https://malang.times.co.id/
Opini

“Ndasmu Etik” Antara Pencitraan dan Bumerang

Rabu, 07 Mei 2025 - 20:13
“Ndasmu Etik” Antara Pencitraan dan Bumerang Mohammad Isa Gautama, Dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Padang

TIMES MALANG, PADANG – Gaya komunikasi politik seorang pemimpin adalah cerminan dari nilai-nilai, strategi, dan arah kepemimpinannya. Dalam konteks politik Indonesia, pesan komunikasi dari pucuk pemimpin tertinggi eksekutif sudah pasti menjadi sorotan publik. Dalam hal ini, pesan politik Presiden Prabowo Subianto, baik kontroversial atau pun tidak sudah pasti menjadi titik perhatian.

Salah satu produk pesan komunikasi politik dari seorang Prabowo Subianto yang paling menyita perhatian publik adalah pernyataan "ndasmu etik" yang dilontarkannya sebagai Presiden dalam sebuah forum resmi. 

Ungkapan ini bukan hanya sekadar ekspresi spontan, tetapi juga mengandung implikasi yang luas terhadap citra politiknya dan persepsi publik terhadap kepemimpinannya.

Antara Karisma dan Kontroversi

Sejak awal kemunculannya dalam dunia politik, Prabowo dikenal dengan gaya komunikasi yang lugas, tanpa basa-basi, dan terkadang dianggap terlalu eksplisit. 

Sebagai mantan jenderal, gaya bicaranya cenderung militeristik, mengedepankan hirarki komando dan ketegasan. Hal ini bisa jadi menjadi bagian dari strategi politiknya dalam membangun citra sebagai pemimpin yang kuat dan berani.

Dalam teori komunikasi politik, gaya komunikasi Prabowo dapat dikategorikan sebagai gaya komunikator yang "direct" dan "persuasive". Menurut Dan Nimmo (1993), komunikator politik memiliki peran sebagai "agenda setter" yang mampu menentukan topik pembicaraan dan arah wacana politik. Prabowo secara efektif menggunakan gaya komunikasinya untuk membangun narasi kepemimpinan yang berbasis pada ketegasan dan keberanian.

Selanjutnya, masih menurut ahli yang sama (2001), gaya komunikasi politik seorang pemimpin mencerminkan karakter kepemimpinannya serta strategi politiknya dalam membangun citra di mata publik. 

Sementara menurut Erving Goffman (1959) dalam The Presentation of Self in Everyday Life, citra seorang pemimpin dibangun melalui interaksi dengan publik, termasuk melalui gaya bahasa yang digunakannya. 

Namun, di sisi lain, gaya komunikasi yang terlalu eksplisit juga memiliki potensi untuk menjadi bumerang. Ungkapan seperti "ndasmu etik" menunjukkan bahwa ada batas yang tipis antara ketegasan dan arogansi. 

Dalam konteks komunikasi politik, pemimpin yang menggunakan retorika yang terlalu konfrontatif dapat menciptakan polarisasi di tengah masyarakat. Publik sangat berpeluang bahwa Prabowo kurang mengedepankan etika komunikasi yang lebih santun dan diplomatis, yang seharusnya menjadi ciri khas seorang pemimpin negara.

Etika (Komunikasi) Politik

Ungkapan "ndasmu etik" yang dilontarkan Prabowo dalam acara perayaan Hari Ulang Tahun ke-17 Gerindra, medio Februari lalu memicu perdebatan luas mengenai batasan etika dalam komunikasi politik. 

Dalam teori komunikasi, penggunaan bahasa dalam politik tidak hanya berfungsi sebagai alat penyampaian pesan, tetapi juga sebagai strategi membangun citra. Menurut Teun A. van Dijk (1997), wacana politik memiliki pengaruh yang besar terhadap persepsi publik dan konstruksi realitas sosial.

Dalam konteks ini, ucapan "ndasmu etik" dapat diinterpretasikan dalam dua perspektif yang berbeda. Pertama, bagi para pendukungnya, pernyataan ini mencerminkan ketegasan Prabowo dalam menanggapi kritik atau perdebatan politik yang dianggap tidak relevan atau bias. Gaya komunikasi yang blak-blakan ini dianggap sebagai bentuk autentisitas dan keberanian yang tidak dimiliki oleh politisi lain.

Sebaliknya, dari perspektif yang lebih kritis, pernyataan ini justru (berpotensi) mencerminkan lemahnya kesadaran akan etika komunikasi dalam politik. Dalam demokrasi yang sehat, etika politik menjadi salah satu pilar utama dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berbicara dan penghormatan terhadap lawan politik. 

Ketika seorang pemimpin menggunakan bahasa yang cenderung kasar atau merendahkan, hal ini dapat menciptakan preseden buruk bagi praktik komunikasi politik di masa depan.

Dampak terhadap Pencitraan

Citra seorang pemimpin menjadi faktor kunci dalam membangun legitimasi dan dukungan publik. Joseph Nye (2004) dalam konsep "soft power" menekankan bahwa kepemimpinan yang efektif tidak hanya bergantung pada kekuatan militer atau ekonomi, tetapi juga pada kemampuan komunikasi yang dapat membangun kepercayaan dan keharmonisan dalam masyarakat.

Sementara itu, melalui perspektif branding politik, citra seorang pemimpin harus dikelola secara konsisten dan hati-hati. Setiap pernyataan yang diucapkan oleh seorang pemimpin dengan cepat tersebar dan dianalisis oleh publik. 

Kesalahan komunikasi, sekecil apapun, dapat memengaruhi elektabilitas dan kepercayaan publik. Oleh karena itu, dalam konteks ini, pernyataan Prabowo berpotensi menciptakan celah bagi lawan politiknya untuk menggiring opini negatif terhadapnya.

Lebih jauh, Teun A. van Dijk (1998) mengatakan, wacana politik yang baik harus mampu membangun narasi yang kuat tanpa harus menyerang secara verbal pihak lain. Jika seorang pemimpin ingin membangun komunikasi politik yang efektif, ia harus mempertimbangkan tiga aspek utama. 

Pertama, konteks publik. Seorang pemimpin harus memahami situasi dan audiensnya. Komunikasi yang agresif mungkin efektif dalam kampanye politik, tetapi dalam konteks pemerintahan, pendekatan yang lebih diplomatis akan lebih dihargai.

Kedua, bahasa dan narasi. Gaya bahasa yang digunakan dalam komunikasi politik sangat berpengaruh terhadap penerimaan publik. Bahasa yang kasar dapat memperkuat dukungan dari basis pemilih tertentu, tetapi juga bisa menimbulkan antipati dari kelompok yang lebih moderat.

Ketiga, dampak jangka panjang. Komunikasi politik tidak hanya berdampak dalam jangka pendek, tetapi juga membentuk persepsi publik terhadap kepemimpinan dalam jangka panjang. 

Jika seorang pemimpin terlalu sering menggunakan retorika yang agresif, ia bisa kehilangan dukungan dari kelompok intelektual dan profesional yang mengutamakan stabilitas dan rasionalitas dalam kepemimpinan.

Peran Media dan Urgensi Komunikasi Efektif

Fenomena “ndasmu etik” sedikit banyak menunjukkan bagaimana politik di era digital sangat dipengaruhi oleh persepsi dan framing media. Menurut McCombs dan Shaw (1972) dalam teori agenda setting, media memiliki peran dalam membentuk wacana publik dengan menentukan isu mana yang layak mendapatkan perhatian lebih. Dalam kasus Prabowo, media memiliki peran besar dalam membingkai pernyataannya, baik dalam konteks positif maupun negatif.

Terbukti, media sosial dipenuhi dengan berbagai tanggapan yang beragam, mulai dari dukungan hingga kecaman. Para pendukung Prabowo menganggap hal ini sebagai bentuk ekspresi yang jujur dan tegas, sementara pihak yang lebih kritis menilai bahwa ini adalah bukti lemahnya kontrol diri dan etika komunikasi seorang pemimpin.

Pernyataan "ndasmu etik" bisa jadi merupakan bagian dari upaya membentuk citra gaya komunikasi yang tegas. Namun, ekspresi komunikasi apapun menuntut pendekatan yang bijaksana dalam rangka membangun pencitraan yang positif dan persuasif. 

Jika Prabowo ingin mempertahankan citra sebagai pemimpin yang visioner dan inklusif, maka ia perlu secara elegan dan berhati-hati memilih kata-kata yang digunakan dalam forum publik. Sebaliknya, gegabah dalam berkomunikasi (politik) justru akan menjadi bola liar dan bumerang terhadap pembentukan persepsi publik.

Terlebih, dalam jangka panjang, etika komunikasi politik merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan kepemimpinan. Kepemimpinan yang kuat tidak hanya diukur dari ketegasan dalam berbicara, tetapi juga dari kemampuan membangun dialog yang konstruktif dan menghormati nilai-nilai demokrasi, bahkan nilai-nilai ketimuran. 

Oleh karena itu, penting bagi semua aktor dan pemimpin politik, termasuk Prabowo, untuk selalu menjaga standar komunikasi yang tidak hanya efektif, tetapi juga etis dan mencerminkan kepemimpinan yang bertanggung jawab. 

***

*) Oleh : Mohammad Isa Gautama, Dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Padang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

 

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.