https://malang.times.co.id/
Pendidikan

Diskusi Publik FH UB Soroti Tumpang Tindih Kewenangan dalam RUU Polri, TNI, dan Kejaksaan

Jumat, 28 Februari 2025 - 17:46
Diskusi Publik FH UB Soroti Tumpang Tindih Kewenangan dalam RUU Polri, TNI, dan Kejaksaan diskusi publik bertajuk "Memperluas Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan: Kritik RUU Polri, RUU TNI, dan RUU Kejaksaan" yang digelar FH UB, Jumat (28/2/2025) di Gedung C. (FOTO: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) bersama Koalisi Masyarakat Sipil mengkritisi 3 RUU yang sedang digulirkan di legislatif. Yakni RUU Polri, RUU TNI, dan RUU Kejaksaan. Hal itu tertuang dalam  diskusi publik bertajuk "Memperluas Kewenangan Vs Memperkuat Pengawasan: Kritik RUU Polri, RUU TNI, dan RUU Kejaksaan" yang digelar FH UB, Jumat (28/2/2025) di Gedung C.

Acara ini menghadirkan narasumber kompeten, di antaranya Prof. M Ali Safa'at (Dosen FH UB), Al Araf (Peneliti Senior Imparsial & Ketua Centra Initiative), Saut Situmorang (Pimpinan KPK 2015-2019), dan Julius Ibrani (Ketua PBHI Nasional).

Diskusi ini menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan dalam tiga rancangan undang-undang (RUU) tersebut, yang dikhawatirkan justru akan melemahkan sistem penegakan hukum di Indonesia dan berisiko menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

Dekan Fakultas Hukum UB, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum mengatakan bahwa tiga RUU tersebut sangat berkaitan erat dengan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menjadi dasar dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.

“Sebagai insan hukum, kita harus memberikan masukan kritis secara objektif terhadap RUU Polri, RUU TNI, dan RUU Kejaksaan. Ketiga RUU ini muaranya ada di KUHAP, karena KUHAP mengatur proses penegakan hukum dari tahap penyelidikan hingga persidangan,” ujar Dr. Aan.

Menurutnya, dalam pembahasan RUU ini terdapat perubahan signifikan terkait mekanisme penyelidikan dan penyidikan, termasuk potensi penghapusan tahap penyelidikan yang dapat berdampak besar pada proses peradilan pidana.

FH UB berharap kerja sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil dapat memberikan perspektif hukum yang objektif, baik dari sisi keilmuan maupun perlindungan hak asasi manusia (HAM).

“Dalam sistem hukum, yang harus dijamin adalah perlindungan hak-hak masyarakat. Jangan sampai ada konsentrasi kekuasaan dalam satu institusi yang berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang,” tambahnya.

Dengan adanya acara ini, pihaknya berharap, DPR dan Presiden dalam membahas RUU benar-benar memperhatikan perlindungan hak masyarakat dan efektivitas penegakan hukum. "Jangan sampai ada kewenangan yang menggumpal pada satu lembaga hingga berisiko menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan,” pungkas Dr. Aan.

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Nasional, Julius Ibrani, dalam diskusi ini menyampaikan kekhawatiran bahwa RUU Polri, TNI, dan Kejaksaan berpotensi memperburuk situasi overkriminalisasi yang sudah terjadi sejak revisi KUHP disahkan pada tahun 2023.

“Dua tahun lalu, kita baru saja mengalami kegagalan dalam pembahasan KUHP 2023, di mana terjadi overkriminalisasi. Banyak perbuatan yang sebelumnya bukan pidana justru dipidanakan, sementara kejahatan yang melibatkan bisnis korporasi malah didekriminalisasi,” ungkap Julius.

Menurutnya, KUHP baru yang akan berlaku pada 1 Januari 2026 menargetkan penyusunan KUHAP baru pada tahun 2025. Namun, di saat yang bersamaan, RUU Polri, TNI, dan Kejaksaan justru semakin memperbesar kewenangan aparat penegak hukum dengan cara yang tidak seimbang.

Ia menyoroti beberapa poin krusial dalam tiga RUU tersebut. Pertama soal militer masuk ke ranah sipil dalam penegakan hukum, termasuk diberi kewenangan penyadapan dan intelijen.

Kemudian soal Jaksa mendapatkan tambahan kewenangan yang berlebihan, termasuk dalam penyadapan dan prakondisi penuntutan.
Dan ketiga perubahan kewenangan secara absolut ke dalam ruang jaksa (prosecutor-centric system) tanpa keseimbangan peran penyidik kepolisian.

“Kita harus menghindari situasi di mana kekuasaan berlomba-lomba memperbesar kewenangannya, sementara masyarakat sipil justru semakin terpojok dan kehilangan akses terhadap keadilan,” pungkas Julius. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.