https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Fraud Merugikan Pelayanan Kesehatan

Rabu, 08 Januari 2025 - 11:17
Fraud Merugikan Pelayanan Kesehatan Noerolandra Dwi S, Alumnus Magister Managemen Pelayanan Kesehatan Unair, dan Surveior FKTP Kemenkes.

TIMES MALANG, TUBAN – Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menghadirkan dinamika pembangunan dan pelayanan kesehatan. Dimana pembiayaan tidak lagi menjadi hambatan ketika orang membutuhkan pelayanan kesehatan. Kebutuhan kesehatan ditanggung sistem asuransi sosial melalui BPJS Kesehatan tanpa khawatir biaya yang dibayarkan dalam pelayanan kesehatan. 

Dengan cakupan mencapai 98 persen orang maka Indonesia telah mewujudkan Universal Health Coverage (UHC). Yaitu kondisi dimana semua penduduk mendapatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dalam kehidupan sehari hari. Tidak ada hambatan bagi pasien dan keluarga dalam mendapatkan pelayanan. 

BPJS Kesehatan pertengahan tahun 2024 telah menyampaikan tentang temuan dan potensi fraud terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). Terjadi fraud (kecurangan) dalam klaim JKN fasyankes yang merugikan keuangan negara. Telah dilakukan piloting fasyankes (rumah sakit) dan ditemukan fraud merugikan negara serta pelayanan kesehatan masyarakat. 

Dalam JKN terjadinya fraud kemungkinan menjadi tantangan karena sistem pembiayaan yang kompleks. Terjadi dalam berbagai tingkatan layanan dan dilakukan banyak pihak. Pihak tersebut meliputi BPJS Kesehatan, peserta (masyarakat), fasyankes, penyedia obat dan alkes, serta pihak terkait lain yang berkontribusi dalam fraud yang terjadi.

Di fasyankes kerapkali terjadi fraud yaitu manipulasi klaim, penulisan kode diagnosis berlebihan (upcoding), penjiplakan klaim pasien lain (cloning), klaim palsu (phantom billing), penggelembungan tagihan obat dan alkes (inflated bills), pemecahan episode pelayanan (services unbundling or fragmentation), rujukan semu (selfs referals), tagihan berulang (repeat billing), dan manipulasi lama perawatan (length of stay). 

Kemenkes pernah mencatat hasil monitoring evaluasi lemahnya sistem anti fraud dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Dalam berbagai tingkatan hampir semuanya lemah dan hanya sedikit yang ekosistem anti fraud tersedia cukup memadai. 

Di tingkat dinas kesehatan sangat lemah 25 persen, lemah 62,5 persen, dan cukup 12,5 persen. Di rumah sakit sangat lemah 36,4 persen, lemah 36,4 persen, dan cukup 27,2 persen. Di tingkat puskesmas sangat lemah 57,1 persen dan lemah sebesar 42,9 persen (Kemenkes 2018). 

Pencapaian UHC 98,6 persen penduduk dan besarnya anggaran negara dalam iuran peserta PBI dan PBID selayaknya  diikuti dengan peningkatan akses dan mutu pelayanan serta tumbuhnya ekosistem anti fraud dalam berbagai tingkatan. 

Kita telah memiliki Permenkes 16 tahun 2019 sebagai pengganti permenkes 36 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Fraud Dalam Program Jaminan Kesehatan. Peluang terjadinya fraud baik oleh BPJS Kesehatan, peserta, fasyankes (FKTP, FKTL), penyedia obat/alkes, dan pihak berkepentingan lain harus dicegah secepat mungkin. Permenkes mengatur tentang sistem anti fraud hingga tumbuhnya budaya anti fraud pelayanan fasyankes. 

Terdapat tiga faktor yang muncul ketika seseorang melakukan fraud (Cressey, 1973). Pertama adanya tekanan yang memotivasi seseorang melakukan tindak criminal fraud. Kedua, kesempatan yaitu situasi yang memungkinkan tindakan fraud dilakukan. Dan ketiga rasionalisasi dimana pembenaran atas tindakan fraud yang dilakukan. 

Ketiga faktor telah ditemukan dalam layanan kesehatan di Indonesia baik oleh BPJS Kesehatan, peserta, fasyankes, maupun pihak terkait. Semua situasi tersedia dan terjadi namun untuk membuka tabir fraud membutuhkan investigasi tidak mudah. Kita berhadapan persoalan kompleks, luas, dan spesifik  yang tidak mudah diketahui orang.

Ekosistem yang dibangun dalam Permenkes 16 tahun 2019 harus bisa mencegah tindakan fraud yang telah dan terus terjadi di Indonesia. Ekosistem dibangun mulai dari pusat ke daerah hingga di tingkat fasyankes dan peserta. 

Yang harus dihadirkan meliputi upaya prevention (mencegah fraud disemua lini organisasi), deterrence (menangkal pihak yang mencoba melakukan kecurangan hingga membuat jera), disruption (mempersulit gerak langkah pelaku fraud sejauh mungkin, identification (mengidentifikasi kegiatan beresiko tinggi dan kelemahan pengendalian), serta civil action prosecution (penuntutan dan penjatuhan sanksi yang setimpal atas perbuatan curang kepada pelakunya). 

Rasa rasanya saat ini kita masih lemah dalam semua upaya tersebut hingga fraud di pelayanan kesehatan menjadi ancaman merugikan mutu layanan kesehatan. Budaya pencegahan dan efektifitas tim pencegahan kecurangan belum terasa. Pihak terkait, fasyankes (rumah sakit, puskesmas, klinik, dokter praktek), peserta dan masyarakat luas masih mengabaikan fraud dan memandang bukan sebagai masalah serius. 

***

*) Oleh : Noerolandra Dwi S, Alumnus Magister Managemen Pelayanan Kesehatan Unair, dan Surveior FKTP Kemenkes.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.