https://malang.times.co.id/
Wisata

Mengenal Situs Watu Gong Tlogomas, Peninggalan Bersejarah dan Pusat Budaya di Malang

Rabu, 17 September 2025 - 13:33
Mengenal Situs Watu Gong Tlogomas, Peninggalan Bersejarah dan Pusat Budaya di Malang Batu berbentuk gong, pecahan arca dan batuan kuno era megalitik hingga masa awal masuknya pengaruh Hinddu-Buddha tersimpan rapi di pendopo Situs Watu Gong di Tlogomas, Kota Malang. (foto: Mirza Akmali Az Zahr/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Di sebuah sudut Kelurahan Tlogomas, Lowokwaru, Kota Malang, berdiri sebuah situs kuno yang menyimpan kisah sejarah sekaligus misteri: Situs Watu Gong. Lokasinya berada di Jalan Kanjuruhan IV No. 10, di area permukiman warga, dengan deretan batu berbentuk unik yang hingga kini masih dijaga sebagai warisan leluhur.

Penemuan situs watu gong ini bermula ketika warga memperluas lahan dan tanpa sengaja menemukan bongkahan batu besar. Setelah digali lebih dalam, terungkaplah dua belas batu berbentuk gong dan beberapa arca, termasuk arca Ganesha dan arca Resi. 

Kajian dari ahli sejarah, pada masa Megalitik, kawasan ini pernah menjadi hunian, terbukti dari peninggalan tradisi megalitik hingga masa awal masuknya pengaruh Hindu-Budhha yang ditemukan di sepanjang aliran Sungai Metro. Sungai ini pada masa itu dianggap suci karena kekayaan sumber daya alamnya.

Namun, tak semua peninggalan itu masih bertahan. Beberapa arca bahkan hilang secara misterius.

“Dulu ada yang hilang satu per satu, bahkan batu besar bisa berpindah tanpa diketahui warga. Jadi ada kemungkinan dibawa dengan cara yang tidak biasa,” cerita Miftakhul Huda, juru kunci Situs Watu Gong, Senin (15/9/2025).

Situs-Watugong-a.jpgSitus Watu Gong di Jalan Kanjuruhan IV, Tlogomas menyimpan 12 batu berbentuk gong, arca, dan beberapa artefak peninggalan era megalitik dan kerajaan Kanjuruhan Malang. (foto: Mirza Akmali Az Zahr/TIMES Indonesia)  

Nama “Watu Gong” lahir dari bentuk batunya yang menyerupai gong. Selain itu, terdapat batu berbentuk menyerupai bak mandi, yang fungsinya masih menjadi perdebatan. Ada yang meyakini sebagai penutup kuburan, wadah air, bahkan umpak rumah.

“Ada yang bilang dulu untuk penutup kuburan, ada yang bilang buat tempat air, ada juga yang bilang umpak rumah. Jadi masih banyak pendapat berbeda,” tambahnya.

Lebih dari sekadar penemuan arkeologis, situs ini juga menyimpan kisah mistis. Warga luar desa, khususnya dari Dinoyo, kerap mengaku mendengar suara gamelan dari arah situs. Namun saat mereka mendekat, suara itu seketika hilang.

Pernah pula muncul fenomena bola api yang diyakini sebagai pertanda sebelum arca di situs ini hilang. Bahkan ada cerita arca yang sempat raib, lalu “kembali” setelah warga kampung sebelah mendapat petunjuk gaib.

Kini, Watu Gong bukan hanya situs peninggalan sejarah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan budaya masyarakat. Grebeg Suro, pertunjukan kuda lumping, hingga acara adat lainnya kerap digelar di sini. Tak jarang, pemain kuda lumping yang kesurupan berjalan sendiri menuju situs ini seolah mendapat panggilan gaib. Dengan luas sekitar 13,5 x 11,5 meter, warga setempat terus merawatnya, bahkan menambahkan batu-batu baru yang ditemukan di sekitar desa agar tetap terpelihara.

Bagi masyarakat Tlogomas, Situs Watu Gong adalah lebih dari sekadar batu kuno. Ia adalah identitas desa, ruang pelestarian budaya, dan saksi bisu perjalanan panjang peradaban di Malang. 

Situs Watu Gong Ketawanggede

Situs-Watugong-b.jpgSitus Watu Gong di Jalan Kanjuruhan IV, Tlogomas, Kota Malang bisa menjadi pilihan wisata sejarah bagi yang ingin belajar mengenai sejarah era megalitik dan peninggalan kerajaan Kanjuruhan. (foto: Mirza Akmali Az Zahr/TIMES Indonesia)

Selain di Tlogomas, Malang juga memiliki Situs Watu Gong lain yang berada di Kelurahan Ketawanggede, tepat di belakang restoran cepat saji di Jalan MT Haryono, dekat Universitas Brawijaya. Berbeda dengan Tlogomas yang kental dengan nuansa mistis, Situs Ketawanggede lebih menegaskan jejak peradaban Hindu.

Di area berpagar yang kini menjadi bagian halaman parkir, tersimpan sejumlah batu andesit berbentuk gong, potongan miniatur candi, dan dua Yoni berbentuk kotak yang sudah rusak, oleh warga disebut sebagai lumpang kotak.

Para ahli menduga situs ini berasal dari masa Kerajaan Kanjuruhan, kerajaan tertua di Jawa Timur dengan Raja Gajayana sebagai penguasa terkenal. (*)

Pewarta : TIMES Magang 2025
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.