TIMES MALANG, JAKARTA – Menyaksikan fenomena kemunculan ChatGPT (Chat Generative Pretrained Transformer), sangat relate dengan ungkapan, “kalau ada yang mudah, kenapa harus dibuat sulit?” Laiknya sebuah teknologi diciptakan, memang ditujukan untuk mempermudah pekerjaan manusia.
Dengan kehadiran ChatGPT yang merupakan salah satu produk dari Generatif AI (Artificial Intelligence) ini, dirasakan juga banyak mempermudah siapa saja dari berbagai bidang, dalam mengerjakan tugas dan pekerjaannya. Tak terkecuali bagi para akademisi.
Di dunia pendidikan sejak lahirnya Chat GPT para dosen tidak perlu pusing lagi dalam mempersiapkan bahan ajar perkuliahannya. Cukup memberikan perintah dengan keyword (kata kunci) yang dibutuhkan kepada Chat GPT, dalam hitungan detik akan langsung diberikan materinya. Bahkan hingga untuk membuat sebuah artikel, Generative AI yang sering disebut juga Large Language Model (LLM) ini mampu membuatkan lengkap dengan referensinya.
Tentu saja di tengah kehadiran Chat GPT bagi mahasiswa juga seakan menjadi malaikat penolong untuk mengerjakan berbagai tugas dari dosen. Tak perlu susah payah harus pergi ke perpustakaan dan membaca banyak buku lagi. Atau googling artikel jurnal untuk mendapatkan jawaban dalam mengerjakan tugas mereka.
Cukup dengan memberikan perintah kepada ChatGPT dan menunggu dalam hitungan detik, bisa langsung selesai dikerjakan. Bahkan, untuk membuat proposal tugas akhir, atau bahan penelitian, mencari sumber referensi penelitian, dan teori-teori terkini, semua mampu dikerjakan oleh chat bot menggunakan model bahasa canggih yang dapat memahami bahasa manusia secara alami ini.
Kecakapan Menulis Akademisi
Menulis bagi seorang akademisi merupakan salah satu kecakapan yang bisa dikatakan wajib dimiliki, selain kemampuan presentasi, berdiskusi, meneliti, dan mengaktualisasikan ide atau gagasan. Karena bagi seorang akademisi, menulis adalah salah satu cara berpikir secara sistematis dan ilmiah.
Di samping itu menulis sebagai media untuk menuangkan hasil penelitian, menyampaikan gagasan dan pandangan atas sebuah fenomena, dan bagian dari upaya mengikat ilmu yang dipelajari. Menulis sekaligus menjadi salah satu indikator dari kecerdasan dalam berbahasa. Itulah kenapa, menulis selalu berkelindan tidak bisa terpisahkan dari aktivitas dunia para akademisi.
Seorang mahasiswa, tidak akan bisa menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi tanpa mampu menulis dengan baik. Karena aktivitasnya selama dalam perkuliahan, akan selalu banyak tugas yang membutuhkan kecakapan dalam menulis ilmiah. Mulai dari yang sederhana menulis makalah, laporan penelitian, menulis artikel jurnal, bahkan hingga tugas akhir kuliah berupa skripsi, tesis, atau pun disertasi.
Demikian halnya seorang dosen, tidak mungkin bisa menjadi seorang dosen tanpa ada kemampuan dalam menulis. Bahkan kecakapan menulis seorang dosen, sudah tentu dituntut lebih, karena untuk menjadi dosen pasti mereka sudah melewati pendidikan minimal setingkat magister-dan untuk lulus sudah dipastikan harus menyelesaikan pembuatan tesis, juga ada syarat publikasi artikel jurnal.
Di samping itu seorang dosen terikat kewajiban dalam melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi, yang terdiri dari: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. Dalam proses menjalankan itu semua, tidak ada yang terlepas dari kegiatan menulis, baik apakah itu berupa pembuatan materi, atau pun dalam penyusunan laporan penelitian dan pengabdiannya.
Selanjutnya, dosen dalam kenaikan golongan atau jabatan struktural di lembaga pendidikan, juga selalu dibebani dengan syarat publikasi artikel jurnal, pembuatan buku, atau kegiatan penelitian yang ujungnya harus dibuat laporan tertulis. Itu artinya, seorang akademisi memang bisa dikatakan tidak mungkin bisa terlepas dari kecakapan menulis.
Kelebihan Menulis dengan Chat GPT
Yang menarik, ChatGPT saat ditanya apa kelebihan menulis dengan menggunakan ChatGPT, bisa menjawab dengan cukup logis dan masuk akal. Diantaranya disebutkan; Pertama, kecepatan dan efisiensi. Menulis dengan menggunakan ChatGPT bisa menghemat waktu karena dapat menghasilkan draft awal dengan cepat. ChatGPT juga sangat berguna untuk brainstorming, membuat kerangka, atau bahkan menulis bagian tertentu dari sebuah teks.
Kedua, ide dan perspektif baru. ChatGPT dapat menghasilkan ide-ide dan sudut pandang yang mungkin tidak terpikirkan oleh penulis. Hal itu bisa menjadi sumber inspirasi yang berharga, terutama saat menghadapi hambatan kreativitas. Ketiga, variasi gaya penulisan. ChatGPT dapat menulis dalam berbagai gaya, mulai dari formal hingga informal, naratif hingga deskriptif. Ini memungkinkan penulis untuk menyesuaikan gaya dengan kebutuhan dan audiens yang dituju.
Keempat, membantu dalam proses editing. ChatGPT juga dapat membantu dalam mengedit teks, memeriksa tata bahasa, dan menemukan kesalahan gaya. Hal itu tentu bisa menjadi alat berharga untuk meningkatkan kualitas tulisan. Dan kelima, bisa membantu dalam riset. ChatGPT dapat digunakan untuk mencari informasi dan merangkum, sehingga mempercepat proses riset.
Bijak dalam Penggunaan ChatGPT
Namun selanjutnya ketika ditanya kekurangan menulis menggunakan ChatGPT, mesin chat bot ini menyebutkan 5 kekurangannya, yaitu: Pertama, kualitas dan akurasi. Meski ChatGPT terus berkembang, output-nya masih bisa mengandung kesalahan fakta, kesalahan logika, atau bias. Jadi penulis harus selalu memeriksa dan mengoreksi informasi yang dihasilkan oleh ChatGPT.
Kedua, keaslian dan kreativitas. Dijelaskan jika ChatGPT cenderung menghasilkan teks yang bergantung pada pola dan data yang telah dipelajari. Sehingga hasil tulisan dimungkinkan juga kurang orisinal dan kreatif dibandingkan tulisan yang dibuat secara manual oleh penulis.
Ketiga, kesulitan dalam membangun hubungan emosional. ChatGPT sebagaimana layaknya sebuah robot, tidak mampu menangkap nuansa emosional dan hubungan antar manusia dalam tulisan. Hal ini menyebabkan tulisan menjadi terasa kaku atau tidak bernyawa.
Keempat, potensi plagiarisme. Tulisan yang dibuat menggunakan ChatGPT memiliki potensi plagiarisme cukup tinggi. Bahkan sejatinya hak cipta dari hasil tulisan ChatGPT pun, seharusnya tidak bisa diklaim sebagai karya asli penulis jika sekadar di-copy paste dari chat bot. Namun disarankan oleh ChatGPT agar penulis melakukan modifikasi dan atribusi dengan tepat output tulisan dari ChatGPT.
Kelima, keterbatasan pemahaman konteks. Hingga saat ini teknologi ChatGPT masih kesulitan memahami konteks yang kompleks atau nuansa budaya tertentu. Hal itu dapat menyebabkan tulisan menjadi kurang tepat.
Selain semua kekurangan itu, memang benar apa yang dikatakan oleh Prof. Stella Christie, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi. Bahwa, ada konsekuensi yang harus ditanggung dari kebiasaan menulis menggunakan ChatGPT.
Pertama, jika menulis menggunakan ChatGPT 100 persen, tanpa menulis atau membuat pikiran-pikiran baru, maka konsekuensinya adalah tidak bisa membedakan mana tulisan yang bagus dan yang tidak bagus. Tidak punya nurani dan sensitivity untuk membedakan kualitas tulisan.
Kedua, akan membuat individu tidak bisa memproduksi suatu hal yang original. Sementara konsekuensi ketiga, yang terberat adalah tidak bisa menemukan batasan untuk menggunakan AI. Itu akan menjadi sangat berbahaya, (Kompas, 27/11/2024).
Namun adaptif terhadap sebuah kemajuan teknologi dalam kehidupan adalah keniscayaan. Tidak mungkin seorang akademisi lantas dengan melihat konsekuensi buruk yang bisa timbul dari ChatGPT lantas anti menggunakannya atau menghindari penggunaannya. Terlebih dunia pendidikan merupakan bagian penting dalam ikhtiar bangsa menuju Visi Indonesia Emas 2045.
Karena itulah, hal yang perlu dilakukan dalam menghadapi fenomena penggunaan ChatGPT di kalangan akademisi, adalah edukasi kesadaran dalam penggunaan ChatGPT dengan cerdas, tepat, dan bijak. Karena secerdas-cerdasnya teknologi, manusia yang menciptakan. Jadi manusia yang lebih cerdas. Dan kecerdasan harus diiringi dengan kebijaksanaan. Terlebih sebagaimana kata sosiolog dan filsuf asal Jerman, Theodor Adorno, “kecerdasan adalah kategori moral.”
***
*) Oleh : Rochmad Widodo, Founder Penerbit Biografi Indonesia, dan Aktif sebagai Penulis Biografi Tokoh-tokoh Nasional.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |