TIMES MALANG, MALANG – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya (FISIP UB) resmi memulai era baru di bawah kepemimpinan Dr. Ahmad Imron Rozuli, SE., M.Si., sebagai Dekan FISIP UB periode 2025–2030.
Dalam sambutan perdananya saat acara doa bersama menyambut kepemimpinan baru FISIP UB, Selasa (17/6/2025), Imron menegaskan bahwa arah kepemimpinannya akan bertumpu pada tiga pilar utama: inklusifitas, interkoneksi, dan internasionalisasi.
Ketiga pilar ini, menurutnya, bukan hanya jargon, tetapi akan menjadi kerangka kerja konkret yang akan diterjemahkan ke dalam kebijakan akademik, tata kelola kelembagaan, serta kolaborasi eksternal kampus, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Dalam bidang inklusivitas, Imron Rozuli menekankan pentingnya membangun ruang pendidikan yang benar-benar terbuka dan ramah terhadap semua pihak. Ia menolak pemahaman sempit tentang inklusi yang hanya fokus pada penyandang disabilitas, dan mendorong agar inklusi dilihat sebagai cara berpikir dan prinsip dasar dalam menyusun tata kelola.
“Inklusivitas bukan sekadar soal akses bagi teman-teman difabel. Lebih dari itu, ini soal pola pikir dan tata kelola yang terbuka, adil, dan mampu menjalin relasi antarindividu maupun antarinstitusi secara demokratis,” ujarnya.
Imron menegaskan bahwa ruang akademik harus menjadi arena pembelajaran yang bisa mengasah dan mengasuh seluruh civitas akademika. Ia mengutip filosofi Ki Hadjar Dewantara sebagai inspirasi bahwa kampus harus hadir sebagai pelita peradaban: “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.”
Inklusifitas yang dimaksud tidak hanya berlaku di internal kampus, tetapi juga dalam relasi FISIP dengan berbagai pihak eksternal. Kampus, menurutnya, harus menjadi miniatur praktik demokrasi, dengan nilai-nilai keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas yang dijalankan secara konsisten.
Selain membangun inklusi, fokus kedua adalah penguatan interkoneksi dan kolaborasi, khususnya dengan wilayah-wilayah di kawasan timur Indonesia seperti Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Imron menilai bahwa kawasan Indonesia Timur masih memiliki potensi besar yang belum tergarap optimal, baik dalam hal sumber daya manusia maupun kolaborasi akademik.
“Posisi Universitas Brawijaya saat ini harus ikut mendorong percepatan kawasan timur Indonesia. Kita ingin membangun konektivitas dan kolaborasi strategis, termasuk melalui afirmasi mahasiswa dari wilayah-wilayah tersebut,” ujarnya.
Imron menyebut bahwa FISIP UB telah mulai menjalin koneksi awal dengan daerah seperti Merauke dan beberapa wilayah kepulauan baru. Ia menyebut bahwa pola ini menjadi bagian dari semangat “rehabilitasi NKRI”, yakni upaya kolektif merawat kebangsaan, menguatkan koneksi sosial-budaya antarwilayah, serta mendukung pemerataan akses pendidikan tinggi.
Inisiatif ini juga ditujukan sebagai bentuk dukungan terhadap program-program strategis pemerintah, termasuk rekonsiliasi nasional, ketahanan pangan, hingga program makan gratis bergizi yang menjadi perhatian khusus di periode pemerintahan nasional saat ini.
“Kami siap menjadi mitra aktif program-program kerja Presiden. Tak hanya dalam tataran akademik, tetapi juga secara operasional, termasuk di program seperti makan gratis bergizi,” tambahnya.
FISIP UB akan menggerakkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk menyokong keberhasilan program tersebut melalui riset, kajian kebijakan, hingga keterlibatan mahasiswa dalam program pengabdian masyarakat.
Fokus ketiga dalam kepemimpinan Imron Rozuli adalah internasionalisasi. Namun, ia menegaskan bahwa internasionalisasi yang dimaksud bukan hanya mengejar peringkat kampus atau akreditasi internasional, melainkan juga bagaimana keberadaan kampus membawa dampak sosial bagi masyarakat secara nyata.
“Kita ingin membangun reputasi internasional, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana kampus kita memberikan social impact yang besar, baik di sektor pariwisata, UMKM, maupun kehidupan masyarakat luas,” tegasnya.
Imron menyebut bahwa salah satu strategi yang akan dijalankan adalah membuka ruang riset kolaboratif antara peneliti nasional dan internasional. FISIP UB akan menyiapkan arena riset terbuka yang dapat dimanfaatkan untuk menjawab isu-isu aktual seperti perubahan sosial, demokrasi digital, dan pemberdayaan ekonomi lokal.
Dengan skema ini, Imron berharap FISIP UB tidak hanya menjadi lembaga akademik yang kuat dalam teori, tetapi juga relevan dalam praktik, dan mampu menjawab kebutuhan riil masyarakat Indonesia. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |