https://malang.times.co.id/
Opini

Darurat Perbaikan Psikologi Aparat Kepolisian

Jumat, 14 Maret 2025 - 00:02
Darurat Perbaikan Psikologi Aparat Kepolisian Nicholas Martua Siagian, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Anti korupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK.

TIMES MALANG, JAKARTA – “Mau korupsi, bayar polisi Mau gusur rumah, bayar polisi Mau babat hutan, bayar polisi Mau jadi polisi, bayar polisi”. Kalimat tersebut merupakan penggalan lirik lagu dari Sukatani yang berjudul Bayar, Bayar, Bayar. Lagu yang sempat diumumkan bersamaan dengan permintaan maaf kedua personel Sukatani kepada Kapolri dan Institusi Polri melalui media sosial Instagram.

Bahkan, mereka mengaku diintimidasi polisi sejak Juli 2024. Puncaknya, pada Februari 2025, personel Sukatani itu mengaku didatangi, dipaksa membuat video permintaan maaf, mengungkap identitas mereka, hingga menarik karya.

Dari perlakuan intimidasi yang mereka perlakukan kepada Band Sukatani, sebenarnya sudah terlihat bahwa ada nilai yang sengaja dipertahankan oleh Institusi Polri, yaitu nilai anti kritik, anti mendengarkan, anti mengakui kesalahan, anti merenungi kesalahan, dan selalu mencari justifikasi pembenaran atas tindakan yang dilakukan.

Padahal, dari lagu Bayar, Bayar, Bayar sebenarnya adalah tuntutan masyarakat yang selama ini resah terhadap Institusi Kepolisian, singkatnya masyarakat menuntut, “Perbaiki, Perbaiki, Perbaiki!”

Bukan sekali, dua kali, atau tiga kali, ada berita buruk dari Institusi Kepolisian, bahkan bisa dikatakan masyarakat muak dari jeleknya tindakan dari oknum aparat Kepolisian.

Menjadi pelaku korupsi banyak, menjadi pelaku penembakan terhadap masyarakat sipil banyak, pelaku penembakan sesama aparat juga banyak, pelaku pemerkosaan juga ada, oknum perwira menengah penyuka sesama jenis juga pernah ada, hingga pelaku tindakan anarkis juga kerap terjadi.

Bahkan, yang baru-baru ini terjadi adalah yang sangat menyayat hati masyarakat menjadi oknum pelaku pencabulan terhadap anak berumur 3 (tiga) tahun.

Bayangkan seorang Oknum Kapolres Ngada, NTT menjadi pelaku pencabulan terhadap tiga anak di bawah umur hingga videonya dipublikasi di situs porno Australia.

Tidak hanya itu, ia juga terbukti positif menggunakan narkoba setelah menjalani pemeriksaan tes urine. Dengan dipublikasinya ke situs porno di Australia, tentu tindakan tersebut merupakan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sangat menyakiti hati masyarakat, seorang Oknum Kapolres di Ngada, melakukan tindak pidana sangat berat yang notabene merupakan seorang pejabat dari Institusi Kepolisian yang seharusnya menjadi penegak hukum dan memberikan rasa aman dan mengayomi masyarakat.

Kekerasan terhadap anak, terutama kekerasan seksual, memiliki dampak jangka panjang yang sangat merusak. Korban tidak hanya mengalami trauma fisik, tetapi juga psikologis yang dapat mempengaruhi perkembangan emosional, sosial, dan kognitifnya di masa depan.

Kasus ini juga merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), yang dilakukan oleh orang yang disebut sebagai penyelenggara negara dan aparat penegak hukum.

Anak-anak, sebagai kelompok yang paling rentan, memiliki hak untuk dilindungi dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan tidak manusiawi.

Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Indonesia menegaskan bahwa negara wajib menjamin perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual.

Mungkin, kalau Jenderal Hoegeng masih hidup sampai saat ini, mungkin dia akan meminta Kepolisian lebih baik dibubarkan saja, karena institusi yang seharusnya memberikan rasa aman kepada masyarakat, ternyata semakin mengancam dan menindas masyarakat.

Dari beberapa kasus di Institusi Kepolisian belakangan ini yang sangat mencolok mencuri perhatian masyarakat, seharusnya Kapolri berbenah dari dalam.

Sebagai pertanyaan, “Pak Kapolri, apakah anda pribadi sebagai seorang yang lahir dari rakyat tidak resah dengan banyaknya kasus yang terjadi? Apakah Bapak tidak melihat beragam kasus ini bahwa kesalahan belakangan bukan hanya sebatas kesalahan individu, namun ada persoalan struktural yang sangat mengakar?”

Tentu, pertanyaan demikian berkorelasi dengan ‘tanda tanya besar,’ terhadap psikologi dan mental aparat kepolisian.

Komisi III DPR RI harus mengawal kasus ini sampai tuntas, sampai pelaku mempertanggungjawabkan di meja hijau. Komnas Anak dan KPAI juga harus melibatkan diri lebih dari sekadar menuntaskan kasus ini, namun memastikan tidak terulang lagi dilakukan oleh aparat hingga penyelenggara negara lainnya.

Kompolnas juga jangan jadi "macan ompong" yang mengawasi kinerja Kepolisian sebatas formalitas saja. Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi dan PPATK harus menelisik harta kekayaan dari Eks Kapolres Ngada tersebut, karena dari perbuatan pencabulan, narkoba, hingga indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang, maka perlu melihat dari sisi pemberantasan korupsi dan pencucian uang.

Sebagaimana yang diatur dalam pasal 2 UU TPPU huruf c dan l, yaitu tindak pidana asal dari pencucian uang berasal dari narkotika hingga perdagangan orang. Dari berbagai kasus yang telah terjadi seharusnya menjadi alarm bagi institusi kepolisian untuk melakukan reformasi internal.

Institusi kepolisian harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap anggotanya layak mengenakan seragam dan menjalankan tugas dengan integritas dan kehormatan.

Kalau dari berbagai kasus ini tidak cukup menyatakan bahwa Institusi Kepolisian sedang tidak baik-baik saja, maka kita teringat lagi dengan kalimat dari Gus Dur, "Hanya ada 3 polisi jujur di negara ini: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng."

***

*) Oleh : Nicholas Martua Siagian, Direktur Eksekutif Asah Kebijakan Indonesia, Penyuluh Anti korupsi Ahli Muda Tersertifikasi LSP KPK.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.