https://malang.times.co.id/
Pendidikan

Banjir Sumatera, Pakar UB Soroti Deforestasi dan Lemahnya Sistem Peringatan Dini

Kamis, 04 Desember 2025 - 20:31
Bencana Sumatera, Pakar UB Soroti Deforestasi dan Lemahnya Sistem Peringatan Dini Guru Besar Mitigasi Bencana UB, Prof. Sukir Maryanto. (Foto: Istimewa)

TIMES MALANG, MALANG – Bencana banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Pulau Sumatera kembali membuka persoalan lama: kerusakan lingkungan dan belum optimalnya mitigasi bencana di Indonesia. Guru Besar Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya (UB), Prof. Sukir Maryanto, S.Si., M.Si., Ph.D., menilai indikasi deforestasi tampak jelas dari material kayu yang hanyut dalam arus banjir.

“Banyak kayu-kayu yang terhanyut banjir. Itu indikasinya ada penebangan hutan di situ,” ujarnya.

Ia menjelaskan, pengelolaan hutan Indonesia masih jauh dari standar global. Banyak kebijakan pembangunan pada masa lalu, mulai ekspansi transmigrasi hingga pembukaan lahan untuk perkebunan karet dan sawit, berjalan mengorbankan tutupan hutan alami. Prof. Sukir mengenang sendiri masa ketika ia menjadi transmigran di Sumatera dan melihat langsung pembukaan lahan besar-besaran.

“Banyak kasus pemanfaatan hutan tidak sesuai desain lingkungan, sehingga banjir kerap muncul,” katanya.

Selain kerusakan hutan, Prof. Sukir menilai cuaca ekstrem turut memperburuk kondisi. Ia menyebut periode September hingga Februari sebagai fase tahunan di mana Indonesia rutin menghadapi intensitas hujan yang tinggi.

“Saat ini kondisi cuaca ekstrem. Siklus ini terjadi tiap tahun,” ujarnya.

Namun, menurutnya, dampak cuaca ekstrem dapat ditekan bila sistem informasi iklim dan peringatan dini bekerja efektif. Ia membandingkan kapasitas prediksi cuaca Indonesia dengan Jepang yang dianggap jauh lebih presisi dan detail hingga level kecamatan.

“Di Jepang, ramalan cuaca tersedia per jam dan per wilayah kecil… informasinya ada di TV publik, transportasi umum, hingga situs pemerintah,” jelasnya.

Prof. Sukir menilai penguatan sistem peringatan dini di Indonesia membutuhkan integrasi lebih kuat antar-lembaga. Menurutnya, masih terlihat adanya tumpang tindih kewenangan dan belum meratanya kualitas peralatan pemantauan bencana.

Ia menekankan perlunya BMKG memperluas edukasi publik, sekaligus meningkatkan kolaborasi dengan BRIN, badan geologi, dan perguruan tinggi. “Koordinasi antarlembaga masih lemah sehingga data dan peralatan pemantauan belum terintegrasi dengan baik,” ujarnya.

Dalam diskusi yang sama, Prof. Sukir memaparkan temuan anomali sinyal dari MAGDAS (Magnetic Data Acquisition System) di Stasiun Cangar yang dikelola UB. Anomali tersebut muncul berdekatan dengan aktivitas erupsi Gunung Semeru.

“Ada sinyal besar di Cangar, sementara stasiun lain di Malaysia atau Australia tidak merekamnya,” tuturnya.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa hasil analisis akademik bukan dasar peringatan bencana. Pihak yang berwenang memberikan peringatan resmi tetap PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi).

“Kami hanya melakukan analisis. Peringatan resmi adalah kewenangan PVMBG,” tegasnya.

Prof. Sukir juga mengingatkan bahwa karakter setiap gunung api berbeda, sehingga diperlukan kajian yang sangat spesifik untuk memahami ambang aktivitasnya. “Gunung api punya napas berbeda-beda. Tidak bisa digeneralisasi,” kata dia.

Menutup penjelasannya, Prof. Sukir mendesak pemerintah untuk memperketat pengawasan hutan, meningkatkan akurasi informasi cuaca, serta menyatukan standar peralatan pemantauan bencana antarinstansi. Menurutnya, langkah-langkah tersebut penting untuk membangun kembali kepercayaan publik dan menekan risiko bencana yang berulang. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.