TIMES MALANG, JAKARTA – Belum lama ini, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) secara resmi meluncurkan “Diktisaintek Berdampak”. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek), Brian Yuliarto, menegaskan bahwa “Diktisaintek Berdampak” merupakan langkah strategis dan transformatif yang dirancang untuk menjawab tantangan pembangunan nasional dan mendukung pencapaian visi Indonesia Emas 2045.
Menurut Brian Yuliarto (2025), sudah saatnya dibangun sistem pendidikan tinggi yang berkeadilan, relevan, dan berdampak. Transformasi ini harus mampu membuka akses seluas mungkin dengan kualitas yang setara di seluruh Indonesia.
Semangat “berdampak” tampaknya juga perlu diejawantahkan oleh kampus-kampus baik yang di bawah naungan Diktisaintek, maupun di kementerian lainnya. Hal ini menjadi penting mengingat di tengah krisis global, transformasi digital, dan tantangan pembangunan berkelanjutan, peran perguruan tinggi tidak lagi sekadar sebagai tempat menimba ilmu atau menghasilkan ijazah.
Perguruan tinggi dituntut menjadi “kampus berdampak”—institusi yang kehadirannya terasa, terukur, dan berkelanjutan dalam kehidupan masyarakat luas. Ini adalah lompatan dari paradigma lama, dari kampus sebagai ivory tower menuju kampus sebagai social impact powerhouse.
Transformasi menuju kampus berdampak tentu saja menuntut reorientasi cara pandang akademisi dan pengelola pendidikan tinggi—bahwa ilmu bukan untuk menara gading, melainkan sebagai kekuatan pembebas dan pemberdaya (emancipatory and empowering force).
Ini sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara (1936 & 2009), bahwa pendidikan harus menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Paradigma Kampus Berdampak
Konsep “kampus berdampak” bukan sekadar jargon. Ia merupakan pengejawantahan dari Tridharma Perguruan Tinggi secara holistik dan kontekstual—pendidikan, penelitian, dan pengabdian yang membumi dan memberdayakan.
Konsep kampus berdampak ini sejalan dengan pendekatan engaged university (Watson et al., 2011), civic university (Goddard, 2009), dan entrepreneurial university (Etzkowitz, 2000), di mana perguruan tinggi tidak hanya mengedepankan keunggulan akademik, tetapi juga kebaruan sosial yang aplikatif dan inklusif.
Secara detail, kampus berdampak memiliki makna: (1) menyediakan solusi berbasis riset untuk tantangan lokal dan global; (2) memberdayakan masyarakat melalui pengabdian yang kolaboratif; (3) menghasilkan lulusan yang memiliki civic responsibility dan kesadaran sosial tinggi, dan (4) menjadi penggerak transformasi sosial dan ekonomi berbasis nilai, ilmu, dan teknologi.
Ringkasnya, kampus berdampak tidak cukup diukur dari peringkat internasional atau jumlah publikasi, melainkan juga dari dampak sosial-ekonomi yang nyata dan berkelanjutan.
Beberapa universitas di luar negeri telah secara nyata mengimplementasikan konsep “kampus berdampak” atau impactful universities dengan pendekatan yang beragam sesuai dengan konteks sosial, ekonomi, dan budaya masing-masing.
Sebagai contoh University of Oxford (Inggris), University of Cape Town (Afrika Selatan), University of Melbourne (Australia), Arizona State University (ASU), Amerika Serikat; Wageningen University & Research (Belanda); Universidad de los Andes (Kolombia), dan National University of Singapore (NUS).
Secara garis besar, kampus-kampus berdampak di luar negeri memiliki kesamaan: (1) mengadopsi pendekatan transdisipliner dan co-creation dengan masyarakat; (2) memonitor dan mengevaluasi dampak melalui impact indicators; (3) meningkatkan kapasitas SDM kampus untuk bekerja lintas sektor dan lintas budaya; dan (4) menyelaraskan kegiatan tridharma dengan agenda global seperti SDGs, climate action, dan social justice.
Mengukur Dampak Kampus
Kampus berdampak, harus dimulai dari kurikulum berdampak. Ini artinya kurikulum di kampus harus didesain “hidup dan lentur”, selaras dengan dinamika masyarakat dan dunia kerja. Pendekatan seperti project-based learning, entrepreneurship education, dan service learning mendorong mahasiswa untuk mengembangkan literasi sosial dan kepemimpinan transformatif.
Kurikulum kampus berdampak ini juga harus didukung sekaligus melahirkan riset-riset berdampak. Ini artinya, dalam kampus berdampak, riset tidak berhenti di jurnal, melainkan menyatu dengan solusi—atau biasa disebut sebagai riset terapan dan berbasis kebutuhan lokal (problem-based research).
Para dosen dan segenap civitas akademika kampus berdampak didorong meneliti bukan demi akreditasi atau kenaikan jabatan semata, tetapi untuk menyelesaikan isu strategis seperti: (1) ketahanan pangan berbasis teknologi; (2) inovasi energi terbarukan; (3) ekonomi kreatif dan UMKM digital, dan (4) pendidikan inklusif di daerah 3T.
Pendekatan seperti triple helix (kampus–industri–pemerintah) dan quadruple helix (dengan partisipasi masyarakat sipil) memperkuat kontribusi riset kampus terhadap pembangunan nasional.
Selanjutnya, pengabdian masyarakat (pengmas) sebagai salah satu tridarma kampus sudah saatnya diubah orientasinya. Sampai saat ini pengmas lebih sering sekedar menjadi kegiatan rutin tahunan—sedikit sekali dampaknya bagi masyarakat.
Pada model kampus berdampak, pengmas harus menjadi kolaborasi jangka panjang berbasis kepercayaan dan pemberdayaan. Bukan sekadar transfer ilmu, tetapi juga ko-kreasi solusi.
Contohnya adalah program Desa Binaan Berbasis Data yang dilakukan oleh sejumlah LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan), atau inkubasi UMKM yang dilakukan oleh fakultas ekonomi. Semua ini menunjukkan bahwa pengabdian sejati adalah kemitraan yang partisipatif, bukan kegiatan datang–ceramah–pulang.
Jika kita mengacu pada lembaga pemeringkatan seperti THE Impact Rankings dan QS Sustainability Rankings mulai menilai dampak sosial dan lingkungan kampus sebagai ukuran kualitas institusi global.
Maka dalam model kampus berdampak, paling tidak ada beberapa dimensi dan indikator untuk mengukurnya; (1) Dimensi sosial; indikator kampus berdampak ditandai dengan jumlah mitra masyarakat, solusi berbasis riset lokal, kegiatan pengabdian berkelanjutan; (2) Dimensi ekonomi: indikator kampus berdampak ditandai dengan inovasi bisnis mahasiswa, kontribusi ke UMKM, hasil riset yang dikomersialisasi; (3) Dimensi pendidikan: indikator kampus berdampak ditandai dengan kurikulum adaptif, keterlibatan mahasiswa dalam proyek nyata, daya saing lulusan; (4) Dimensi lingkungan: indikator kampus berdampak ditandai dengan proyek hijau kampus, riset keberlanjutan, dan kontribusi terhadap SDGs, (5) Dimensi kebijakan: indikator kampus berdampak ditandai dengan keterlibatan dalam perumusan kebijakan publik, kemitraan dengan pemda/pemerintah pusat.
Refleksi Perjalanan UNJ sebagai Kampus Berdampak
Universitas Negeri Jakarta (UNJ), seperti halnya kampu-kampus besar lainnya, sudah mengukuhkan diri sebagai kampus berdampak. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi yang dampaknya sudah dirasakan oleh masyarakat, baik di tingkat lokal maupun nasional.
Beberapa di antaranya pembuatan konsep Wisata Edukasi Bahari (WEB) yang diterapkan di Kepulauan Seribu, workshop pembuatan media literasi Bagi Guru PAUD Di Kepulauan Seribu, dan Pelatihan Palang Pintu di Kelurahan Pulau Tidung Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan yang sudah dilakukan sejak tahun 2021-2024.
Selain itu juga menjadikan Jatinegara Kaum sebagai daerah binaan untuk beberapa program, semisal penghijauan lingkungan, pembinaan Kampung Pancasila dan program lainnya. Selain itu juga Pengujian Kualitas Air di Daerah Rawamangun yang didukung oleh PAM Jaya, Eco-Sains, dan Indonesian Hydration Working Group (IHWG).
Wujud program kampus berdampak lainnya adalah pembinaan Desa Wisata Cisaat sebagai desa Binaan UNJ yqng terpilih sebagai juara 3 terbaik se-Indonesia. Selain potensi alam dan budaya masyarakatnya, terpilihnya sebagai juara 3 terbaik se-Indonesia juga karena UNJ dan Desa Wisata Cisaat mampu berkolaborasi dengan baik serta mitra industri Wiyata Tour & Travel dalam mengemas seluruh potensi alam, sosial, dan budayanya menjadi sebuah model wisata edukasi berbasis kearifan lokal.
Hasil karya pengmas UNJ lainnya yang dinikmati oleh masyarakat Jatibarang, Kabupaten Indramayu adalah Rumah Hydroponik dengan budidaya berbagai macam tanaman pangan antara lain cabai, pare, sereh, pisang, pokcay, ubi jalar, bayam berazil, budidaya belut serta lainnya.
Pada level nasional, UNJ juga memiliki peran penting dalam pengembangan dan popularisasi olahraga pickleball di Indonesia. Saat ini, Rektor UNJ menjadi Pengurus Besar Indonesia Pickleball Federation (PBIPF) periode 2022-2026.
Selain pengabdian masyarakat, program-program UNJ lainya yang senapas dalam mendukung kampus berdampak terlihat pada bidang riset. UNJ mendorong dosen dan mahasiswa untuk menghasilkan karya inovatif yang berdampak.
Salah satu program unggulan adalah inkubator riset dan teknologi yang membantu dosen dan mahasiswa UNJ mengembangkan prototipe, aplikasi, dan kebijakan berbasis data untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
Misalnya, Alat Antropometri Berbasis IoT untuk Deteksi Dini Stunting di Posyandu karya Umiatin dosen FMIPA, Alat Resusitasi Jantung Paru Portable pada Rumah Sakit karya Rafiuddin Syam dosen FT, Alat Modifikasi Papan Keseimbangan untuk Melatih Keseimbangan Anak Tunarungu Sekolah Luar Biasa karya dosen Ramdan Pelana dosen FIKK, Massively Open Online Courses (MOOCs) Berbasis Micro Learning karya Cecep Kustandi dosen FIP.
Peta Penggunaan Lahan dan Peta Penurunan Muka Tanah karya Cahyadi Setiawan dosen FISH, Model Analisis Kesantunan Berbahasa Indonesia karya Miftahulkhairah Anwar dosen FBS, Model Pendidikan Kewirausahaan Bagi UMKM Berbasis Pesantren karya Karuniana Dianta AS dosen FEB.
Dan Electronic Information of Adaptation and Mitigation Education (EI-AME) karya Agung Purwanto dosen Sekolah Pascasarjana. Masih banyak lagi karya produk dosen-dosen UNJ yang mendukung kampus berdampak, dari yang siap di hilirisasi hingga yang sudah di hilirisasi secara bisnis.
Selain dosen, mahasiswa UNJ juga pro aktif dalam menghasilkan produk-produk berdampak. Misalnya saja yang dilakukan mahasiswa FT yang tergabung dalam Batavia Team dengan membuat karya mobil listrik. Banyak prestasi nasional hingga internasional yang diraih oleh mahasiswa atas produk mobil listriknya.
Terakhir meraih Juara 1 dalam kategori Data and Telemetry Award pada ajang Shell Eco-marathon Asia-Pacific & Middle East 2025. Kompetisi ini berlangsung di Lusail International Circuit, Qatar, pada 8-12 Februari 2025 dan diikuti oleh puluhan tim terbaik dari berbagai negara.
Tidak hanya pada bidang pengabdian dan riset, UNJ juga berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan dunia industri. Kolaborasi ini menjadi bagian penting dalam menjamin bahwa inovasi yang dihasilkan tidak hanya selesai di atas kertas, tetapi juga bisa diterapkan secara nyata. UNJ turut berkomitmen membangun daerah melalui kolaborasi.
Hal ini bisa dilihat dalam program kolaborasi yang sudah dilakukan UNJ dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Indramayu, Pemerintah Kota Bekasi, Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Mappi, Papua Selatan, dan masih banyak lagi. Kolaborasi dengan pemerintah daerah ini berkaitan dengan bidang Pendidikan sesuai dengan identitas UNJ.
Tak kalah penting, UNJ juga membangun sistem tata kelola kampus yang berorientasi keberlanjutan (sustainability), inklusivitas, dan digitalisasi. Hal ini mencakup kampus hijau, transformasi digital akademik, serta akses pendidikan untuk penyandang disabilitas.
Langkah ini menunjukkan bahwa UNJ tidak hanya berpikir tentang reputasi institusi, tetapi juga tentang keadilan sosial dan keberlanjutan jangka panjang. Bahkan untuk memperkuat tanggungjawab sosial kampus, UNJ memiliki program “UNJ Peduli”.
Program ini fokus pada kegiatan sosial dan kepedulian terhadap masyarakat. UNJ Peduli melibatkan berbagai pihak, termasuk mahasiswa, dosen, dan alumni, untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Program ini tidak hanya pada bakti sosial saja, tetapi juga layanan konseling psikologi bagi korban pasca bencana. Aksi berdampak dari program UNJ Peduli ini misalnya yang belum lama dilakukan, yaitu membantu korban banjir di wilayah Indramayu dan Bekasi.
Program-program di atas tentu membuktikan bahwa UNJ tidak sekadar menjalankan fungsi akademik, tetapi juga aktif membangun ekosistem pendidikan tinggi yang berdampak luas bagi bangsa.
Dalam konteks ini, UNJ bukan hanya center of excellence, melainkan juga center of inovation, social transformation and civilization—tempat ilmu dikembangkan, nilai ditanamkan, dan solusi bagi masyarakat dihasilkan untuk kemajuan dan peradaban.
Dengan komitmen yang kuat dan sinergi lintas sektor, UNJ telah menempatkan dirinya sebagai model nyata kampus berdampak—bukan hanya dalam slogan, tetapi dalam tindakan.
Kampus berdampak menjadi sebuah keharusan. Tentu saja transformasi menuju kampus berdampak bukan tanpa tantangan. Oleh karena itu diperlukan kepemimpinan visioner dari perguruan tinggi, budaya kolaboratif antar fakultas dan lintas sektor, serta pendanaan berkelanjutan untuk program sosial. Tidak kalah pentingnya pemanfaatan teknologi secara optimal guna mendukung edukasi dan riset, sangat mendukung terealisasinya kampus berdampak.
Akhirnya, kampus berdampak adalah kampus yang hadir dan mengakar dalam realitas masyarakatnya. Ia bukan menara gading, tapi mercusuar harapan. Ia bukan hanya tempat orang-orang pintar belajar, tapi tempat semua orang berdaya bersama.
Ketika kampus menjadi tempat bertemunya ilmu dan kemanusiaan, maka dari sanalah akan lahir generasi pelopor yang siap menyongsong Indonesia Emas 2045: cerdas secara akademik, tangguh secara sosial, dan utuh secara moral. Semoga. (*)
***
*) Oleh : Prof. Komarudin, Rektor Universitas Negeri Jakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |