TIMES MALANG, TANGERANG – Presiden Jokowi telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2024 tentang kenaikan gaji dan tunjangan hakim pada tanggal 18 Oktober 2024. Karena sudah 12 tahun tidak mendapatkan kenaikan gaji, mereka juga meminta kenaikan gaji karena gaji mereka tidak setara dengan tanggung jawab dan tidak cukup untuk menghidupi keluarga.
Oleh karena itu, para hakim melakukan aksi cuti massal dan mengajukan tuntutan, padahal gaji serta tunjangan para hakim tersebut sudah terbilang cukup layak.
Dikutip dari PP 44/2024 “Bahwa negara memberikan jaminan kesejahteraan bagi hakim selaku pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman guna menjaga kemandirian hakim dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan kekuasaan kehakiman.”
Dengan ditetapkannya PP tersebut, seharusnya menjadikan dorongan para hakim agar dapat membantu pemerintah, dalam menegakkan keadilan yang seadil-adilnya. Namun, yang terjadi saat ini justru memperlihatkan banyak hakim-hakim yang tidak berintegritas, dalam menetapkan hukuman terhadap para terdakwa, seperti yang baru-baru ini terjadi yaitu hanya memvonis 6,5 tahun bagi terdakwa kasus korupsi sebesar Rp 300 Triliun.
Sementara itu, pada perayaan Hari Guru Nasional 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan gaji bagi guru ASN dan non-ASN, yang akan berlaku pada tahun 2025 ini. Kenaikan gaji guru ini tidak berlaku bagi semua guru, hanya berlaku bagi mereka yang memenuhi syarat, padahal kalau dibandingkan dengan hakim, guru ini yang lebih membutuhkan kenaikan gaji, karena gaji dan tunjangan mereka tidak lebih besar dari gaji dan tunjangan para hakim.
Tidak dengan kesejahteraan bagi para guru non-ASN, karena yang diberikan kepada guru non-ASN hanyalah tunjangan profesi bukan gaji. Oleh karena itu, kenaikan gaji ini lebih ditujukan bagi para guru ASN, karena mereka langsung mendapatkan gaji tambahan satu kali gaji pokok.
Sedangkan bagi para guru non-ASN, hanya mereka yang masuk kualifikasi atau lulus sertifikasi pendidik yang mendapatkan tunjangan profesi sebesar Rp 2 juta per bulan.
Maka dengan demikian yang seharusnya lebih diperhatikan kesejahteraannya adalah guru non-ASN. Karena gaji guru non-ASN, tidak sebesar dan tetap seperti gaji para guru ASN, gaji mereka hanya sesuai jam mereka mengajar yang besarannya tidak seberapa.
Tidak hanya itu, mereka juga tidak mempunyai tunjangan seperti para guru ASN. Namun, justru mereka yang lebih berhak mendapatkan kesejahteraan malah dikesampingkan, dan lebih mengutamakan para guru ASN.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam menaikkan gaji hakim sebetulnya tidak tepat sasaran. Seharusnya, pemerintah bisa lebih fokus dalam kenaikan gaji guru, agar kenaikannya bisa lebih merata, baik itu untuk guru ASN ataupun non-ASN, karena dengan tidak merata nya pemerintah dalam mensejahterakan guru, maka ini akan menimbulkan kecemburuan antar sesama profesi sebagai guru.
Oleh karena itu, kesejahteraan guru akan merata terutama bagi para guru non-ASN, apabila pemerintah mengupayakan untuk membuat dan menetapkan regulasi tentang standar gaji minimum bagi para guru non-ASN, seperti regulasi yang ditetapkan bagi para hakim.
Namun, pemerintah sampai saat ini belum juga ada upaya dalam merancang atau membuat regulasi tentang standar upah minimum bagi para guru non-ASN, yang membuat mereka tidak mendapat kesejahteraan sebagai guru.
Seharusnya, pemerintah dapat melihat mereka sebagai manusia, karena mereka juga manusia yang mempunyai kebutuhan hidup, mempunyai keluarga, mereka harus memutar otak mereka agar kebutuhannya sehari-hari bisa tercukupi dari gaji sebagai guru non-ASN.
Saat ini pemerintah hanya melihat guru ini sebagai profesi mulia, seseorang yang ikhlas dalam pengabdian, pahlawan tanpa tanda jasa, dan sebagainya. Padahal dizaman yang sudah semakin maju ini pemerintah seharusnya lebih memperhatikan bahwasanya seorang guru juga manusia.
Inilah pentingnya peranan guru dalam mendidik generasi penerus bangsa, agar dapat menciptakan para calon pemimpin bangsa yang jujur berkeadilan. Oleh karena itu, untuk menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas, gurunya sebagai tanaga pendidik harus berkualitas, dan juga bisa fokus dalam mendidik anak-anak bangsa, tidak membagi fokus mereka antara mendidik dan bertahan hidup.
Tujuan dari ke-dua presiden dalam kenaikan gaji hakim dan kesejahteraan guru ini adalah sebuah tindakan yang baik dalam mengupayakan kinerja yang lebih baik dari kedua profesi ini. Akan tetapi, tidak bisa membedakan mana yang signifikan dan tidak signifikan.
Dalam mempertimbangkan kenaikan ke-dua profesi tersebut, yang menimbulkan banyak pertanyaan dimasyarakat, karena lebih memperhatikan para ASN daripada yang non-ASN.
***
*) Oleh : M. Razbi Cipta Ilahi, Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
_______
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |