https://malang.times.co.id/
Pendidikan

Prof Pujiyono: RUU KUHAP Harus Integrasikan Penyidikan dan Penuntutan

Rabu, 12 Februari 2025 - 22:11
Prof Pujiyono: RUU KUHAP Harus Integrasikan Penyidikan dan Penuntutan Ahli Hukum Pidana Universitas Diponegoro (Undip), Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum saat berada di Universitas Brawijaya, Rabu (12/2/2025). (FOTO: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Ahli Hukum Pidana Universitas Diponegoro (Undip), Prof. Dr. Pujiyono, S.H., M.Hum., menegaskan bahwa fungsi penyidikan dan penuntutan dalam sistem peradilan pidana harus terintegrasi.

Hal ini disampaikannya dalam Seminar Nasional "Rancangan KUHAP dalam Perspektif Keadilan Proses Pidana: Menggali Kelemahan dan Solusi" yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB), Rabu (12/2/2025).

Menurutnya, dalam sistem peradilan pidana terdapat beberapa aktor utama, seperti penyidik, penuntut umum, hakim, dan eksekutor pidana. Namun, pemisahan tegas antara penyidikan dan penuntutan dalam KUHAP yang berlaku saat ini justru menimbulkan hambatan dalam proses peradilan.

Prof. Pujiyono menekankan bahwa fungsi penyidikan merupakan bagian integral dari fungsi penuntutan. Artinya, hasil penyidikan digunakan sebagai bahan bagi jaksa dalam melimpahkan perkara ke pengadilan.

"Fungsi penyidikan itu bagian integral di dalam fungsi penuntutan, dalam arti bahwa apa yang dihasilkan itu digunakan untuk bahan bagaimana fungsi penuntutan itu melimpahkan perkara di dalam konteks pembuktian di pengadilan," ujarnya.

Namun, sistem hukum saat ini mengadopsi asas diferensiasi fungsional yang memisahkan fungsi penyidikan dan penuntutan secara tegas. Hal ini justru menimbulkan kesan bahwa kewenangan penyidikan hanya dimiliki oleh kepolisian, padahal dalam praktiknya, banyak lembaga lain yang juga memiliki kewenangan penyidikan.

"Dengan adanya asas diferensiasi fungsional yang disetting di dalam KUHAP, seakan-akan fungsi penyidikan dan fungsi penuntutan itu dipisahkan. Padahal, hakikatnya fungsi penuntutan itu juga terintegrasi di dalam fungsi penyidikan," katanya.

Lebih lanjut, Prof. Pujiyono menjelaskan bahwa fungsi penyidikan tidak identik dengan kepolisian. Saat ini, ada berbagai lembaga di luar Polri yang juga melakukan penyidikan, seperti Direktorat Jenderal Pajak, Bea Cukai, dan KPK.

"Lebih parah lagi, seakan-akan dengan hanya diferensiasi fungsional, ada kewenangan yang terkotak-kotak, bahwa penyidik itu menjadi kewenangan Polri. Padahal, kalau kita bicara tentang politik hukum yang berkembang, Polri itu bukan sebagai penyidik utama atau penyidik tunggal," tegasnya.

Ia menambahkan, beberapa lembaga memiliki kewenangan monopoli dalam penyidikan yang tidak dimiliki oleh Polri. Contohnya adalah penyidikan dalam kasus pajak dan kepabeanan yang hasilnya bisa langsung diserahkan kepada kejaksaan tanpa harus melalui kepolisian.

"Terjadi yang namanya fungsi-fungsi penyidikan di luar dari wadah KUHAP. Mengapa? Karena ada lembaga-lembaga yang melakukan penyidikan dan mempunyai kewenangan-kewenangan monopoli yang tidak dimiliki oleh kewenangan polisi," ungkapnya.

Prof. Pujiyono menyoroti bahwa pemisahan penyidikan dan penuntutan yang terlalu kaku dapat menimbulkan ego sektoral antara kepolisian dan kejaksaan.

"Apapun yang terjadi sekarang, terbukti bahwa ada kebutuhan antara fungsi penuntutan dengan penyidikan itu harus terintegrasi. Itu bukan berarti jaksa mengambil alih fungsi penyidikan, tidak. Tetap fungsi penyidikan dilakukan penyidik. Tetapi bagaimana ada ruang, bahwa itu tidak ada sekat dan kemudian ada komunikasi, tidak hanya komunikasi berkas tetapi komunikasi intent," jelasnya.

Menurutnya, komunikasi yang lebih intens antara penyidik dan jaksa dapat memastikan bahwa berkas perkara yang diterima kejaksaan sudah siap untuk dilimpahkan ke pengadilan.

"Sehingga nanti begitu berkas itu sudah dilimpahkan ke kejaksaan, itu sudah tune in. SPDP itu tidak hanya pemberitahuan 'ini aku sudah nyidik.' P19 tidak hanya kemudian dilimpahkan. Tetapi ini sudah didahului dengan komunikasi-komunikasi ini. Intinya harus menghindarkan adanya ego sektoral," katanya.

Selain itu, ia juga menyoroti konsep "dominus litis" dalam sistem hukum universal, di mana jaksa memiliki kewenangan untuk menentukan apakah suatu perkara akan dituntut atau tidak.

"Di mana-mana secara universal, jaksa itu memiliki kewenangan untuk memfilter apakah ini akan dituntut atau tidak. Bukan berarti kalau nanti ada itu, jaksa bisa sewenang-wenang, tidak. Semua ada mekanisme kontrolnya, baik itu kontrol horizontal, kontrol media, maupun kontrol yudisial secara vertikal," tuturnya.

Prof. Pujiyono menekankan bahwa RUU KUHAP harus membuka ruang komunikasi yang lebih luas antara penyidik dan jaksa, sehingga tidak ada lagi sekat yang menghambat proses penegakan hukum.

"Jadi saya pikir kemudian harus dibangun di dalam KUHAP itu, sekat ini harus dibuka, ada komunikasi. Tetapi juga tidak harus kemudian jaksa mengambil alih penyidikan. Itu yang mestinya dilakukan," pungkasnya.

Dengan adanya revisi KUHAP yang memungkinkan kejaksaan memiliki kewenangan penyidikan, diharapkan sistem peradilan pidana di Indonesia dapat lebih efektif dalam memberikan keadilan bagi masyarakat. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.