TIMES MALANG, MALANG – Setelah melalui masa Kerajaan Kanjuruhan, wilayah Malang memasuki babak baru dalam sejarahnya dengan hadirnya Kerajaan Singhasari dan Majapahit. Kedua kerajaan ini tidak hanya membawa perubahan signifikan pada struktur politik dan sosial, tetapi juga meninggalkan jejak budaya yang masih terasa hingga kini.
Kerajaan Singhasari, yang awalnya dikenal sebagai Tumapel, didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222 Masehi. Pusat pemerintahannya berada di wilayah yang kini dikenal sebagai Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Nama "Singhasari" sendiri mulai digunakan ketika Raja Wisnuwardhana menunjuk putranya, Kertanegara, sebagai putra mahkota dan mengganti nama pusat pemerintahan menjadi Singhasari.
Di bawah kepemimpinan Kertanegara, Singhasari mencapai puncak kejayaannya. Raja visioner ini dikenal atas ekspansi wilayahnya melalui Ekspedisi Pamalayu, sebuah upaya diplomatik dan militer untuk memperluas pengaruh Singhasari hingga ke Sumatera. Selain itu, Kertanegara juga menolak keras dominasi Mongol yang saat itu menguasai sebagian besar Asia. Penolakannya terhadap utusan Kubilai Khan menandai sikap tegas Singhasari terhadap ancaman eksternal.
Peninggalan Kerajaan Singhasari masih dapat ditemui di Malang dan sekitarnya, menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu. Beberapa di antaranya adalah:
- Candi Singosari: Terletak di Kecamatan Singosari, candi ini didirikan untuk menghormati Raja Kertanegara. Arsitekturnya yang megah mencerminkan kemajuan seni dan budaya pada masa itu.
- Candi Kidal: Berada di Desa Rejokidal, candi ini merupakan tempat perabuan Raja Anusapati. Relief yang menghiasi candi ini menunjukkan cerita Garuda, yang melambangkan pembebasan dan kebebasan.
- Candi Jago: Terletak di Kecamatan Tumpang, candi ini dikenal dengan reliefnya yang menggambarkan cerita-cerita dari kitab Pararaton dan Tantu Pagelaran. Nama aslinya, "Jajaghu", berarti 'keagungan'.
Setelah runtuhnya Singhasari akibat serangan Jayakatwang dari Kediri, muncul Kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya pada akhir abad ke-13. Meskipun pusat pemerintahannya berada di Trowulan, pengaruh Majapahit meluas hingga ke wilayah Malang. Malang menjadi bagian integral dari ekspansi Majapahit, yang dikenal sebagai salah satu kerajaan terbesar di Nusantara.
Pengaruh Majapahit terhadap budaya dan struktur sosial di Malang masih terasa hingga kini. Beberapa aspek yang mencerminkan warisan tersebut antara lain:
- Sistem Irigasi: Majapahit dikenal dengan sistem irigasi yang maju. Beberapa sistem pengairan tradisional di Malang diyakini merupakan warisan dari teknologi irigasi Majapahit.
- Seni dan Arsitektur: Gaya arsitektur bangunan tradisional di Malang menunjukkan pengaruh Majapahit, terutama dalam penggunaan ornamen dan tata ruang.
- Tradisi dan Upacara: Beberapa upacara adat dan tradisi di Malang memiliki akar yang dapat ditelusuri kembali ke era Majapahit, seperti ritual bersih desa dan kesenian wayang.
Salah satu peninggalan yang menghubungkan kedua era kerajaan ini adalah Mata Air Watugede. Terletak di Desa Watugede, mata air ini dipercaya sebagai tempat Ken Dedes, permaisuri Ken Arok, membersihkan diri. Hingga kini, mata air tersebut masih memancarkan air jernih dan menjadi sumber kehidupan bagi warga sekitar. Keberadaannya menjadi bukti nyata bagaimana warisan sejarah tetap hidup dan bermanfaat bagi generasi berikutnya.
Dengan demikian, perjalanan sejarah Malang melalui era Kerajaan Singhasari dan Majapahit tidak hanya membentuk identitas wilayah ini, tetapi juga meninggalkan warisan budaya dan infrastruktur yang masih dirasakan manfaatnya hingga saat ini. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |