TIMES MALANG, MALANG – Setiap Idul Adha, kita diminta untuk mengingat-ngingat ajaran Allah yang disampaikan Kholilullah, Sayidina Ibrahim alaihissalam.
Sebenarnya, ajaran Nabi Ibrahim a.s merupakan fondasi ilmu Komunikasi sekarang ini. Karena itu, saya sebut secara manasuka atau sembarang sebagai "Teori Komunikasi Ibrahimiyah".
Sama seperti para Nabi lainnya, Nabi Ibrahim a.s diberikan kecerdasan (Fathonah) di atas rata-rata. Peristiwa ketika Nabi Ibrahim a.s "mencari Tuhan" merupakan bukti kecerdasan beliau untuk tidak taken for granted berdasarkan realitas sosial yang terjadi saat itu (Yakni penyembahan berhala sbg realitas kebenaran sosial).
Nabi Ibrahim a.s menggunakan akal pikirannya untuk mencapai simpulan bahwa Tuhan pasti wujud yang lebih sempurna dari perkasanya bulan, bintang, dan matahari. Alloh SWT telah memberikan penguatan batiniah yang mendalam kepada beliau.
Dlm iptek sekarang, sifat tdk begitu saja taken for granted ini pada dasarnya merupakan basis pengembangan iptek. Ribuan abad setelah era Nabi Ibrahim a.s, Rene Descartes berucap kalimat yg kesohor di dunia filsafat ilmu, yakni "omnibus dubitandum", bahwa pengetahuan itu muncul setelah kita meragukan sesuatu realitas.
Komunikasi Politik
Nabi Ibrahim a.s memberikan fondasi relasi penguasa dan warga negara. Pemimpin negara harus memiliki karakter tauhid yg kokoh agar tdk berkuasa scr zolim. Terhadap pemimpin yang zolim, warga negara memiliki tanggung jawab untuk menasehati dan bahkan mengubahnya.
Bentuk pengubahannya adalah dengan menggunakan hikmah, yakni pesan-pesan politik dan cara mendeliverykannya bersumber nilai-nilai Tauhid.
Peristiwa dialogis antara Nabi Ibrahim a s dengan Raja yang zolim bernama Namrudz menunjukkan dimensi komunikasi politik verbalis berbasis rasionalitas dan daya nalar tinggi.
Peristiwa "kalung kapak di leher patung berhala yang besar" merupakan komunikasi simbolik nonverbal penuh makna ketauhidan yang mendasar dan mudah dicerna rasionalitas manusia.
Peristiwa "kalung kapak" juga menunjukkan kewajiban warga negara untuk ekspresikan sikap mengubah kezoliman.
Dlm demokrasi sekarang, ekspresi sikap "kalung kapak di patung berhala" ini dapat direlasikan dengan ekspresi "coblos foto calon pemimpin yang tidak zolim" sebagai ekspresi terlemah dalam komunikasi politik. Disebut "Terlemah" karena hanya suara hati yang tahu ekspresi ini.
Ekspresi sikap lewat simbol verbal dan nonverbal yang rasional dan bernalar membutuhkan kecerdasan ilmiah. Karena itulah, para akademisi punya potensi besar berada di garda depan sebagai avant garde perubahan untuk keadilan umat.
Teori Komunikasi Demokratis
Nabi Ibrahim a.s menggunakan komunikasi sebagai wadah bagi pesan-pesan welas asih dan toleransi.
Meskipun Tauhid menjadi pesan utama bagi semua manusia, tetapi, tidak boleh ada pesan dan proses komunikasi pemaksaan.
Peristiwa dialogis antara Nabi Ibrahim a.s dengan Ayahnya memotret interaksi pesan-pesan kasih sayang dan penuh karimah antara dua pihak berbeda kepentingan.
Komunikasi pun terbungkus karakter welas asih. Bukan caci maki, melaknat, atau benci berbalas dendam kpd yg beda pilihan.
Hal ini tercermin dari peristiwa Nabi Ibrahim a.s yang selalu mendoakan agar ayahnya (komunikan) selalu mendapatkan berkah keselamatan dan kesejahteraan.
Berdemokrasi bisa lewat komunikasi politik akomodatif, yakni mengakomodasi pihak yg berbeda. Namun, bisa juga diterima strategi elektoral-merrit system, yakni lebih memilih terlebih dulu orang yang kapabel dan kredibel di antara orang yang sevisi dan semisi unt masuk di kabinet, tetapi, hak-hak orang yang berbeda harus tetap dipenuhi secara sama.
Karakter welas asih harus tercermin dalam kebijakan publik untuk mengarah pada kemaslahatan bersama, tanpa melihat perbedaan. Puncak dari kemaslahatan adalah kesejahteraan dan keadilan sosial.
Teori Komunikasi Harmoni
Komunikasi adalah wadah bagi proses penyampaian pesan-pesan keharmonisan. Filsafat ilmu mengarahkan ilmu dan praktek komunikasi menuju Das Sollen-nya, yakni harmoni atau glue of harmonious society.
Agar harmoni ini terwujud, perlu wadah proses komunikasi yang berisi pesan-pesan penyadaran bahwa eksistensi dan kemuliaan manusia ditentukan oleh ketaqwaan. Bukan karena ras, suku, bangsa, bentuk fisik, nasab, atau pangkat dan jabatan.
Agar harmoni terwujud, perlu wadah bagi pesan-pesan saling mengenal dan memahami (lita'aruf) terhadap hakikat perbedaan.
Wadah proses komunikasi warisan Nabi Ibrahim a.s tersebut adalah Haji ke Mekkah al Mukaromah.
Haji adalah wadah komunikasi yang memungkinkan aliran simbol beserta pemaknaan simbol secara sama, universal, dan simultan.
Jutaan orang berkumpul dalam bahasa simbolik yang sama, yakni ihram yang sama, rukun yang sama, dan kiblat yang sama, lepas dari artefak dan atribut duniawi, unt meraih cita-cita yang sama yakni ridho Alloh SWT.
Simbol-simbol tsb mengetuk kesadaran terhadap hakikat manusia: "Berbeda dalam satu persaudaraan dan satu tujuan ketauhidan".
Simbol-simbol tersebut memudahkan kondisi "setala, in tune" dalam komunikasi transendental maupun komunikasi sosial.
Teori Komunikasi Keluarga
Ajaran Nabi Ibrahim a.s juga sebagai fondasi kokoh bagi kualitas keluarga.
Pesan utama komunikasi keluarga adalah mendidik akhlak dan mendoakan keselamatan serta kesejahteraan bagi anggota keluarga.
Mendidik berbasis teladan kepatuhan yang luar biasa kpd Alloh SWT melahirkan generasi berkualitas berbasis taqwa. Nabi Ibrahim a.s pun disebut "Bapak Para Nabi" karena kualitas keturunannya yang banyak dipilih Alloh SWT sebagai Utusan Alloh.
Teori Komunikasi Organisasi
Ajaran Nabi Ibrahim a.s juga menjadi fondasi komunikasi organisasi.
Nabi Ibrahim a.s memiliki banyak peristiwa kepatuhan dan ketegaran dalam menjalankan perintah dan cobaan Alloh SWT. Dibakar dalam api yang menyala, berpisah dengan keluarga di padang tandus, hingga "menyembelih" putranya, merupakan sarana mencapai level hidup tertinggi.
Sistem komunikasi organisasi mesti diarahkan pada penyampaian pesan-pesan positif, optimis, dan inovatif di tengah tantangan persaingan untuk meraih level profit finansial dan profit reputasi tertinggi.
Pesan-pesan positif, optimis, dan inovatif menjadi lem terbangunnya saling koordinasi, kerjasama, dan networking yang baik.
Teori Public Relations Tell the Truth
Peristiwa kurban merupakan basis membangun relasi untuk terciptanya goodwill dalam kehidupan kemasyarakatan.
Relasi sosial akan terbangun lewat pesan-pesan yang mengandung kejujuran (truth), keterpercayaan (trust), dan kesediaan berkorban.
Berkorban untuk rela mengalokasikan sumber daya yang dimiliki (misalnya harta) dan jujur diniatkan kpd Alloh SWT.
Dlm perspektif Barat, dikenal Declaration of Principles, yakni tell the truth. Islam sdh ajarkan jauh sebelumnya, yakni qaulan sadidan dg karakter siddiq.
Kecakapan komunikasi Nabi Ibrahim a.s menjadi fondasi public speaking praktisi public relations. Public relations tidak boleh berkata 'tidak tahu' meskipun dia betul-betul tidak tahu. Tdk boleh pula berbohong/mengarang ketika berkomunikasi dg publik.
Dlm peristiwa "kalung kapak di leher patung berhala", Nabi Ibrahim a.s tidak langsung berkata 'aku yg menghancurkan patung-patung kecil dan mengalunkan kapak ke patung paling besar', tetapi, berkata "tanyalah langsung kepada patung besar itu karena dia yang membawa kapak".
Artinya, Nabi Ibrahim a.s menggunakan bahasa verbal yang edukatif yang ditujukan membuka kesadaran rasional dan nalar orang lain.
Nabi Ibrahim a.s bersama istrinya, Sayidah Sarah pernah melewati kerajaan yang dipimpin oleh Raja yang "doyan ngambil" istri orang lain yg cantik. Nabi Ibrahim a.s pun berkata "Dia (Sarah) adalah saudariku se-Islam".
Perkataan ini bukan berbohong, tetapi, kreativitas berkomunikasi untuk menjaga kemaslahatan bersama.
Relasi sosial juga dibangun dari kesediaan saling berbagi dan menolong sesama yang merupakan wujud empati sosial.
Program charity dan CSR bisa menjadi elemen keterpercayaan sosial sehingga memudahkan terbangunnya long-terms relationship dengan publik.
Ajaran Sepanjang Masa
Itulah secuil ajaran dan teladan Nabi Ibrahim a.s yang termaktub dalam Kalamulloh, Al-Qur'an. Ajaran yg juga sering kita dengar dari mauidhoh hasanah para Kiai dan Ustadz ini menjadi fondasi teori-teori komunikasi.
Ajaran ini bersumber pada Tauhid yg sama sehingga berlaku lintas zaman, dan diteruskan pula oleh Sayidul Anbiya, Kanjeng Nabi Muhammad SAW untuk umat sekarang hingga akhir zaman. (*)
***
*) Oleh : Prof. H. Rachmat Kriyantono, PhD., Guru Besar Ilmu Humas Dept Komunikasi Fisip UB.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |