikatakan bahwa perkembangan teknologi digital saat ini menjadi titik modernitas lanjut, perkembangan dunia modern yang semakin mempermudah masyarakat dalam beraktivitas.

Di sisi lain, konsekuensinya ialah menghadirkan masyarakat risiko. Sehingga saya bisa mengambil 2 point korelasi antara maraknya fenomena judi dan pinjaman online ini dengan masyarakat risiko.

Pertama, di era modern ini ketidakpastian terutama dalam segi perekonomian terus menghantui masyarakat kita, terutama mereka yang baru memulai kehidupan sendiri seperti berkeluarga ataupun memulai pekerjaan.

Hadirnya platform pinjaman online dan juga judi online membuat masyarakat menjadi latah dan tergiur untuk mendapatkan keuntungan secara instan.

Kedua, transformasi dari konvensional ke digital mengarahkan adanya proses disrupsi digital yang yang tidak dapat dielakkan. Masyarakat yang ketergantungan terhadap teknologi yang sudah terdigitalisasi mempunyai peluang untuk terpapar tentang iklan atau informasi mengenai aktivitas judi dan pinjaman online yang berujung pada pengambilan keputusan seseorang.

Tentunya di era yang semakin modern ini generasi muda mempunyai tantangan yang cukup besar dalam pengelolaan finansial untuk dirinya sendiri. Jika tidak disikapi dengan bijak maka kemajuan teknologi yang sudah berada di tangan kita seperti halnya pisau bermata dua.

Akan sangat berguna jika dimaksimalkan dengan positif tetapi akan sangat merugikan jika kita terjebak dalam kubangan aktivitas negative seperti perjudian dan pinjaman online yang impulsif. Jangan sampai ketika kita mengambil suatu tindakan untuk meminimalisir masalah malah akan memunculkan masalah lainnya.

***

*) Oleh : Alfin Dwi Rahmawan, Lembaga Kajian, Konsultasi, dan Pemberdayaan Sosial The Fitri Center.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.