TIMES MALANG, JAKARTA – Pemerintah Indonesia mengajukan usulan pembentukan instrumen hukum internasional terkait pengelolaan royalti dan publisher right melalui World Intellectual Property Organization (WIPO). Usulan tersebut diberi nama The Indonesian Proposal for a Legally Binding Instrument on the Governance of Copyright Royalty in Digital Environment.
Inisiatif ini merupakan hasil kolaborasi lintas kementerian, melibatkan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menjelaskan, usulan ini bertujuan memperkuat ekosistem musik agar para pencipta dan pelaku industri memperoleh manfaat ekonomi yang adil dari karya mereka. Selain itu, aspek publisher right untuk karya jurnalistik juga masuk dalam poin penting proposal tersebut.
“Inisiatif ini kami dorong untuk memperkuat ekosistem musik nasional. Kalau nilai ekonomi dari karya tidak didapatkan secara adil, tentu kreativitas ke depan akan terhambat,” ujar Supratman dalam pertemuan daring bersama para duta besar dan perwakilan Indonesia di luar negeri, Selasa (14/10/2025).
Menurut Supratman, proposal ini tidak akan bertentangan dengan hukum yang berlaku di negara lain, justru akan memperkuat kerja sama di antara negara-negara anggota WIPO dalam sistem distribusi royalti.
“Saya yakin usulan ini bisa diterima. Kita tidak akan berbenturan dengan negara besar maupun industri global. Justru proposal ini menciptakan keadilan,” tegasnya.
Ia menambahkan, sejumlah negara dan industri musik dunia telah mulai berkomunikasi dengan Kemenkumham terkait reformasi tata kelola Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Supratman menilai keberhasilan proposal ini akan sangat bergantung pada diplomasi multilateral, regional, dan bilateral. Karena itu, ia meminta dukungan aktif dari para perwakilan Indonesia di luar negeri.
“Kemenkumham hanya menjadi penggerak awal. Namun peran utama ada pada diplomat kita yang menjembatani dukungan negara sahabat,” katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa proposal ini bukan semata inisiatif Kemenkumham, melainkan usulan resmi Pemerintah Indonesia yang merepresentasikan kerja sama lintas sektor.
“Proposal ini bukan milik Kemenkumham saja, tapi usulan pemerintah Indonesia untuk mewujudkan keadilan bagi musisi, komposer, dan seluruh pelaku industri musik nasional,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Strategi Kebijakan Kemenkumham, Andry Indrady, menjabarkan bahwa proposal Indonesia dibangun atas tiga pilar utama.
Pertama, tata kelola royalti dalam kerangka kerja global WIPO yang meliputi pengelolaan fonogram dan karya audiovisual, fasilitasi proses licensing dan penghimpunan royalti, serta penguatan pengawasan distribusi royalti.
Kedua, sistem distribusi royalti berbasis pengguna (user-centric payment), yang membuka peluang bagi model alternatif lain untuk memberikan insentif secara proporsional.
Ketiga, penguatan lembaga manajemen kolektif melalui standardisasi tata kelola di negara-negara anggota WIPO yang bersifat mengikat, serta mendorong pengelolaan royalti lintas batas.
“Proposal Indonesia menjadi langkah awal meretas ketimpangan struktural dalam sistem kekayaan intelektual global. Usulan ini mendorong kerangka hukum internasional yang adil, transparan, dan berkelanjutan,” jelas Andry.
Dukungan juga datang dari Kementerian Luar Negeri. Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno menegaskan kesiapan jajarannya untuk memperkuat diplomasi agar proposal Indonesia mendapat dukungan luas.
“Kami siap mendukung penuh Kemenkumham dengan strategi diplomasi yang terarah,” ujarnya.
Senada, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya menilai reformasi tata kelola royalti menjadi kunci keadilan ekonomi bagi para pencipta dan pelaku industri kreatif.
“Reformasi ini akan memastikan pembagian manfaat ekonomi digital yang lebih merata dan apresiasi yang adil bagi para pencipta, pemilik hak, dan pelaku industri musik,” tutur Teuku Riefky. (*)
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |